Liputan6.com, New York - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) diketahui tidak hadiri dalam Sidang Majelis Umum (SMU) PBB pada Sabtu 23 September 2023 waktu AS. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia tetap menganggap penting dan relevan momen tersebut, meskipun tak dihadiri sang kepala negara.
"Relevan, sangat relevan… karena di sini lah kita menggodok sebuah proses keputusan internasional," kata Menlu Retno ketika menyampaikan keterangan pers secara daring tentang kegiatannya selama Sidang ke-78 Majelis Umum PBB di New York, AS, pada Sabtu 23 September 2023 seperti dikutip dari Antara News, Senin (25/9/2023).
Baca Juga
Menlu Retno kemudian menjelaskan bahwa Indonesia justru tidak pernah absen dalam berbagai forum internasional, termasuk di PBB.
Advertisement
"Kita tidak pernah absen. Bahkan kita sangat aktif di berbagai forum, termasuk di PBB," tutur Retno, tanpa menjelaskan alasan ketidakhadiran Presiden Jokowi.
Adapun diketahui bahwa Presiden RI Jokowi tidak pernah hadir secara langsung pada Sidang Majelis Umum PBB sejak menjabat sebagai presiden Indonesia pada 2014.
Kepala Negara RI itu selalu mengirimkan wakil untuk berbicara di hadapan para pemimpin negara di pertemuan tingkat tinggi PBB itu.
Jokowi hanya dua kali menghadiri Sidang Majelis Umum PBB secara daring yaitu pada 2020 dan 2021, karena pandemi COVID-19.
Ketika pertama kali berpartisipasi dalam Sidang Umum PBB pada 2020, Jokowi hadir secara virtual dan menyampaikan pidato dalam Bahasa Indonesia.
Sementara pada periode pertama pemerintahannya yaitu 2014-2019, Jokowi selalu mengutus Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memimpin delegasi Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB.
Jusuf Kalla selalu menggunakan bahasa Inggris dalam setiap forum internasional termasuk dalam pidato di Sidang Umum PBB. Hal yang sama juga dilakukan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang selalu menghadiri langsung Sidang Umum PBB.
Indonesia Desak Anggota PBB Implementasi Resolusi untuk Palestina
Pada sidang tersebut, Indonesia juga mendesak negara-negara anggota PBB untuk segera mengimplementasikan berbagai resolusi yang dihasilkan badan dunia tersebut guna menyelesaikan isu Palestina.
Desakan tersebut, sekaligus untuk menegaskan dukungan Indonesia bagi kemerdekaan bangsa Palestina—sesuai dengan berbagai parameter yang telah disepakati, termasuk di antaranya solusi dua negara.
“Parameter-parameter itu sudah disepakati di dalam PBB, sehingga yang saya tanyakan kepada anggota PBB adalah bagaimana kita melaksanakan semua resolusi yang ada,” kata Menlu Retno ketika menyampaikan keterangan pers secara daring melalui YouTube Kemlu RI yang dikutip dari Antara News.
"Banyak sekali resolusi yang dihasilkan, dan kalau implementasinya sesuai dengan resolusi-resolusi tersebut maka situasi dunia tidak akan seperti ini," tambah Menlu Retno.
Menlu Retno pun menegaskan bahwa dukungan bagi Palestina terus disuarakan Indonesia dalam forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Saya mendorong agar OKI dan negara-negara anggotanya terus mendukung Palestina," tutur dia.
Isu Palestina menjadi salah satu masalah yang paling disoroti dalam Sidang Umum PBB tahun ini, menyusul rencana normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi.
Selama berbulan-bulan, kedua negara telah membahas kesepakatan untuk menormalisasi hubungan diplomatik, yang ditengahi oleh AS.
Normalisasi hubungan dengan Arab Saudi sangat diinginkan oleh Israel dan AS, karena status negara anggota OKI itu sebagai pemimpin dunia Arab dan dunia Islam.
Namun, Kerajaan Saudi menandaskan bahwa kesepakatan apa pun menyangkut hubungan diplomatik dengan Israel harus dibarengi dengan pembentukan Negara Palestina.
Sebelumnya, sejumlah negara Arab telah menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel yaitu Uni Emirat Arab, Sudan, Bahrain dan Maroko.
Normalisasi hubungan negara-negara Arab tersebut dengan Israel dikecam Palestina karena dianggap sebagai agresi dan pengabaian hak Palestina, terutama soal Yerusalem dan kemerdekaan negara Palestina sesuai perbatasan Juni 1967.
