2 Mei 2004: Pembantaian Muslim di Nigeria, 600 Orang Lebih Tewas

Konflik antar etnis di Nigeria pada tahun tersebut sedang panas-panasnya. Penyerangan yang dilakukan terhadap Muslim di Yelwa, Nigeria, merupakan serangan balasan dari kelompok etnis

oleh Yasmina Shofa Az Zahra diperbarui 02 Mei 2023, 06:02 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2023, 06:02 WIB
Ilustrasi meninggal, kematian, makam, kuburan
Ilustrasi makam. (Photo by Gabe Pierce on Unsplash)

Liputan6.com, Yelwa - Tepat 19 tahun yang lalu, kelompok etnis menyerang sebuah kota kecil di Nigeria.

Melansir The New Humanitarian, lebih dari 600 orang tewas dalam penyerangan yang terjadi 2 Mei 2004.

Saat itu sekelompok milisi bersenjata berat dari kelompok etnis Tarok yang sebagian besar beragama Kristen dilaporkan menyerbu kota kecil Yelwa di negara bagian Plateau.

Kedatangan mereka disebut merupakan bentuk pembalasan atas serangan Muslim sebelumnya terhadap komunitas itu.

Korban pembantaian tersebut sebagian besar adalah anggota suku Hausa dan Fulani. 

Umar Mairiga, salah satu anggota tim Palang Merah yang datang ke Yelwa mengatakan kepada wartawan bahwa ia diperlihatkan 250 lebih kuburan massal.

Mairiga mengatakan, laporan mengatakan bahwa beberapa ratus orang telah terbunuh. “Dari apa yang kami lihat dan dengar, kami pikir benar bahwa lebih dari 600 orang tewas,” katanya.

Menurut Mairiga, sejumlah orang yang tidak diketahui jumlahnya, kebanyakan wanita dan anak-anak, diculik dalam penyerangan oleh pemuda Tarok bersenjatakan senapan dan parang. 

Selain jumlah korban tewas yang mencapai 600, tim penyelamat juga sempat merawat sekitar 158 ​​orang cedera.

Tarok adalah petani dari negara bagian Dataran Tinggi yang kebanyakan beragama Kristen dan Animisme. 

Masyarakat yang mereka serang di Yelwa sebagian besar adalah penggembala nomaden Hausa dan Fulani serta pedagang keliling yang telah bermigrasi ke wilayah tersebut dari Nigeria utara selama satu abad sebelumnya. 

Orang utara ini merupakan minoritas dari 10.000 penduduk kota.

Sebagian Besar Penduduk Meninggalkan Kota

Ilustrasi Al-Shabab serang pangkalan militer pasukan Uni Afrika di Kota Golweyn, wilayah Shabelle, Somalia. (AFP)
Ilustrasi penjagaan militer bersenjata lengkap. (AFP)

Meskipun polisi dan tentara bersenjata lengkap sudah menjaga kota kecil tersebut sejak pembantaian, banyak penduduk yang tetap memilih meninggalkan kota tersebut karena trauma mendalam atas insiden mengerikan yang mereka alami.

Para pengungsi itu bahkan meminta pengawalan polisi untuk membawa mereka ke negara bagian Bauchi dan Nassarawa yang bertetangga, karena takut orang-orang Kristen di desa-desa sekitar akan mencoba membunuh mereka ketika mereka pergi, kata seorang pekerja Palang Merah.

"Mereka menggunakan pengawalan polisi untuk membawa mereka keluar sepenuhnya dari daerah itu karena militan Kristen memasang penghalang jalan," kata Mairiga, mengutip The Irish Times.

Yang tersisa sekitar sepertiganya, tiga perempat lainnya telah pergi mengungsi.

Seorang koresponden IRIN, media yang dikelola PBB, diizinkan oleh pasukan keamanan untuk mengunjungi Yelwa. Ia mengatakan bahwa kota itu dipenuhi puing rumah yang menghitam, dibakar oleh para penyerang dengan minyak tanah.

Palang Merah telah mendistribusikan tenda, piring, ember plastik, serta makanan kepada mereka yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan itu.

Konflik yang Tak Kunjung Reda

Ilustrasi bendera Nigeria. (Unsplash/Emmanuel Ikwuegbu)
Ilustrasi bendera Nigeria. (Unsplash/Emmanuel Ikwuegbu)

Keadaan berubah kacau sejak tahun 2001 ketika kekerasan antar sektarian Muslim dan Kristen menjadi semakin sering terjadi.

Lebih dari 1.000 orang diyakini telah tewas dalam serangan kekerasan antar-komunal berturut-turut di negara bagian Plateau sepanjang tahun tersebut. 

Pecahnya kekerasan itu dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Muslim dan Kristen di Nigeria yang disebabkan oleh penerapan hukum Syariah Islam yang ketat oleh 12 negara bagian di utara yang mayoritas Muslim. 

Banyak non-Muslim menganggap pengenalan hukum Syariah, yang menetapkan hukuman seperti cambuk di depan umum karena minum alkohol dan rajam sampai mati karena perzinahan, menjadi bagian dari rencana Muslim untuk mencapai hegemoni atas Nigeria.

Namun, seorang warga Jos mengatakan kepada IRIN bahwa konflik di negara bagian Plateau lebih banyak mengenai tanah daripada agama.

“Ini lebih merupakan masalah penduduk asli yang takut tanah mereka diambil alih dan memutuskan untuk memperjuangkannya,” katanya. 

Banyak komunitas adat di Sabuk Tengah menjadi takut akan kalah dari pendatang baru. 

Pemerintah telah berusaha menyatukan kedua belah pihak untuk menghentikan pembunuhan yang terus-menerus terjadi.

Namun, mediasi tersebut gagal membuahkan hasil.

Serangan Kelompok Bersenjata Bunuh 33 Orang di Nigeria

ilustrasi peluru tembakan.
ilustrasi peluru tembakan. (iStockphoto)

Sudah sejak 2004, kerap terjadi penggunaan senapan dalam berbagai serangan. Baru-baru ini. Serangan terjadi di negara tersebut, 33 orang dinyatakan tewas.

Sekelompok orang bersenjata menyerang sebuah desa di barat laut Nigeria dan menewaskan sedikitnya 33 orang pada Sabtu 15 Maret 2023. Hal tersebut dikonfirmasi oleh seorang pejabat lokal pada Minggu (16/4).

Ketua wilayah Zangon Kataf, Francis Zimbo, mengatakan bahwa lebih dari 35 rumah hancur dalam kekerasan di Runji, yang berada di Negara Bagian Kaduna.

 Otoritas setempat dilaporkan menolak mengonfirmasi jumlah korban tewas.

"Pasukan menghadapi penyerang dengan sengit dan lokasi serangan berada di area umum," ungkap Komisaris Keamanan Negara Samuel Aruwan seperti dilansir AP, Senin (17/4).

Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.

Tragedi itu menambah panjang daftar kekerasan di Nigeria. Awal bulan ini, kelompok bersenjata dilaporkan menculik 10 siswa tidak jauh dari lokasi serangan pada Sabtu.

Baca selengkapnya di sini...

Infografis Penyebab Perang Bersaudara Berkecamuk di Sudan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penyebab Perang Bersaudara Berkecamuk di Sudan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya