Liputan6.com, Beijing - China pada Sabtu (10/12) mengatakan akan menghentikan aturan tes COVID-19 terhadap para pengemudi truk dan awak kapal yang mengangkut barang-barang di dalam negeri. Langkah itu menghapuskan hambatan utama dari jaringan rantai pasokannya di tengah percepatan pencabutan kebijakan nol-COVID di negara itu.
China pekan ini melakukan perubahan arah secara dramatis untuk membuka kembali perekonomian, dan melonggarkan beberapa bagian penting dari kebijakan COVID-19.
Baca Juga
Pergeseran itu disambut oleh publik sekaligus memicu kekhawatiran bahwa infeksi dapat melonjak dan menyebabkan gangguan lebih lanjut.
Advertisement
Kini Beijing mengurangi tes COVID-19 dan memperbolehkan warga yang bergejala ringan atau tak bergejala untuk menjalani karantina di rumah.
Fokus China telah bergeser untuk memastikan persediaan obat-obatan yang memadai dan menopang sistem layanan kesehatan negara, yang menurut para ahli dapat dengan cepat kewalahan.
Tiga tahun setelah virus korona muncul di China tengah, rakyat ingin negara itu mulai menyelaraskan diri dengan seluruh dunia, yang sebagian besar telah membuka diri untuk hidup berdampingan dengan COVID-19.
Setelah protes yang meluas, pihak berwenang mengubah arah, memicu kekhawatiran di negara dengan tingkat vaksinasi yang relatif rendah tersebut.
China melaporkan 13.585 kasus COVID-19 baru yang ditularkan dalam masyarakat pada Jumat (9/12). Sebanyak 3.034 di antaranya bergejala, dan 10.551 tak bergejala. Angka itu turun dari 16.592 sehari sebelumnya dan turun drastis dari awal bulan ini, di tengah pengurangan tes.
Pakar Penyakit Menular China: COVID-19 Belum Berakhir
Pakar penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan atas ternama di China Prof Zhong Nanshan mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 belum berakhir, namun menekankan bahwa patogen varian Omicron sudah sangat berkurang.
"Untuk mengevaluasi situasi yang disebabkan oleh Omicron dengan benar, kami tidak dapat sepenuhnya menggunakan metode yang sama dua tahun lalu," kata Zhong saat berbicara pada konferensi akademik nasional tentang penyakit pernapasan, Kamis (8/12) malam.
"Virus menjadi sangat menular, tetapi patogenisitas telah sangat berkurang," ujar dokter spesialis paru-paru yang menemukan virus SARS pada 2003 itu menambahkan.
Ia menganggap Omicron tidak mengerikan karena 99 persen orang yang terinfeksi bisa sembuh dalam jangka waktu tujuh hingga 10 hari.
Penyebaran gelombang kedua Omicron di China, sambung dia, sangat cepat dan risiko gejala sisanya berkurang signifikan dibandingkan dengan varian Delta.
Menurut dia, masalah pasca-pemulihan sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi psikologi sosial yang masih perlu dicermati lebih jauh dari perspektif klinis yang ketat.
"Dan kita harus melihatnya secara objektif," kata Zhong sebagaimana diwartakan chinanews.com, dikutip dari Antara, Sabtu (10/12/2022).
Advertisement
Kebijakan Anti-pandemi
Terkait dengan kebijakan terbaru anti-pandemi yang dikeluarkan oleh Dewan Pemerintahan, dia menyarankan agar diimplementasikan dengan baik dan lebih ditekankan pada pasien yang parah.
"Selanjutnya kita harus lebih memperkuat vaksinasi. Pemerintah harus fokus pada imunisasi kalangan lansia, kelompok rentan, staf medis, dan mempercepat persetujuan vaksin semprot dan vaksin isap," katanya seperti diwawancarai CCTV, media penyiaran resmi China.
Pakar kesehatan berusia 86 tahun itu menyebutkan bahwa hingga 28 November 2022, rasio kasus COVID-19 di China adalah 1 berbanding 374 rata-rata global dengan angka kematian 1 berbanding 232 rata-rata global.
Oleh karenanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis bahwa strategi pencegahan dan pengendalian COVID-19 di empat negara, China termasuk yang terbaik, demikian Zhong.
Sejak awal pekan ini, China mengeluarkan serangkaian kebijakan yang lebih longgar dalam penerapan protokol kesehatan anti-pandemi setelah meledak gejolak sosial di berbagai kota.
China satu-satunya negara yang menerapkan kebijakan nol kasus COVID-19.
Kota Beijing Masih Harus Adaptasi
Ibukota China menunjukkan tanda-tanda untuk kembali normal Kamis (8 Des) setelah perubahan secara tiba-tiba dari kebijakan pandemi COVID-19 garis keras yang memukul ekonomi terbesar kedua di dunia dan memicu protes yang jarang terjadi.
Dilansir Channel News Asia, Jumat (9/12/2022), Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Beijing pada Rabu mengumumkan pelonggaran pembatasan nol-COVID secara nasional, mengurangi cakupan pengujian wajib, mengizinkan beberapa kasus positif untuk dikarantina di rumah, dan mengakhiri lockdown skala besar.
Relaksasi besar-besaran dari kebijakan pandemi andalan Presiden Xi Jinping, badan kesehatan utama negara itu mengatakan pergeseran taktik dimaksudkan untuk membantu negara itu "mengikuti perubahan zaman".
Di ibu kota, di mana lonjakan kasus telah memaksa banyak orang untuk tinggal di rumah dan menutup bisnis dan sekolah, lalu lintas kembali menjadi sekitar setengah dari intensitas biasanya pada Kamis, kata seorang wartawan AFP.
Di bawah pedoman baru, frekuensi dan ruang lingkup pengujian PCR - yang sudah lama menjadi andalan kehidupan - telah dikurangi.
Tetapi sementara jumlah tempat pengujian di sekitar Beijing telah menurun, yang masih tetap sibuk, dengan banyak tempat kerja yang terus membutuhkan tes negatif.
"Saya datang untuk tes karena seseorang di kantor saya dinyatakan positif. Saya harap saya tidak tertular COVID," kata Chen Min, warga berusia 28 tahun.
Advertisement