Liputan6.com, Kyiv - Pertempuran antara Rusia dan Ukraina masih terus berlanjut usai Rusia keluar secara sepihak dari perjanjian biji-bijian Laut Hitam (Black Sea Grain Initiative). Kabar terkini, Rusia berhasil menangkal serangan Ukraina di wilayah selatan.
Menurut laporan media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (27/7/2023), unit Kelompok Tempur Rusia di selatan memukul mundur serangan Ukraina dari tiga penjuru yakni Lisichansk, Aleksandr-Kalinovsk, dan Soledar-Artyomovsk.
Baca Juga
"Unit Kelompok Tempur Selatan secara sukses menangkal gempuran-gempuran dari kelompok serangan Ukraina," ujar Vadim Astafyev, kepala pers unit tersebut.
Advertisement
Astafyev berkata artileri di dekat desa Ivano-Daryevka menghancurkan kendaraan tempur infanteri Ukraina. Dua artileri swagerak 155-mm Krab juga hancur di Kota Seversk dan dekat Desa Dyeevka. Satu artileri swagerak 155-mm M109 Paladin juga hancur dekat kota Krasnogorovka.
Serangan udara juga dilakukan Rusia dengan helikopter. Target yang diserang berada di area Desa Kleshcheevka dan Andreevka.
Bom juga dijatuhkan Rusia di Desa Kurdyumovka, Bogdanovka, Avdeyevka, dan Mayorskoye.
Perjanjian Laut Hitam
Baru-baru ini, Rusia juga keluar dari perjanjian Laut Hitam setelah setahun perjanjian itu disepakati. Tujuan perjanjian itu agar komoditas pangan bisa keluar dari Ukraina secara aman di tengah perang.
Keputusan Rusia itu mendapat kritikan dari pihak Ukraina. The Kyiv Independent melaporkan bahwa Ukraina akan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait hal ini.
Juru bicara kepresidenan Rusia, Serhii Nykyforov berkata koridor Laut Hitam itu harus tetap digunakan, meski tanpa keterlibatan Rusia.
"Kami tida takut. Kami telah didekati oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kapal. Mereka bilang mereka siap jika Ukraina mau mengizinkan dan Turki mau mengizinkan kapalnya lewat," ujar Nykyforov.
Dubes Ukraina: Harga Mie Instan Terancam Naik Usai Rusia Keluar dari Perjanjian Laut Hitam
Sebelumnya dilaporkan, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, berkata dirinya tidak kaget terhadap tindakan Rusia. Ia berkata Rusia meninggalkan perjanjian tersebut karena ingin melakukan "blackmail" terhadap dunia. Tujuannya agar Rusia dibiarkan menguasai Ukraina.
"Ini adalah blackmail: Berikan kita Ukraina atau kita akan membuat setengah penghuni dunia tanpa makanan. Dari sudut pandang semua umat manusia yang beradab, ini adalah hal yang tak bisa diterima. Komunitas dunia mesti bersatu dan mengatakan tidak kepada pemerasan global seperti itu," ujar Dubes Ukraina Vasyl Hamianin di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Selasa (18/7).
Dampak ke Indonesia
Inisiatif Gandum Laut Hitam itu terwujud pada Juli 2022 dengan melibatkan mediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Turki. Dubes Vasyl menjelaskan bahwa yang diekspor bukan hanya gandum, tetapi komoditas lain seperti pupuk dan jagung.
Terhentinya perjanjian ini diprediksi bisa memicu kenaikkan harga hingga kelaparan. Bagi Indonesia, Dubes Vasyl menyorot kemungkinan naiknya harga.
"Di Indonesia itu tidak akan menjadi bencana, tetapi itu tentunya akan membawa naiknya harga mie instan, roti, dan gandum pada umumnya. Dan naiknya harga untuk produk ini akan menaikkan juga harga produk-produk lainnya," terang Dubes Ukraina.
Ia pun menjelaskan bahwa panen gandum tidak mudah tumbuh, karena butuh waktu serta musim yang tepat, berbeda dari minyak atau batu bara yang bisa digali. Meski begitu, Vasyl optimistis bahwa pengiriman bisa tetap dilakukan.
"Pengiriman gandum akan berlanjut karena kami percaya PBB, termasuk Turki, serta negara-negara Eropa, akan memastikan pengiriman mereka," pungkas Vasyl.
Advertisement