Liputan6.com, Jakarta - Pria-pria bertelanjang dada, sementara para wanita berbikini, menjadi pemandangan sehari-hari di Eropa belakangan ini. Mereka menjejali pantai dan taman air untuk mendinginkan tubuh dari sengatan panas ekstrem yang mematikan.
Adalah gelombang panas Cerberus, penyebab naiknya suhu yang mencengkeram Eropa selatan hingga beberapa hari mendatang. Penamaan Cerberus diberikan Masyarakat Meteorologi Italia merujuk pada nama monster berkepala tiga dalam mitologi Yunani, yang mampu menyemburkan api.
Baca Juga
Rekor suhu panas telah dipecahkan di sebagian besar Eropa, termasuk Prancis, Swiss, Jerman, dan Italia, di mana suhu tertinggi 40 derajat Celcius kembali tercatat pada Rabu 12 Juli. Di Spanyol, suhu daratan di sejumlah daerah berdasarkan rekaman satelit telah melampaui 60 derajat Celcius, seperti dilansir Independent.
Advertisement
KBRI Paris menyebutkan bahwa suhu di Prancis memang dirasakan menyengat. "Tapi fluktuatif ya... Karena weekend lalu sempat naik sampai 37 derajat Celcius yang rasanya sampai seperti 42 derajat Celcius," demikian info dari pihak KBRI Paris kepada Liputan6.com melalui pesan singkat pada Kamis 13 Juli.
Kendati demikian sejauh ini belum ada imbauan khusus untuk warga negara Indonesia di Paris. "Karena Pemerintah Prancis belum menyatakan alert, jadi kami tidak keluarkan alert untuk WNI juga."
Di Italia, suhu panas diprediksi dapat mencapai 48,8 derajat Celcius. Dikutip dari BBC, Level siaga merah telah dikeluarkan untuk 10 kota, termasuk Florence dan Roma.
Panasnya suhu pun menelan korban jiwa. Pada Selasa 11 Juli, pria berusia 44 tahun dilaporkan pingsan di tengah panas ekstrem saat sedang mengecat zebra cross di Kota Lodi. Dia dilarikan ke rumah sakit, namun kemudian dinyatakan meninggal.
Sejumlah turis di Italia juga pingsan karena sengatan gelombang panas, termasuk seorang pria Inggris yang tengah berada di luar Colosseum di Roma. "Kita mengalami gelombang panas yang tidak tertahankan," twit politikus Italia Nicola Fratoianni.
"Pada jam-jam terpanas, semua tindakan pencegahan perlu diambil untuk menghindari tragedi seperti yang terjadi di Lodi."
Met Office, layanan cuaca nasional Inggris, mengungkapkan suhu panas ekstrem akan mencapai puncaknya pada Jumat (14/7/2023).
Di ibu kota Republik Ceko, cuaca panas pada Sabtu 15 Juli diperkirakan dapat setinggi 36 derajat Celcius, naik dari rata-rata 24 derajat Celcius selama Juli. Suhu terpanas di Eropa sebelumnya, yaitu setinggi 48,8 derajat Celcius, tercatat di dekat Syracuse, Sisilia, Italia, pada Agustus 2021.
Sementara di Amerika Serikat, suhu panas ekstrem melampaui 43 derajat Celcius diperkirakan melanda wilayah Barat Daya pekan ini, menempatkan hampir 90 juta orang di bawah peringatan cuaca buruk, seperti disampaikan Badan Cuaca Nasional AS.
Seluruh wilayah tersebut, termasuk Negara Bagian Arizona, California, dan Nevada, pun harus bersiap menghadapi gelombang panas mematikan. Pada Selasa 11 Juli, Gubernur California Gavin Newsom mengumumkan kampanye "Heat Ready CA" senilai USD 20 juta, yang dirancang untuk melindungi warga dari panas ekstrem.
Suhu ekstrem di Antelope Valley dan sekitarnya diprediksi akan mencapai 44,4 derajat Celcius pekan ini.
"Para ilmuwan memproyeksikan bahwa pada tahun-tahun dan dekade mendatang, seluruh California akan terdampak oleh suhu rata-rata yang lebih tinggi dan gelombang panas yang lebih sering serta mengancam jiwa," sebut Newsom, seperti dilansir CBS News.
Dia menambahkan bahwa populasi rentan akan menderita paling parah. Kampanye kesadaran publik pun telah dilancarkan, dengan fokus pada memperingatkan warga yang rentan terhadap panas, termasuk lansia, perempuan hamil, dan penyandang disabilitas.
Di California, suhu panas ekstrem sebelumnya telah menyebabkan kebakaran hutan dan pemadaman listik. Pihak berwenang mengatakan bahwa pekan lalu seorang pria California usia 65 tahun ditemukan meninggal di dalam mobilnya di Taman Nasional Death Valley akibat panas ekstrem.
Sebagai bagian dari pencegahan, otoritas negara bagian telah membuka pusat-pusat pendingin di berbagai wilayah dan juga mengeluarkan serangkaian rekomendasi.
Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Puspa Dewy menilai gelombang panas yang terjadi akhir-kahir ini sebagai dampak nyata dari perubahan iklim. Krisis iklim yang terjadi saat ini semakin parah dan dapat berdampak ke Indonesia bila pemerintah tidak serius menangani perubahan iklim yang terjadi.
"Skema-skema solusi iklim palsu dan ketidakseriusan menghentikan penggunaan energi fosil adalah salah satu ketidakseriusan pemerintah mengatasi krisis iklim," ucap Dewy kepada Liputan6.com melalui pesan tertulis.
"Gelombang panas juga tiga bulan yang lalu melanda di beberapa negara belahan di Asia, bahkan menimbulkan korban jiwa," imbuh Dewy.
Dewy menilai, saat ini kebijakan Indonesia belum ambisius mengatasi krisis iklim, bahkan di Indonesia belum ada kebijakan yang menjadi payung hukum atas krisis iklim.
"Walhi dan beberapa organisasi masyarakat sipil di Indonesia saat ini sedang menginisiasi dan mendorong pemerintah Indonesia untuk segera merancang dan memasukkan RUU Keadilan Iklim pada prolegnas 2024 ke depan," tegas Dewy.
Krisis iklim, sambung Dewy, masih dilihat sebagai skema bussines as usual. "Terlihat dengan skema pendanaan yang sebagian besar masih menggunakan skema utang," jelasnya.
Terpisah, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menuturkan, tidak sedikit yang beranggapan bahwa ancaman perubahan iklim dan krisis pangan belum terlalu terlihat di Indonesia, karena ketersediaan sumber daya alam masih cukup melimpah dan kondisi geografis Indonesia yang memungkinkan produksi pertanian tetap berjalan sepanjang tahun.
Namun, kata dia, jika situasi iklim global saat ini tidak direspon secara serius maka Indonesia bisa terlambat untuk mengantisipasi bencana kelaparan pada tahun 2050. Ketahanan pangan nasional Indonesia, lanjut Dwikorita, dihadapkan pada tantangan besar berupa kenaikan populasi penduduk di tengah produksi pangan yang cenderung stagnan.
Menurutnya, jika tidak ada intervensi kebijakan, potensi kerugian ekonomi di Indonesia (2020-2024) mencapai angka Rp 544 triliun akibat dampak perubahan iklim. Maka dari itu, kebijakan ketahanan iklim menjadi salah satu prioritas yang dinilai mampu menghindari potensi kerugian ekonomi sebesar Rp 281,9 triliun hingga 2024 mendatang.
"Dalam RPJMN, BMKG diberikan mandat untuk mendukung peningkatan kualitas lingkungan hidup dan peningkatan ketahanan bencana dan iklim. Hal ini sangat penting karena berdasarkan hitung-hitungan Kementerian Keuangan, kerugian ekonomi akibat bencana diperkirakan mencapai rata-rata Rp 22,8 triliun per tahunnya," ujarnya.
