Ilmuwan Prediksi Masa Kehidupan Mamalia di Bumi Sudah Separuh Berakhir

Mamalia di Bumi diprediksi hanya memiliki setengah waktu hidupnya lagi, menurut penelitian ilmiah terbaru.

oleh Therresia Maria Magdalena Morais diperbarui 30 Sep 2023, 19:10 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2023, 19:10 WIB
Pelepasliaran Rusa Langka ke Alam Liar China
Mamalia di Bumi diprediksi hanya memiliki setengah waktu hidupnya lagi, menurut penelitian ilmiah terbaru. (Xinhua/Li Xin)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah sekitar 250 juta tahun sejak hewan-hewan yang mirip dengan reptil berevolusi menjadi mamalia. Kini, sekelompok ilmuwan memprediksi bahwa mamalia mungkin hanya punya waktu sekitar 250 juta tahun lagi.

Para peneliti membuat simulasi virtual masa depan Bumi, seperti model yang telah memproyeksikan pemanasan global yang disebabkan oleh manusia dalam satu abad mendatang. Dengan memanfaatkan data mengenai pergerakan benua di seluruh dunia dan fluktuasi dalam komposisi kimia atmosfer, penelitian terbaru ini memproyeksikan jauh ke masa depan.

Melansir dari The New York Times, Jumat (29/9/2023), Alexander Farnsworth, seorang ilmuwan paleoklimatologi di University of Bristol yang memimpin tim, menyatakan bahwa planet ini kemungkinan akan mengalami pemanasan yang membuatnya tidak lagi dapat dihuni oleh mamalia, termasuk manusia di daratan.

Para peneliti menemukan bahwa perubahan iklim ini disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu peningkatan intensitas cahaya matahari, pergeseran geografis benua, dan peningkatan kadar karbon dioksida.

"Ini adalah serangan tiga kali lipat yang menjadi tidak dapat diatasi," kata Dr. Farnsworth. Ia dan rekan-rekannya mempublikasikan penelitian mereka pada hari Senin dalam jurnal Nature Geoscience.

Selama beberapa dekade, para peneliti telah berupaya memprediksi nasib kehidupan di Bumi. Astronom memproyeksikan bahwa matahari akan mengalami peningkatan kecerahan secara bertahap, dan mungkin akan menelan Bumi dalam perkiraan waktu sekitar 7,6 miliar tahun.

Namun, ada kemungkinan besar bahwa kehidupan tidak akan bertahan sampai saat itu. Ketika matahari melepaskan lebih banyak energi ke Bumi, atmosfer akan menjadi lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan lebih banyak air menguap dari lautan dan daratan.

Uap air merupakan zat yang dapat menyimpan panas dengan kuat, sehingga akan mempertahankan lebih banyak panas. Dalam dua miliar tahun mendatang, suhu mungkin akan meningkat hingga mencapai titik di mana seluruh lautan bisa menguap.


Pangea Ultima dan Kehidupan di Era Mendatang

ilustrasi bumi.
Ilustrasi bumi. (NASA)

Pada tahun 2020, Dr. Farnsworth mulai mempelajari tentang masa depan Bumi sebagai bentuk distraksi dari pandemi. Dalam penelitiannya, ia menemukan sebuah studi yang memprediksi bagaimana benua-benua akan bergerak di masa mendatang.

Seiring berjalannya waktu, daratan di Bumi telah bergerak dan bergabung membentuk superbenua, yang kemudian terpecah kembali. Pangea, superbenua terakhir, terbentuk sekitar 330 hingga 170 juta tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian, diperkirakan bahwa superbenua baru yang disebut Pangea Ultima akan terbentuk sekitar 250 juta tahun mendatang sepanjang garis khatulistiwa.

Dalam penelitian utamanya, Dr. Farnsworth membuat model-model Bumi kuno untuk merekonstruksi iklim masa lalu. Namun, ia berpikir bahwa akan menarik untuk mengaplikasikan model-modelnya untuk memprediksi kehidupan di Pangea Ultima. Hasilnya, iklim yang ia temukan justru membuatnya terkejut.

"Bumi ini sangat panas," ujarnya.

Dalam upayanya, Dr. Farnsworth bekerja sama dengan Christopher Scotese, seorang geofisikawan yang sudah pensiun dari Universitas Texas dan telah membuat model Pangea Ultima, serta para ahli lainnya. Mereka melakukan simulasi terperinci tentang masa depan yang jauh ini dengan memantau bagaimana atmosfer bergerak di atas lautan, superbenua, dan pegunungannya.

"Hal yang mereka lakukan sangat mengesankan," kata Hannah Davis, seorang ilmuwan sistem bumi di German Research Centre for Geosciences (GFZ), yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.


