Liputan6.com, Kachin - Korban tewas dari serangan udara militer Myanmar di negara bagian Kachin utara telah meningkat menjadi 80, menurut laporan.
Sementara itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh para jenderal yang berkuasa melanggar hukum perang, dan meminta masyarakat internasional untuk memberlakukan larangan penjualan senjata dan bahan bakar penerbangan ke negara itu.
Baca Juga
Jumlah korban dari pemboman ratusan orang yang berkumpul untuk merayakan berdirinya Organisasi Kemerdekaan Kachin pada Minggu 24 Oktober 2022 malam tampaknya menjadi serangan udara terburuk sejak militer Myanmar merebut kekuasaan pada Februari 2021.
Advertisement
"Sebanyak 80 orang tewas, dan sekitar 100 lainnya terluka," kata juru bicara Asosiasi Seniman Kachin kepada kantor berita Associated Press melalui telepon, Senin 26 Oktober 2022.
Laporan awal telah menghitung 60 orang tewas, tetapi sumber yang dekat dengan pejabat Tentara Kemerdekaan Kachin mengatakan sekitar 80 orang sekarang diketahui telah tewas, kata juru bicara itu.
Dia mengatakan pesawat militer menjatuhkan empat bom pada perayaan pada Minggu malam, yang dihadiri antara 300 dan 500 orang, termasuk musisi dan artis lainnya.
Mereka yang tewas dalam serangan udara itu juga termasuk perwira dan tentara militer Kachin, musisi, pemilik bisnis penambangan batu giok, warga sipil lainnya, dan juru masak yang bekerja di belakang panggung, tambahnya.
"Seorang penyanyi Kachin dan pemain keyboard termasuk di antara yang tewas," kata juru bicara itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena dia takut akan hukuman dari pihak berwenang.
Sulit Konfirmasi Independen
Tidak mungkin untuk secara independen mengkonfirmasi rincian serangan udara di ujung utara negara itu. Meskipun media yang bersimpati kepada Kachin memposting video, yang menunjukkan apa yang dikatakan sebagai akibat dari serangan yang menghancurkan itu. Menunjukkan struktur kayu yang pecah dan rata.
Grup Berita Kachin juga melaporkan bahwa pasukan keamanan pemerintah telah memblokir yang terluka untuk dirawat di rumah sakit di kota-kota terdekat.
Amnesty International meminta militer untuk memberikan akses kepada petugas medis dan organisasi kemanusiaan ke daerah itu, dan kepada mereka yang terkena dampak serangan udara.
"Kami khawatir serangan ini adalah bagian dari pola serangan udara yang melanggar hukum oleh militer, yang telah membunuh dan melukai warga sipil di daerah yang dikendalikan oleh kelompok bersenjata," kata wakil direktur regional Amnesty, Hana Young, dalam sebuah pernyataan.
"Militer telah menunjukkan ketidakpedulian yang kejam terhadap kehidupan sipil dalam kampanye yang meningkat melawan lawan. Sulit dipercaya bahwa militer tidak mengetahui kehadiran warga sipil yang signifikan di lokasi serangan ini,” katanya.
Advertisement
Konfirmasi Militer Myanmar
Kantor informasi pemerintah militer Myanmar mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan pada Senin malam bahwa ada serangan terhadap apa yang digambarkan sebagai markas Brigade ke-9 Tentara Kemerdekaan Kachin, menyebutnya sebagai "operasi yang diperlukan" sebagai tanggapan atas tindakan "teroris" yang dilakukan oleh kelompok Kachin.
Pernyataan militer juga menyebut laporan tentang jumlah korban tewas yang tinggi sebagai "rumor", dan membantah militer telah mengebom sebuah konser dan penyanyi serta penonton termasuk di antara yang tewas.
Kantor PBB di Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan sebelumnya pada hari Senin bahwa mereka “sangat prihatin dan sedih” dengan laporan serangan udara tersebut.
Pernyataan Bersama Kedutaan Barat di Myanmar
Kedutaan Barat di Myanmar, termasuk Amerika Serikat, mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan serangan itu menggarisbawahi "pengabaian rezim militer atas kewajibannya untuk melindungi warga sipil dan menghormati prinsip-prinsip dan aturan hukum humaniter internasional".
Laporan serangan mematikan itu datang hanya beberapa hari menjelang pertemuan khusus para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk membahas meluasnya kekerasan di Myanmar.
Human Rights Watch (HRW) menyebut serangan itu sebagai "pelanggaran nyata terhadap hukum perang, yang melarang serangan yang menyebabkan kerugian sipil tanpa pandang bulu atau tidak proporsional", dan menyerukan tindakan hukuman yang lebih banyak terhadap militer Myanmar.
"Serangan mengerikan ini harus memicu upaya baru oleh negara-negara terkait untuk menegakkan sanksi yang lebih keras terhadap junta, termasuk memutus aksesnya ke pendapatan mata uang asing serta senjata dan bahan bakar penerbangan", kata Direktur HRW Asia Elaine Peterson.
Delapan kelompok lokal Myanmar juga mendukung seruan untuk sanksi baru, menyebut serangan itu “tidak manusiawi”.
“Serangan-serangan pengeboman yang disengaja terhadap sebuah pertemuan sipil besar yang mengakibatkan pembunuhan massal ini merupakan tindakan kejahatan perang yang serius", kelompok-kelompok yang termasuk Federasi Pelajar Kachin dan Liga Wanita Burma mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Advertisement