Dwikorita menegaskan, BMKG terus melakukan berbagai lompatan sebagai langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tidak hanya di sisi teknologi, namun juga di sisi sumber daya manusia (SDM) yang terus diupgrade sesuai tuntutan dan kebutuhan yang semakin kompleks.
Data dan informasi yang dikeluarkan BMKG tidak hanya dibutuhkan untuk urusan penanggulangan bencana alam saja, namun juga kesehatan, konstruksi, energi pertambangan, pertanian kehutanan, tata ruang, industri, pariwisata, transportasi, pertahanan keamanan, sumber daya air, hingga kelautan perikanan.
Ancaman Krisis Pangan dan Mematikan
Dwikorita juga menyebut ancaman krisis pangan sebagai dampak dari perubahan iklim bukan sekadar isapan jempol. Menurut dia, kencangnya laju perubahan iklim berdampak pada ketahanan pangan nasional akibat hasil panen menurun hingga gagal tanam.
"Suhu atau temperatur Bumi secara global saat ini naik 1,2 derajat celsius. Angka tersebut dipandang sebagai angka yang kecil, padahal itu adalah angka yang besar dan mematikan. Banyak fenomena ekstrem, bencana hidro-meteorologi yang diakibatkan pemanasan global tadi," ungkap Dwikorita dalam Focus Group Discussion (FGD) Perhimpunan Agronomi Indonesia di Jakarta, Kamis 6 Juli 2023.
Dwikorita mengatakan, bencana kelaparan sebagaimana yang diprediksi organisasi pangan dunia FAO akan terjadi di tahun 2050 adalah ancaman nyata. Situasi ini bukan hanya menjadi ancaman bagi Indonesia atau terbatas negara-negara berkembang saja. Melainkan seluruh negara-negara dunia menghadapi ancaman yang sama jika tidak ada langkah kongkret untuk mengatasi krisis iklim.
Dwikorita menuturkan, tidak sedikit yang beranggapan bahwa ancaman perubahan iklim dan krisis pangan belum terlalu terlihat di Indonesia, karena ketersediaan sumber daya alam masih cukup melimpah dan kondisi geografis Indonesia yang memungkinkan produksi pertanian tetap berjalan sepanjang tahun.
Sementara itu, sebuah studi yang dipublikasikan pada Senin 10 Juli di Jurnal Nature Medicine, mencatat terdapat lebih dari 60.000 kematian akibat gelombang panas pada tahun 2022.
Pakar kesehatan masyarakat menggunakan pemodelan epidemiologi untuk mendapat data tersebut. Hasilnya, 61.627 orang meninggal karena dipicu suhu panas di Eropa antara 30 Mei dan 4 September 2022, dengan tingkat kematian tertinggi di Italia, Yunani, Spanyol, dan Portugal.
"Ada orang yang sekarat, tapi itu tidak dihitung dalam metode ini," ungkap Joan Ballester, profesor riset iklim dan kesehatan di Barcelona Institute for Global Health sekaligus penulis utama studi tersebut seperti dikutip dari The Guardian.
Hanya sebagian kecil dari kematian tersebut yang terkait langsung dengan sengatan panas. Mayoritas kasus, cuaca ekstrem membunuh mereka dengan isu kesehatan lain, seperti penyakit jantung dan paru-paru.
Panas terhebat melanda pada 18 hingga 24 Juli 2022, di mana terdapat 11.637 kematian.
Baik penelitian di Swiss maupun di seluruh Eropa menemukan bahwa tingkat kematian perempuan, terutama yang lebih tua, akibat cuaca ekstrem lebih tinggi dibanding pria.
Studi di Swiss menggarisbawahi bahwa polusi dari pembakaran bahan bakar fosil dan perusakan alam akan menambah jumlah kematian.
Lebih dari 2.000 perempuan di Swiss telah menuntut pemerintah ke pengadilan hak asasi manusia Eropa karena dianggap gagal berbuat cukup untuk menghentikan pemanasan global, mengutip risiko kesehatan mereka. Sementara itu, pemerintah Swiss setuju bahwa kenaikan suhu membahayakan kesehatan masyarakat, namun menolak memperlakukan sekelompok perempuan tersebut sebagai korban menurut hukum.
Pemerintah menegaskan bahwa kaitan antara kebijakannya dan penderitaan yang dialami para perempuan itu terlalu lemah dan jauh.
Advertisement
Pertolongan Pertama Saat Heatstroke
Cuaca panas yang mengintai tak jarang membuat anjuran waspada terhadap heatstroke bermunculan. Salah satunya berkaitan dengan cara penanganan yang tepat ketika heatstroke terjadi.
Seperti diketahui, heatstroke adalah kondisi saat suhu tubuh naik dengan cepat dan tidak dapat terkontrol. Umumnya, tubuh akan berkeringat sebagai upaya mendinginkan diri saat terpapar oleh cuaca panas.
Namun, saat mengalami heatstroke, tubuh kehilangan kemampuan alaminya untuk melakukan pendinginan dengan baik.
Apa itu Heatstroke?
Keterangan yang dikutip melalui laman laman Mayo Clinic, Kamis (13/7/2023), menyebut bahwa heatstroke dapat terjadi ketika tubuh terpapar oleh suhu yang terlalu panas.
Biasanya akibat kontak terlalu lama dalam suhu tinggi. Sehingga, suhu tubuh dapat meningkat hingga lebih dari 40 derajat celsius.
Pertolongan Pertama Heatstroke
Berdasarkan anjuran National Health Service (NHS) UK, reaksi tubuh atas suhu panas yang berlebih biasanya tidak membutuhkan bantuan medis jika dalam waktu 30 menit dapat mereda.
Berbeda halnya jika tubuh sudah mengalami heatstroke. Maka, hal itu masuk kategori keadaan darurat yang perlu penanganan segera. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan.
- Pindah ke tempat yang lebih dingin atau ruangan ber-AC
- Lepaskan semua pakaian yang tidak perlu seperti jaket atau kaus kaki
- Minum air dingin atau cairan elektrolit yang bisa menghidrasi tubuh
- Dinginkan kulit dengan berendam di air dingin atau pancuran air dingin
- Kompres tubuh dengan es atau handuk basah yang dingin di leher, ketiak, maupun selangkangan
- Hindari minuman beralkohol dan berkafein
Adapun beberapa gejala dari heatstroke yang bisa diwaspadai. Lantas, apa sajakah itu? Berikut di antaranya.
- Demam hingga 40 derajat celsius atau lebih
- Perubahan status mental atau perilaku (kebingungan, agitasi, dan cadel)
- Kulit panas, kering, dan banyak berkeringat
- Mual dan muntah
- Timbul rasa kelelahan
- Kulit memerah
- Denyut nadi berubah menjadi cepat
- Pernapasan atau detak jantung cepat
- Sakit kepalaPingsan dan kejang
- Tidak sadarkan diri atau koma
Ada risiko tinggi bagi seseorang untuk mengalami heatstroke saat cuaca panas. Biasanya, ada pula dua keluhan lain yang bisa diwaspadai sebelum heatstroke terjadi. Mengutip Klikdokter, berikut dua di antaranya.
1. Heat cramp
Heat cramp merupakan kram yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh. Biasanya heat cramp akan ditandai dengan kram otot, keringat berlebihan, dan dehidrasi.
2. Heat exhaustion
Heat exhaustion terjadi ketika seseorang merasa kelelahan akibat kenaikan suhu tubuh. Heat exhaustion dapat muncul jika heat cramp tidak teratasi dengan cepat.
