Liputan6.com, Jakarta - Para perunding minggu ini bertemu di Jenewa untuk membahas perjanjian pandemi yang bertujuan memastikan kelemahan-kelemahan, yang membuat COVID-19 menjadi krisis global, tidak akan pernah terjadi lagi.
Menjelang peringatan tiga tahun munculnya virus ini, para perunding tengah menyusun rancangan konsep awal mengenai apa yang nantinya bisa menjadi kesepakatan internasional tentang cara menangani pandemi pada masa depan.
Baca Juga
"Pelajaran dari pandemi tidak boleh diabaikan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada panel perunding pada awal pembicaraan selama tiga hari, yang akan berakhir Rabu (7/12).
Advertisement
Sebuah badan perunding antar pemerintah kini sedang membuka jalan untuk kesepakatan global yang akan mengatur bagaimana negara-negara mempersiapkan dan menanggapi ancaman pandemi pada masa depan, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (8/12/2022).
Para perunding berkumpul untuk pertemuan ketiga mereka, guna menyempurnakan dan membahas ide-ide mereka sejauh ini.
Laporan mengenai kemajuan panel ini akan disampaikan kepada negara-negara anggota WHO tahun depan, dengan hasil akhir akan dipaparkan untuk dipertimbangkan pada Mei 2024.
Gelombang Varian Baru COVID-19 Berpotensi Hantam Rusia
Sub-varian virus corona Omicron, BQ.1.1 Cerberus lebih menular dibanding varian sebelumnya sehingga berpotensi menciptakan gelombang baru COVID-19 di Rusia.
Hal itu disampaikan kepala spesialis penyakit menular Kementerian Kesehatan Rusia, Vladimir Chulanov.
"Sub-varian Cerberus baru adalah versi dari Omicron. Meski tidak ada informasi yang menunjukkan bahwa itu lebih menular (yang menyebabkan gejala lebih parah), namun varian tersebut mampu menyebar dengan cepat."
"Itulah sebabnya lonjakan kasus (COVID-19) tidak dapat dikesampingkan," lanjutnya seperti dikutip di akun Telegram Kemenkes Rusia sebagaimana diwartakan TASS, dikutip dari Antara, Sabtu (26/11/2022).
Sementara itu para pakar menegaskan bahwa kaum lansia dan pasien dengan penyakit kronis harus berhati-hati terutama selama musim gugur dan musim dingin, sebab "mereka yang paling banyak dirawat di rumah sakit."
Lembaga negara Federal Service for Surveillance on Consumer Rights Protection and Human Wellbeing pada Selasa melaporkan bahwa selama sepakan terakhir Rusia tidak melaporkan kasus baru COVID-19 Omicron sub-varian BQ.1 dan BQ.1.1 Cerberus.
Namun demikian, sub-varian BA.4 dan BA.5 menyumbang sekitar 97 persen dari semua kasus.
Advertisement
COVID-19 Melonjak di Kota China
China telah memberlakukan serangkaian lockdown akibat COVID-19 terbaru, termasuk di kota tempat para pekerja di pabrik iPhone terbesar di dunia bentrok dengan polisi minggu ini. Hal ini karena China mencatat rekor kasus harian tertinggi.
Dilansir The Guardian, Jumat (25/11/2022), komisi kesehatan nasional melaporkan 31.444 kasus baru COVID-19 yang ditularkan secara lokal pada hari Rabu, angka harian tertinggi sejak Virus Corona pertama kali terdeteksi di pusat kota Wuhan di China pada akhir tahun 2019.
Pemerintah China merespons dengan memperketat pembatasan COVID di kota-kota, termasuk Beijing, Shanghai, dan Guangzhou, dan memerintahkan pengujian COVID-19 secara massal.
Di Zhengzhou, Provinsi Henan, di mana terjadi bentrokan pada Selasa dan Rabu antara polisi dan pekerja yang memprotes dari pabrik iPhone Foxconn, pihak berwenang mengumumkan lockdown selama lima hari untuk sekitar 6 juta orang. Warga diperintahkan untuk tinggal di rumah dan melakukan tes PCR setiap hari dalam upaya perang melawan virus.
Seorang pekerja mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa protes telah dimulai karena perselisihan tentang bonus yang dijanjikan di pabrik Foxconn dan kondisi kehidupan yang “kacau”.
Foxconn, pemilik pabrik yang berbasis di Taiwan, yang mempekerjakan sekitar 200.000 orang di Zhengzhou, sangat ingin mempertahankan operasi pabrik setelah beberapa kasus COVID memaksanya untuk mengunci fasilitas, dan merekrut pekerja baru dari seluruh negeri.
Sementara itu, karyawan mengatakan protes dimulai setelah perusahaan mengubah ketentuan gaji mereka.
Ketatnya Aturan COVID-19 di China
Penegakan ketat kebijakan "dinamis nol COVID" China selama hampir tiga tahun telah membebani ekonominya dan memicu frustrasi di kalangan penduduk.
Pada 11 November, pemerintah mengumumkan akan mempersingkat karantina dan melonggarkan pembatasan lainnya, sebuah langkah yang tampaknya ditujukan untuk mengurangi tekanan ekonomi dan meredakan ketidakpuasan publik. Namun pada saat yang sama, pejabat senior mengingatkan para kader agar tidak lengah.
Di antara langkah-langkah baru, Guangzhou memberlakukan lockdown lima hari di Distrik Baiyun mulai Senin untuk mengekang lonjakan kasus. Warga diminta untuk tinggal di rumah dan angkutan umum telah ditangguhkan, termasuk daerah yang tidak melaporkan infeksi selama tiga hari berturut-turut dapat mencabut pembatasan.
Advertisement