65 Anak Dilaporkan Tewas di Demonstrasi Iran

Demo di Iran masih terus berlanjut.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Des 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 17 Des 2022, 18:00 WIB
Iran mencekam di demo Mahsa Amini. Foto pendemo 19 September 2022.
Iran mencekam di demo Mahsa Amini. Foto pendemo 19 September 2022. Dok: AP Photo

Liputan6.com, Tehran - Puluhan anak dilaporkan tewas di tengah upaya pemerintah Iran meredam demo Iran yang terus meluas. Kelompok oposisi Iran berkata lebih dari 700 orang meninggal dan 30 ribu ditahan.

Demo awalnya dipicu oleh kematian Mahsa Amini yang ditangkap polisi moral karena masalah hijab. Kini, rakyat Iran menuntut pemerintahan yang lebih baik.

"Tiga bulan telah berlalu sejak dimulainya kebangkitan masyarakat Iran melawan rezim mullah," ujar National Council of Resistance of Iran (Dewan Nasional Resistensi Iran), dikutip Arab News, Sabtu (17/12/2022).

"Berdasarkan laporan-laporan dari People’s Mojahedin Organization of Iran (Organisasi Mujahidin Rakyat Iran) dari dalam negeri, ada lebih dari 700 orang telah dibunuh dan ribuan lainnya terluka akibat kekuatan represif dan lebih dari 30.000 orang ditahan dan dikenakan penyiksaan yang paling brutal," lanjut pertanyaan Dewan Nasional Resistensi Iran.

Baru-baru ini, Iran juga dicopot dari komisi hak perempuan PBB.

Laporan dari Komite Luar Negeri Dewan Nasional Resistensi Iran telah merilis nama-nama korban berdasarkan laporan dari organisasi mujahidin rakyat. Di antara nama-nama korban, ada sejumlah anak kecil.

13 korban meninggal adalah anak perempuan dan 52 lainnya adalah laki-laki-. Ada lima korban yang usianya masih di bawah lima tahun, dan 60 lainnya berusia 10 hingga 17 tahun.

Korban tidak hanya berasal dari Tehran. Mereka berasal dari 33 kota di berbagai penjuru Iran. Jumlah korban anak terbanyak berada di kota Zahedan. Kemudian ada sembilan yang meninggal di Tehran, dan empat korban di Piranshahr.

"Kebanyakan dari anak-anak ini dibunuh oleh luka tembak, tetapi sebagian, termasuk Sarina Ismailzadeh, Nika Shakrami, Mohammad Hossein Kamandalo, dan Maedeh Hashemi dibunuh oleh pukulan baton di kepala dan area-area vital lainnya atau dipukul keras oleh pasukan keamanan," tulis laporan tersebut.

Laporan itu mencatat kemungkinan jumlah korban sebenarnya da lebih banyak lagi.

Pemerintah Iran membantah terlibat pada kematian para anak-anak, tetapi laporan itu tetap menyorot bahwa anak-anak menjadi korban pemerintah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


PBB Hapus Iran dari Badan Pelindung Hak Perempuan

Mahsa Amini meninggal setelah ia ditangkap polisi akibat tidak pakai hijab dengan benar. Warga Iran pun demo.
Mahsa Amini meninggal setelah ia ditangkap polisi akibat tidak pakai hijab dengan benar. Warga Iran pun demo. Dok: AP Photo

Sebelumnya dilaporkan, PBB pada hari Rabu (14 Desember) memilih untuk menghapus Iran dari badan hak-hak perempuan, menyusul kampanye bersama oleh Amerika Serikat, atas penumpasan brutal Teheran terhadap protes yang dipimpin perempuan.

Dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12/2022), aktivis pro-demokrasi Iran memuji pengusiran republik Islam itu dari Komisi PBB tentang Status Perempuan (UNCSW) untuk sisa masa jabatan 2022-2026.

Diperlukan mayoritas sederhana untuk mengadopsi langkah tersebut, yang diusulkan oleh Amerika Serikat, ditentang oleh sekutu Iran, Rusia dan China, dan menandai kemenangan diplomatik untuk Washington.

Dua puluh sembilan anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) memberikan suara setuju, delapan negara menentang dan 16 abstain.

Resolusi tersebut mencabut keanggotaan Iran dari komisi tersebut dengan segera.

Teks tersebut mengatakan bahwa kepemimpinan Iran "terus melemahkan dan semakin menindas hak asasi perempuan dan anak perempuan, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, seringkali dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan".

Ia menambahkan bahwa pemerintah Iran melakukannya "dengan menjalankan kebijakan yang secara terang-terangan bertentangan dengan hak asasi perempuan dan anak perempuan" dan mandat komisi "serta melalui penggunaan kekuatan mematikan yang mengakibatkan kematian para pengunjuk rasa damai, termasuk perempuan dan anak perempuan".