Heatstroke sendiri menjadi penting untuk dicegah lantaran punya beberapa dampak serius. Salah satu yang utama adalah pasien bisa mengalami syok.
Syok tersebut dapat mengganggu sistem peredaran darah yang mengakibatkan fungsi dan oksigen ke organ vital tubuh seperti otak, jantung, dan paru mengalami gangguan.
Selain itu, pasien bisa mengalami kerusakan pada bagian otak, organ tubuh lainnya, dan berujung mengalami kematian.
Gejala Dehidrasi yang Harus Diwaspadai
Rasa haus yang muncul ketika cuaca panas atau usai beraktivitas berat bisa jadi tanda tubuh memerlukan asupan cairan. Ketika cuaca panas, tubuh rentan mengalami dehidrasi, kondisi ketika seseorang kehilangan lebih banyak cairan dalam tubuh ketimbang yang mereka terima.
Dikutip dari laman promkes.kemkes.go.id, tubuh sangat bergantung pada asupan cairan agar bisa berfungsi secara optimal. Bukan hanya untuk menghilangkan rasa haus, cairan dalam tubuh juga berfungsi sebagai pengatur suhu, pembentuk sel, pelarut, media transportasi, media eliminasi toksin, pelumas, dan bantalan.
Tanpa disadari, dehidrasi ringan sering kita alami dalam keseharian. Kondisi tersebut umumnya dapat ditangani dengan meminum segelas air dingin dan mengonsumsi beberapa potong buah yang mengandung banyak cairan. Dehidrasi ringan belum digolongkan sebagai masalah kesehatan serius.
Dehidrasi bisa dialami oleh semua usia. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak dan bayi juga bisa mengalami dehidrasi.
4 Gejala Dehidrasi
Gejala dehidrasi dapat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahannya. Hal ini kerap membuat banyak orang tidak menyadari jika tengah mengalami dehidrasi.
Penting untuk menghindari bahaya dehidrasi yang berisiko merusak fungsi ginjal, meningkatkan risiko terkena batu ginjal, hingga kerusakan otot.
Berikut empat gejala dehidrasi yang harus diwaspadai, diantaranya adalah:
- Pusing
- Kelelahan/kurang energi
- Intensitas buang air kecil menjadi jarang
- Merasa kering pada daerah mulut, bibir, dan mata
Berdasarkan buku Pedoman Gizi Seimbang 2014, kebutuhan asupan cairan harian berbeda-beda pada umur masing-masing individu.
Pada rentang usia 0-12 tahun, tubuh memerlukan cairan sebanyak 1800mL. Sedangkan pada usia 13-15 tahun jumlah cairan yang dibutuhkan meningkat sebanyak 200mL. Kemudian pada usia 16-18 tahun, tubuh membutuhkan 2100mL, sedangkan pada rentang usia 19-50 tahun tubuh memerlukan cairan minimal 2300mL.
Meski demikian, kebutuhan cairan akan menyusut ketika manusia menginjak umur 65-80 tahun. Pada usia ini, individu cukup dengan 1600 mL cairan per hari. Tambah menyusut lagi menjadi 1500 mL saat usia berada di atas 80 tahun.
Berbeda pula kebutuhan cairan pada wanita hamil. Bagi wanita hamil, kebutuhan cairan tubuh dilihat saat ia berada pada trimester 1-3. Di sini cairan yang ia butuhkan bertambah—menyesuaikan dengan kebutuhan sesuai usianya—sebanyak 300mL.
Lalu, bagi ibu menyusui pada 6 bulan pertama asupan cairan ditambah sebanyak 800mL. Sementara pada ibu menyusui 6 bulan berikutnya cukup menambah cairan sebanyak 650mL.
Jika takaran-takaran di atas sangat membingungkan, ahli gizi, dr. Diana Sunardi, M.Gizi menyarankan solusi yang lebih mudah, yakni: minum 8-11 gelas air setiap harinya.
Advertisement