Liputan6.com, Athena - Protes bergemuruh di Yunani setelah tabrakan maut antara kereta penumpang dan kereta barang pada Selasa (28/2/2023) malam. Sedikitnya 57 orang, termasuk sejumlah mahasiswa, tewas dalam bencana kereta paling mematikan di negara itu.
Laporan ERT pada Kamis (2/3) menyebutkan bahwa 48 orang lainnya masih dirawat di rumah sakit. Enam dari korban luka yang dirawat berada dalam kondisi kritis karena menderita luka di kepala dan luka bakar serius.
Ribuan pelajar turun ke jalan-jalan di sejumlah kota dan massa dilaporkan terlibat bentrokan dengan polisi di Athena dan kota terbesar kedua Yunani, Thessaloniki. Namun, kekerasan pada Jumat (3/3) tidak meluas dan sisanya protes berlangsung damai.
Advertisement
Dalam bentrokan di Athena, polisi menembakkan gas air mata dan granat kilat untuk membubarkan sejumlah kecil pengunjuk rasa yang melemparkan bom bensin ke arah mereka, membakar tempat sampah, dan menantang petugas. Tidak ada penangkapan atau cedera yang dilaporkan.
Di Kota Larissa, tidak jauh dari lokasi tabrakan kereta, ribuan orang berbaris dengan damai. Protes serupa juga digelar pada Rabu (1/3) dan Kamis.
Setelah kepala stasiun kereta di Larissa ditangkap dan didakwa atas kematian dan menyebabkan luka karena kelalaian terkait tabrakan tersebut, pihak berwenang Yunani pada Kamis merilis rekaman yang memperdengarkan bahwa salah satu masinis menerima instruksi untuk melanggar sinyal merah.
"Lanjutkan melewati sinyal merah sampai lampu lalu lintas masuk Neon Poron," kata kepala stasiun dalam rekaman tersebut seperti dikutip dari CNN, Sabtu (4/3).
"Vasilis, apakah aman untuk melanjutkan?," tanya masinis, yang kemudian direspons dengan jawaban, "Jalan, jalan."
Dalam percakapan kedua, kepala stasiun disebut memerintahkan seorang staf untuk menjaga salah satu kereta di jalur yang sama.
"Haruskah aku mengubahnya sekarang?," tanya staf itu.
"Tidak, tidak, karena 1564 ada di rute ini," ungkap kepala stasiun.
Saat ditangkap, kepala stasiun berusia 59 tahun tersebut menyalahkan tabrakan kereta karena kesalahan teknis. Namun, kemudian dia mengaku "melakukan kesalahan".
Memperumit Proses Identifikasi Korban
Kekuatan tabrakan langsung antar dua kereta dan kebakaran yang diakibatkannya telah memperumit tugas menentukan jumlah korban tewas, di mana petugas terus bekerja sepanjang waktu untuk mencocokkan bagian tubuh yang terpotong-potong dan terbakar dengan sampel jaringan.
Jenazah dikembalikan ke keluarga dalam peti mati tertutup setelah identifikasi melalui sampel DNA kerabat terdekat.
Kerabat penumpang yang masih belum dapat mengidentifikasi anggota keluarga mereka menunggu di luar rumah sakit Larissa. Di antara mereka adalah Mirella Ruci, yang kehilangan putranya berusia 22 tahun, Denis.
"Putra saya tidak ada dalam manifes resmi sejauh ini dan saya tidak punya informasi. Saya memohon kepada siapa pun yang mungkin pernah melihatnya, di gerbong 5, kursi 22, untuk menghubungi saya jika mereka mungkin melihatnya," kata Ruci, yang berusaha menahan tangisnya.
Advertisement
Bendera Setengah Tiang
Gedung-gedung publik mengibarkan bendera setengah hingga Jumat, hari ketiga dalam masa berkabung nasional. Layanan kereta sendiri terhenti menyusul aksi mogok para pekerja selama dua hari dan aksi mogok diperkirakan akan terjadi pula selama akhir pekan.
Polisi pada Jumat pagi waktu setempat menggeledah kantor koordinasi kereta di Larissa, mengumpulkan bukti sebagai bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung.
Stelios Sourlas, seorang pengacara yang mewakili korban tabrakan berusia 23 tahun, mengatakan tanggung jawab atas kematian tersebut melampaui manajer stasiun.
"Manajer stasiun mungkin memiliki tanggung jawab pada prinsipnya... tetapi tanggung jawabnya itu juga lebih luas: ada operator kereta dan pejabat publik yang tugasnya memastikan bahwa tindakan dan prosedur keselamatan dilakukan dengan benar," kata Sourlas seperti dilansir AP.