Superbenua yang Mengubah Iklim dan Kondisi Bumi di Masa Depan

Jarak Antara Bumi Dan Matahari Semakin Menjauh, Apa Penyebabnya?
Ilustrasi Matahari. (Pexels.com)

Dalam berbagai kemungkinan kondisi geologis dan atmosfer, para peneliti menemukan bahwa Pangea Ultima akan memiliki suhu yang jauh lebih tinggi daripada benua saat ini. Satu penyebab dari perubahan drastis ini adalah matahari. Setiap 110 juta tahun, energi yang dipancarkan oleh matahari meningkat sekitar 1 persen.

Namun, superbenua ini akan membuat keadaan semakin buruk. Pertama-tama, daratan lebih cepat memanas daripada laut. Dengan menyatunya semua benua menjadi satu massa daratan besar, akan terbentuk wilayah dalam yang luas di mana suhu dapat meningkat secara drastis.

Pangea Ultima juga akan berdampak pada iklim karena topografinya, yang akan mencakup area datar yang luas yang jauh dari lautan. Pada Bumi saat ini, hujan dan karbon dioksida bereaksi dengan mineral di lereng gunung dan bukit, kemudian diangkut ke laut untuk mengendap di dasar laut.

Hal ini mengakibatkan karbon dioksida secara perlahan ditarik keluar dari atmosfer. Namun, ketika Bumi menjadi rumah bagi Pangea Ultima, konveyor ini akan bergerak lebih lambat.

Jika Pangea Ultima menunjukkan perilaku seperti superbenua sebelumnya, studi ini menunjukkan bahwa superbenua itu akan memiliki banyak gunung berapi yang melepaskan karbon dioksida. Karena gerakan magma yang sangat aktif di dalam bumi, gunung-gunung berapi ini dapat mengeluarkan sejumlah besar karbon dioksida selama ribuan tahun, menyebabkan peningkatan dramatis dalam gas rumah kaca dan suhu planet.


Dampak Pemanasan Global Terhadap Kehidupan di Era Pangea Ultima

ilustrasi pemanasan global (AP/J David)
Ilustrasi pemanasan global (AP/J David)

Saat ini, manusia menyebabkan pemanasan global dengan melepaskan lebih dari 40 miliar ton karbon dari bahan bakar fosil setiap tahun. Jika tren pemanasan global terus berlanjut, para ahli biologi cemas bahwa hal ini dapat menyebabkan kepunahan bagi berbagai spesies.

Terlebih lagi, manusia akan menghadapi tantangan yang besar dalam menjalani kehidupan di wilayah-wilayah yang memiliki suhu dan kelembapan yang tinggi di sebagian besar planet ini.

Di Pangea Ultima, Dr. Farnsworth dan timnya menyimpulkan bahwa hal-hal kemungkinan akan menjadi jauh lebih buruk bagi mamalia seperti kita. Para peneliti menemukan bahwa hampir seluruh wilayah Pangea Ultima mungkin akan menjadi terlalu panas bagi mamalia untuk bertahan hidup. Mamalia mungkin akan lenyap dalam kepunahan massal.

Dr. Farnsworth mengakui bahwa beberapa mamalia mungkin bisa bertahan hidup di daerah-daerah terpencil di tepi-tepi Pangea Ultima. "Beberapa daerah di tepi utara dan selatan mungkin masih bisa dihuni," katanya.

Meskipun begitu, dia yakin bahwa mamalia akan kehilangan dominasinya yang telah berlangsung selama 65 juta tahun terakhir. Kemungkinan besar, mereka akan digantikan oleh reptil berdarah dingin yang mampu bertahan dalam suhu tinggi.


Potensi Penemuan Kehidupan di Planet Lain

Ilustrasi Planet Mars
Ilustrasi Planet Mars (Aynur Zakirov/Pixabay).

Wolfgang Kiessling, seorang ilmuwan iklim dari University of Erlangen-Nuremberg di Jerman yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyatakan bahwa model ini tidak mempertimbangkan hal yang mungkin sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mamalia, yaitu penurunan bertahap dalam panas yang keluar dari dalam bumi.

Hal ini dapat mengakibatkan jumlah letusan gunung berapi yang lebih sedikit dan peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer yang lebih rendah.

"Mamalia mungkin akan bertahan sedikit lebih lama dari yang dihitung dalam model, kurang lebih sekitar 200 juta tahun,” ungkapnya.

Menurut Eric Wolf, seorang ahli iklim planet di University of Colorado yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru ini, temuan dari penelitian ini mungkin akan bermanfaat untuk mendeteksi keberadaan kehidupan di planet lain suatu hari nanti.

Ketika para ilmuwan mulai memanfaatkan teleskop luar angkasa canggih untuk mengobservasi planet di sistem tata surya lain, mereka kemungkinan bisa mengidentifikasi konfigurasi daratan di sana dan membuat perkiraan tentang bentuk kehidupan yang mungkin bertahan.

"Kami sedang berupaya untuk mempersiapkan diri menghadapi ragam dunia yang akan kita temui," ucapnya.

Infografis Suhu Panas Melanda Sebagian Wilayah Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Suhu Panas Melanda Sebagian Wilayah Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya