Liputan6.com, Canterbury - Di Selandia Baru kucing liar dianggap sebagai hama dan membawa risiko bagi keamanan hayati negara. Atas dasar itu, kompetisi berburu binatang berbulu tersebut dilakukan.
Kendati demikian kategori terbaru, kompetisi memburu kucing untuk anak-anak di Selandia Baru telah dibatalkan.
Melansir BBC, Kamis (19/4/2023), pembatalan ini diketahui sebagai imbas dari banyaknya respons buruk yang diterima terkait acara perburuan kucing liar tersebut. Penyelenggara acara mendapat banyak kritikan setelah mengumumkan kategori kompetisi berburu kucing liar untuk anak usia 14 tahun ke bawah.
Advertisement
Saat anak-anak diberitahu untuk tidak membunuh hewan peliharaan, tetapi sebaliknya mereka didorong untuk membunuh kucing liar sebanyak mungkin untuk mendapatkan hadiah. Ironis.
Dalam kategori terbaru perburuan kucing liar untuk anak di bawah 14 tahun yang menuai kontroveri, mereka yang paling banyak membunuh kucing antara pertengahan April dan akhir Juni akan memenangkan 250 dolar Selandia baru atau setara 2.305.000 rupiah. Jumlah yang cukup banyak untuk dapat mendorong para anak membunuh hewan tersebut.
Kelompok kesejahteraan hewan mengecam keras acara tersebut.
Selasa 18 April 2023 lalu, Society for the Prevention of Cruelty to Animals di Selandia Baru mengatakan bahwa mereka puas dan lega mengetahui acara pembunuhan kucing itu batal dilaksanakan.
Perwakilan kelompok masyarakat tersebut berpendapat bahwa anak-anak, bahkan orang dewasa sekali pun, akan sulit untuk dapat mengidentifikasi kucing "liar".
Sulit dibedakan antara kucing peliharaan dengan sifat liar, kucing yang memang liar, dan kucing yang sebenarnya hanya ketakutan.
Ini akan meningkatkan risiko kucing peliharaan atau rumahan terbunuh tanpa sengaja, karena salah mengidentifikasi.
Dapat Kecaman, Kompetisi Dibatalkan
“Kita seharusnya mengajari anak-anak untuk berempati pada hewan, bukan malah memberi mereka senjata untuk membunuhnya,” kata juru bicara badan amal kesejahteraan hewan Safe kepada media lokal 1News.
Perburuan kucing liar ini adalah bagian kecil dari acara yang lebih besar.
Acara tersebut diumumkan sebagai bagian dari perburuan penggalangan dana bulan Juni.
Penggalangan dana ditujukan untuk sebuah sekolah lokal di Canterbury Utara di Pulau Selatan, daerah pedesaan Selandia Baru yang sebagian besar daerahnya merupakan tempat berburu populer.
Kompetisi tahunan ini biasanya meraih ratusan peserta, termasuk anak-anak, yang bersaing untuk membunuh babi hutan, rusa, dan kelinci.
Penyelenggara North Canterbury Hunting Competition mengumumkan pembatalan acara perburuan kucing ini pada hari Selasa lalu.
Mereka mengatakan bahwa email kecaman yang keji dan tidak pantas alasannya.
"Kami kecewa dan meminta maaf kepada mereka yang antusias untuk bisa terlibat dalam acara yang dapat melindungi burung varietas asli kami, dan spesies rentan lainnya," tulis kelompok itu di Facebook.
Advertisement
Kucing Liar Dianggap Hama dan Bawa Kerugian
Pihak penyelenggara menegaskan bahwa siapa pun yang berpartisipasi dalam perburuan mereka diharuskan mematuhi undang-undang senjata api dan kesejahteraan hewan.
Postingan berisi informasi pembatalan kompetisi tersebut mendapat berbagai macam respons. Ada lebih dari 100 komentar diunggah.
Komentar dari pengguna di unggahan itu justru lebih banyak yang membela penyelenggaraan kompetisi tersebut. Mereka nampak paham dan setuju dengan alasan diselenggarakannya acara tersebut.
Para pengguna itu mengatakan bahwa ajang perburuan ini bisa menjadi sebuah strategi pemusnahan hama yang dikendalikan.
"Seandainya saja orang tahu kerusakan yang disebabkan oleh kucing liar di sekitar tempat itu," tulis seorang penduduk setempat.
"Mereka juga membawa efek pada pertanian kami," keluh yang lainnya.
“Kucing liar membawa penyakit, kami akan terus menembak mereka selama kami terus melihatnya,” tulis pengguna tersebut.
Kucing domestik di Selandia Baru termasuk banyak yaitu mencapai angka 1,2 juta kucing. Namun, jumlah kucing liar adalah dua kali lipat angka tersebut.
Populasi Kucing Liar Perlu Dikendalikan
Jumlah yang menakjubkan itu jelas merupakan ancaman bagi negara tersebut.
Langkah-langkah untuk mengendalikan populasi menjadi bahan perdebatan sengit di Selandia Baru. Meski disetujui bahwa hewan tersebut merupakan ancaman utama bagi spesies asli di negara tersebut.
Kelompok konservasi terbesar Selandia Baru, yaitu Royal Forest dan Bird Protection Society, memperkirakan bahwa kucing liar bertanggung jawab atas kematian dari 1,1 juta burung spesies asli setiap tahunnya.
Tak hanya itu, puluhan juta burung spesies pendatang juga terkena imbasnya.
Seorang ahli biosekuriti, Dr. Helen Blackie, mengatakan kepada Radio New Zealand bahwa kucing liar bertanggung jawab atas kepunahan enam spesies burung, serta penurunan populasi kelelawar, katak, dan kadal.
Tak hanya menjadi pemangsa hewan lain, mereka juga diketahui membawa infeksi parasit toksoplasmosis, penyakit yang berdampak signifikan pada industri domba Selandia Baru.
Blackie mengatakan bahwa kucing liar tidak secara resmi diklasifikasikan sebagai hama, terutama di Canterbury.
Advertisement