Liputan6.com, Pyongyang- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah 'menyingkirkan' mantan menteri luar negeri yang memainkan peran penting dalam pertemuan puncak (KTT) dengan mantan Presiden AS Donald Trump pada 2018 dan 2019, kata anggota parlemen Korea Selatan pada Kamis (5 Januari), mengutip pejabat intelijen.
Ri Yong-ho tidak terlihat oleh publik sejak pembicaraan denuklirisasi dengan Washington terhenti setelah pertemuan puncak yang gagal pada awal 2019 di Vietnam antara Kim dan Trump, tetapi Yomiuri Shimbun dari Jepang melaporkan pada Rabu 4 Januari 2022 bahwa dia dieksekusi tahun lalu, mengutip sumber tanpa nama.
Baca Juga
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan mengatakan kepada anggota parlemen bahwa Ri telah 'singkirkan' tetapi tidak jelas apakah dia dieksekusi, kata Yoo Sang-bum, anggota komite intelijen parlemen.
Advertisement
"Mereka mengkonfirmasi pembersihan Ri tetapi bukan eksekusinya," kata Yoo kepada wartawan setelah pengarahan oleh agen mata-mata.
Yoo mengatakan agensi tidak menjelaskan mengapa Ri 'disingkirkan', dan anggota parlemen tidak dapat mengkonfirmasi laporan media Yomiuri yang juga mengatakan beberapa diplomat lain yang pernah bekerja di Kedutaan Besar Korea Utara di Inggris juga dieksekusi.
Ri terakhir diberitakan di media pemerintah Korea Utara pada April 2020, ketika dia dicopot dari State Affairs Commission (Komisi Urusan Negara), badan pembuat keputusan tertinggi yang diketuai oleh Kim Jong-un. Dia dipecat dari pekerjaan diplomat tertinggi beberapa bulan sebelumnya.
Seorang diplomat karir yang yang berpengalaman bertahun-tahun dalam negosiasi nuklir, Ri menemani Kim Jong-un ke Singapura dan Hanoi untuk pertemuan puncak (KTT) dengan Trump dua kali, yakni pada tahun 2018 dan 2019.
Ri mengadakan konferensi pers tak lama setelah KTT Hanoi berantakan, mengatakan Kim Jong-un telah membuat "proposal realistis" tetapi Trump menuntut lebih banyak konsesi.
'Kabar Angin' Eksekusi Tokoh di KTT Gagal
Ada laporan media tentang eksekusi beberapa pejabat Pyongyang yang terlibat dalam KTT yang gagal, tetapi beberapa akhirnya muncul kembali di media pemerintah setelah beberapa saat.
Yoo juga mengatakan bahwa agen mata-mata mengaitkan pemecatan Pak Jong Chon baru-baru ini, yang pernah menjadi pejabat militer terkuat kedua setelah Kim, karena kurangnya kesiapan selama pelatihan dan kurangnya kepemimpinan.
"Kim telah menggantikan pimpinan militer sama sekali, dan itu pada akhirnya ditujukan untuk memperketat cengkeramannya atas militer," kata Yoo.
Dikutip Channel News Asia, Senin 2 Januari 2022, Pak, wakil ketua Komisi Militer Pusat Partai Buruh yang berkuasa dan sekretaris Komite Pusat partai, digantikan oleh Ri Yong Gil pada pertemuan tahunan komite pekan lalu, kata kantor berita resmi KCNA, Minggu 1 Januari.
Pyongyang secara teratur mengubah kepemimpinannya dan pertemuan pesta akhir tahun sering digunakan untuk mengumumkan perombakan personel dan keputusan kebijakan utama.
Televisi negara menunjukkan bahwa Pak duduk di barisan depan podium dengan kepala tertunduk selama pertemuan sementara anggota lain mengangkat tangan untuk memberikan suara pada masalah kepegawaian. Kursinya kemudian terlihat kosong.
Dia juga absen dalam foto yang dirilis pada hari Senin oleh kantor berita resmi KCNA tentang kunjungan Hari Tahun Baru Kim ke Istana Matahari Kumsusan yang menampung jenazah kakek dan ayahnya, tidak seperti pada bulan Oktober ketika Pak menemani Kim dalam perjalanan ke istana untuk menandai hari jadi pesta.
Komisi Militer Pusat partai, yang dipimpin oleh Kim, dianggap sebagai badan pembuat keputusan militer paling kuat di negara itu, di atas kementerian pertahanan.
Pengganti Pak datang saat Kim menyerukan pengembangan rudal balistik antarbenua baru dan persenjataan nuklir yang lebih besar untuk melawan Amerika Serikat dan Korea Selatan sebagai kunci strategi pertahanan 2023 negara yang terisolasi itu.
Advertisement
Korea Utara Larang Pelancong Asal China Masuk Negaranya, Khawatir Gelombang Baru COVID-19?
Bicara soal Korea Utara, negara tersebut juga ternyata ikut jejak sejumlah negara untuk memberlakukan larangan total terhadap pengunjung dari negara sekutu dan tetangganya itu.
“Warga China untuk sementara dilarang masuk,” demikian pernyataan yang diunggah di situs Badan Imigrasi Nasional China.
“Semua penumpang yang baru tiba (dari China), termasuk warga Korea Utara, harus menjalani karantina dan observasi selama 30 hari.”
Belum jelas kapan atau berapa lama Korea Utara akan memberlakukan larangan itu, dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (31/12/2022).
Beberapa negara telah mengumumkan larangan baru terhadap pelaku perjalanan dari China, sejak Beijing pada minggu ini mengumumkan berakhirnya karantina wajib bagi para pelaku perjalanan yang masuk ke negara tersebut dan mengizinkan warga China untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Kebijakan tersebut memicu lonjakan jumlah penumpang asal China yang bepergian ke luar negeri.
Pada saat yang sama, pelonggaran lockdown dan kebijakan nol-COVID lainnya disusul oleh kenaikan kasus baru COVID yang pesat di China, sehingga meningkatkan kekhawatiran munculnya varian-varian baru virus corona penyebab COVID yang lebih berbahaya.
Larangan yang diberlakukan Korea Utara itu jauh lebih berani dibandingkan kebijakan serupa yang diambil oleh sejumlah negara lainnya, di mana kebanyakan dari mereka hanya mengharuskan penumpang asal China untuk menunjukkan bukti negatif hasil tes COVID-19.
"Baru-baru ini, sejumlah negara telah mengadopsi berbagai kebijakan untuk mengontrol area perbatasan mereka untuk mencegah perebakan pneumonia yang disebabkan oleh virus corona," demikian bunyi pengumuman yang dipajang di situs Imigrasi Nasional China.