Advertisement
Semangat Bandung hingga Bagi Jurus Bangun Kepercayaan dan Solidaritas Global
Sebelumnya, "Dunia saat ini berada di persimpangan jalan. Satu-satunya jalan untuk mengatasi berkurangnya kepercayaan dan kesenjangan global adalah dengan meningkatkan solidaritas dan tanggung jawab kolektif global," demikian ditegaskan Menlu Retno Marsudi dalam pidatonya di depan Majelis Umum PBB, Sabtu siang di New York, Amerika Serikat dikutip dari situs Kemlu RI, Minggu (24/9/2023).
Seruan tersebut diambil dari pesan inti dari Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di tahun 1955. Melalui 10 Prinsip Bandung, Indonesia menyerukan kepada seluruh negara untuk menghormati Hak Asasi Manusia, Piagam PBB, kedaulatan dan integritas wilayah, kesetaraan, menyelesaikan konflik secara damai, serta mendorong peningkatan kerja sama dan kepentingan bersama.
Semangat Bandung inilah yang mendorong Indonesia menjadi negara yang bisa 'mendengar' dan selalu menjadi bagian dari solusi.
"Bagi Indonesia, kepemimpinan global tidak hanya melulu tentang kekuasaan atau pengaruh untuk mendikte orang lain. Kepemimpinan global adalah tentang mendengarkan yang lain, menjadi bridge builder, menghormati hukum internasional secara konsisten, serta menghormati semua negara secara setara," tambahnya di Sidang Majelis Umum PBB 2023 itu.
Pada kesempatan itu, Menlu Retno menyampaikan bahwa seperti yang terjadi di tahun 1955, situasi global saat ini tidak menentu: kepercayaan dan solidaritas yang terus tergerus, rivalitas antar negara terus menajam. Hal ini bahkan telah menghalangi dapat dipenuhinya target SDGs di negara-negara berkembang.
Menanggapi situasi ini, ia selanjutnya bertanya: "apakah kita benar-benar memiliki komitmen untuk membangun kepercayaan dan berupaya mencapai SDGs? Apakah kehadiran kita di SMU PBB ini benar-benar menunjukkan kesiapan kita untuk bersatu dan menunaikan tanggung jawab bersama? Apakah kita benar-benar mau melakukan apa yang kita sampaikan (walk the talk)?".
Tiga Strategi Bangun Kepercayaan Dunia dan Hidupkan Solidaritas Global
Menlu Retno kemudian menawarkan tiga strategi untuk membangun kembali kepercayaan dunia dan menghidupkan kembali solidaritas global, yaitu:
1. Pertama, mendesak kepemimpinan kolektif global
"Nasib dunia tidak boleh ditentukan oleh segelintir pihak/negara", tukas Retno. Ia menekankan bahwa dunia yang damai, stabil, dan sejahtera adalah hak dan tanggung jawab kolektif seluruh negara, baik negara besar atau kecil, di utara atau selatan, negara maju atau negara berkembang.
Menlu RI mendesak seluruh pihak untuk dapat menjunjung tinggi hukum internasional, khususnya prinsip utama kedaulatan dan integritas wilayah dan memastikan semua perbedaan diselesaikan di atas meja perundingan, bukan di medan perang.
Secara khusus, tanggung jawab kolektif ini sangat yang diperlukan untuk menyelamatkan rakyat Palestina dan Afganistan. "Sudah terlalu lama kita membiarkan saudara dan saudari kita di Palestina dan Afghanistan menderita. Indonesia tidak akan mundur sedikit pun untuk perjuangan mereka," jelas Menlu Retno.
2. Kedua, mendorong pembangunan untuk semua
Menlu RI menyampaikan bahwa setiap negara memiliki hak yang sama untuk membangun dan tumbuh. Namun sayangnya arsitektur global saat ini hanya menguntungkan beberapa negara saja. Kebijakan perdagangan yang diskriminatif masih terus terjadi, rantai pasok global masih dimonopoli, negara berkembang masih dililit hutang asing. Semua ini menjadi faktor pendorong tergerusnya kepercayaan dan solidaritas.
"Inilah saatnya bagi kita untuk lakukan perubahan. Hilirisasi industri tidak boleh jadi seruan eksklusif dari negara berkembang saja, tapi harus didukung oleh negara maju," ujarnya.
Terkait isu perubahan iklim, Menlu juga menyerukan negara-negara maju untuk memenuhi tanggung jawab mereka termasuk untuk pembiayaan perubahan iklim, investasi hijau dan transfer of technology. Sementara untuk isu teknologi, ia berharap teknologi digital terkini seperti AI dapat diakses juga oleh negara-negara berkembang, karena penting bagi pertubuhan berkelanjutan mereka.
3. Ketiga, memperkuat kerja sama regional
"Institusi regional harus menjadi kontributor utama dan 'building blocks’ bagi perdamaian dan kemakmuran dunia," jelas Menlu Retno.
Advertisement