Respons Kedubes Iran

Demonstrasi di Iran yang berawal pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (screengrab)
Demonstrasi di Iran yang berawal pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (screengrab)

Keanggotaan Republik Islam Iran di Komisi PBB tentang Status Perempuan (UNCSW) berakhir pada Rabu (14/12/2022) malam menyusul resolusi ilegal dari Amerika Serikat untuk mengakhiri keanggotaan ini berdasarkan klaim tak berdasar dan argumen palsu dengan menggunakan narasi keliru yang bertentangan dengan semangat dan teks dari Piagam PBB, demikian bunyi kalimat awal dari pernyataan Kedubes Iran di Jakarta.

Dalam rilisnya, pihak Iran menyebut bahwa Komisi Status Perempuan PBB adalah salah satu pilar Dewan Sosial dan Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC). Resolusi untuk membatalkan keikutsertaan Iran dalam Komisi Status Perempuan PBB diajukan oleh pemerintah AS dan sebagai kelanjutan dari tekanan global terhadap Iran dengan tujuan mendukung kerusuhan.

Hal ini terjadi pada saat Iran telah menjadi anggota Komisi UNCSW selama dua periode dalam 10 tahun terakhir (sejak 2011) dan memenangkan keanggotaan badan ini untuk ketiga kalinya selama pemilihan tahun lalu (April 2021) dengan jumlah suara maksimum (43 suara dari 54 negara anggota ECOSOC).

Tindakan bias Amerika terhadap Republik Islam Iran ini merupakan upaya untuk memaksakan tuntutan politik sepihak dan mengabaikan tata cara pemilihan anggota di lembaga internasional, demikian dikatakan dalam rilis yang ditulis oleh Kedubes Iran di Jakarta, Jumat (16/12/2022).

Iran mengklaim bahwa Amerika Serikat sejak pemunggutan suara untuk keanggotaan Iran pada UNCSW menentang keanggotaan negara kami, tetapi upayanya tidak berhasil mengingat kepercayaan dan suara negara-negara anggota ECOSOC kepada Iran.

"Oleh karena itu AS memanfaatkan perkembangan terakhir di Iran untuk mencapai tujuan utamanya. Tindakan bias AS terhadap Republik Islam Iran ini merupakan penghinaan besar bagi negara-negara yang memberikan surara untuk keanggotaan Iran dalam UNCSW," tulis Kedubes Iran.


Bidah Politik

Presiden baru terpilih Iran Ebrahim Raisi berdiri di podium saat upacara pengambilan sumpah di parlemen Iran di ibukota Teheran pada 5 Agustus 2021. (Atta KENARE / AFP)
Presiden baru terpilih Iran Ebrahim Raisi berdiri di podium saat upacara pengambilan sumpah di parlemen Iran di ibukota Teheran pada 5 Agustus 2021. (Atta KENARE / AFP)

Selanjutnya, Iran menyebut pencopotan itu sebagai "bidah politik". Berikut pernyataannya: 

"Mencabut anggota sah UNCSW adalah bidah politik yang mendiskreditkan organisasi internasional ini dan juga menciptakan prosedur sepihak untuk penyalahgunaan lembaga internasional di masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara yang memaksakan unilatralisme di pentas internasional, takut dan khawatair terhadap kehadiran negara-negara merdeka yang memiliki pemikiran, pandangan dan kemampuan mengonsep dalam dokumen-dokumen organisasi internasional. Tidak diragukan lagi bahwa AS tidak dapat menutupi meluasnya pelanggaran hak-hak bangsa Iran khususnya perempuan negara kami melalui pengenaan sanksi sepihak selama beberapa dekade."

"Pemerintah Amerika Serikat dan sekutu Baratnya yang mencampuri urusan dalam negeri Republik Islam dengan bersekutu dengan kelompok anti-Iran yang berada di luar negeri dan mengusulkan rancangan resolusi untuk mengakhiri keanggotaan Iran di UNCSW adalah bid'ah yang berbahaya di PBB untuk seluruh negara dunia yang tidak sejalan dengan keinginan negara-negara adidaya. Dan sungguh ironi bahwa rezim Zionis Israel dengan catatan hitam kejahatan terorganisir terhadap bangsa Palestina, dianggap sebagai anggota UNCSW dengan dukungan Amerika Serikat dan sekutunya."

"Selama 40 tahun setelah pendirian Republik Islam Iran, kami telah membuat prestasi besar di bidang kemajuan perempuan, dan jelas bahwa perempuan Iran akan melanjutkan jalan kemajuan dan pembangunan mereka berdasarkan nilai-nilai budaya dan peradaban kami. Republik Islam Iran akan tetap menggunakan semua peluang dan platform yang tersedia untuk mengekspresikan pandangan berprinsipnya di forum-forum internasional."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya