Jual Informasi Penting ke Mata-mata Rusia, Eks Pegawai Keamanan Nasional AS Terancam Penjara Seumur Hidup

Seorang mantan pegawai National Security Agency (NSA) telah mengaku bersalah karena berupaya menjual informasi pertahanan terklasifikasi, kepada seorang agen yang menyamar sebagai mata-mata Rusia.

oleh Erina Putri diperbarui 25 Okt 2023, 18:35 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2023, 18:35 WIB
Badan Keamanan Nasional AS (NSA)
Badan Keamanan Nasional AS (NSA)

Liputan6.com, Annapolis - Seorang mantan pegawai National Security Agency (NSA) atau Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) mengaku bersalah karena berupaya menjual informasi pertahanan terklasifikasi kepada seorang agen yang menyamar sebagai mata-mata Rusia. Demikian menurut informasi jaksa federal.

Berdasarkan keterangan dari Departemen Kehakiman AS, Jareh Sebastian Dalke (31) yang berasal dari Colorado Springs mengaku bersalah pada hari Senin 23 Oktober 2023 atas enam tuduhan mencoba mengirimkan Informasi Pertahanan Nasional yang terklasifikasi kepada seorang agen Rusia.

Dalke, mantan anggota Angkatan Darat Amerika Serikat, dipekerjakan sebagai pegawai sipil NSA pada Juni 2022, tetapi ia mengundurkan diri kurang dari sebulan kemudian setelah permohonannya untuk cuti sembilan bulan demi membantu anggota keluarganya yang sakit ditolak.

Melansir dari UPI, Rabu (25/10/2023), seorang agen FBI yang menjalani misi rahasia disebut mengirim email kepada Dalke pada 29 Juli. Isinya menyatakan bahwa mereka bisa membicarakan isu yang saling menguntungkan, seperti yang diatur dalam surat pengakuan bersalah.

Beberapa hari kemudian, Dalek mulai berbicara dengan agen tersebut dan mengatakan membutuhkan uang dan ingin dibayar dengan mata uang kripto atas informasi yang diambilnya dari NSA saat masih bekerja di sana.

Menanggapi permintaan pada awal Agustus untuk bukti bahwa dia telah mengambil informasi yang sangat sensitif dari mantan atasannya, Dalek mengirimkan kepada agen tersebut cuplikan dari tiga dokumen terklasifikasi, masing-masing berisi Informasi Pertahanan Nasional.

"Dalke menyatakan bahwa dia memberikan cuplikan tersebut untuk menunjukkan akses yang sah dan niatnya untuk berbagi, dan juga mencatat bahwa cuplikan itu hanyalah 'sebuah sampel kecil dari apa yang ada," demikian isi pengakuan bersalahnya.

 

Bocorkan Informasi yang Merugikan AS

Hacker
Mencuri data rahasia milik NSA. (Doc: Lifehacker)

Cuplikan-cuplikan yang dikirimkan oleh Dalke berasal dari penilaian ancaman terhadap kemampuan ofensif militer pemerintah asing yang tidak disebutkan namanya, informasi tentang kemampuan pertahanan Amerika Serikat yang sensitif, dan rencana untuk memperbaiki program kriptografi tertentu.

"Dalke dengan sengaja mengirim Excerpt 1, Excerpt 2, dan Excerpt 3 kepada [agen FBI] dengan maksud dan keyakinan bahwa informasi yang terkandung di dalamnya akan digunakan untuk merugikan Amerika Serikat dan menguntungkan negara asing, yaitu Rusia," begitu perjanjian tersebut menyebutkan.

Sebagai balasannya, agen FBI menyetorkan hampir $16.500 (sekitar Rp 261 juta) senilai mata uang kripto ke akun Dalke pada akhir bulan tersebut.

Dalke kemudian meminta agen tersebut membayar $85.000 (sekitar Rp1,3 miliar) sebagai ganti semua informasi yang diambilnya dari NSA, dan mengatur transfer informasi terklasifikasi tambahan kepada agen Rusia yang diduga di Union Station di pusat Kkota Denver.

Agen FBI menangkap Dalke pada tanggal 28 September di Union Station. Penyelidikan secara personal, tempat tinggal, dan kendaraan Dalke menemukan beberapa perangkat elektronik, senjata api, dan catatan pos-it dengan petunjuk tertulis yang sesuai dengan yang diberikan oleh agen Rusia yang diduga untuk mentransmisikan berkas-berkas tersebut.

Dalke akan disidang vonis pada 26 April 2024. Ia terancam hukuman maksimum penjara seumur hidup.

Mantan Intelijen NSA Edward Snowden Jadi Warga Negara Rusia

Snowden: NSA Juga Mata-matai Perusahaan Antivirus
NSA dan GCHQ memata-matai Kapersky Lab adalah untuk mengawasi peredaran malware canggih.

Soal mantan pegawai NSA yang membocorkan informasi mantan kantornya tak hanya sekali terjadi, peristiwa ini pernah terjadi juga pada tahun 2022.

Mantan kontraktor intelijen Amerika Edward Snowden, yang pernah melarikan diri saat proses hukum setelah mengungkapkan program rahasia AS kini menjadi warga negara Rusia.

Edward Snowden membocorkan program pengawasan rahasia AS untuk menjaring data dari seluruh dunia saat ia bekerja untuk Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA).

Rusia memberikan kewarganegarannya kepeada Snowden secara resmi melalui sebuah dekret yang ditandatangani oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin 26 September 2022, yang mencantumkan Snowden sebagai salah satu dari 75 warga negara asing yang kini terdaftar sebagai warga negara Rusia.

Setelah melarikan diri dari AS pada 2013, Snowden mendapatkan izin tinggal permanen di Rusia pada 2020 dan mengatakan bahwa ia berencana untuk berpindah kewarganegaraan tanpa melepaskan kewarganegaraan AS-nya, seperti dikutip dari AP, Selasa (27/9/2022).

Para pendukung Snowden menganggap Snowden sebagai whistleblower yang ingin melindungi kebebasan sipil Amerika, tetapi para pejabat intelijen AS menganggapnya membahayakan personel AS yang lain dan membahayakan keamanan nasional. Negara asalnya saat ini menuntut snowden yang dapat mengakibatkan ia dipenjara selama puluhan tahun.

“Posisi kami tidak berubah. Snowden harus kembali ke Amerika Serikat dan menjalani proses peradilan sebagaimana warga negara Amerika lainnya,” ungkap juru bicara Departemen Luar negeri Ned Price.

Snowden menjadi warga negara rusia saat Moskow memobilisasi pasukan cadangannya ke Ukraina. Di Rusia, hampir setiap orang dianggap sebagai cadangan hingga batas usia 65 tahun, terlebih para pejabat juga menegaskan bahwa pria dengan kewarganegaraan ganda juga memenhi syarat untuk bergabung ke tim militer.

China Berang Akibat Serangan Siber AS ke Universitas Politeknik

Pertemuan Virtual Joe Biden dan Xi Jinping
Presiden Joe Biden mendengarkan saat ia bertemu secara virtual dengan Presiden China Xi Jinping dari Ruang Roosevelt Gedung Putih di Washington, Senin (15/22/2021). Pertemuan dimaksudkan untuk menurunkan ketegangan antara AS dan China selaku dua negara adidaya dunia saat ini. (AP Photo/Susan Walsh)

Berita lainnya terkait NSA. Media pemerintah China melaporkan bahwa Amerika Serikat melancarkan serangan siber kepada salah satu universitas di China. Diduga serangan itu dilancarkan oleh National Security Agency (NSA).

Target serangan adalah Northwestern Polytechnical University yang berada di Provinsi Shaanxi.

Berdasarkan laporan Global Times, Kamis (29/9/2022), universitas itu terkenal di bidang penerbangan, aerospace, dan navigasi. Serangn diduga ingin menembus dan mengendalikan peralatan inti dari infrastuktur China dan mencuri data pribadi warga China yang memiliki identitas sensitif.

Pihak universitas telah mendeteksi serangan pada 22 Juni 2022. Saat itu, para hacker dari luar negeri disebut mengirim email phising dengan program kuda Trojan.

Email-email itu ditargetkan ke para pengajar dan mahasiswa di universitas tersebut untuk mencuri data dan informasi personal mereka.

Pusat Respons Darurat Virus Komputer Nasional di China lantas melaksanakan analisa teknis pada serangan itu. Mereka dibantu perusahaan keamanan internasion 360. Bantuan juga diberikan oleh mitra-mitra dari Eropa dan Asia Selatan.

Pada 5 September 2022, mereka menyebut serangan siber itu dilancarkan Tailored Access Operations (TAO) (Code S32) yang berada di bawah Data Reconnaissance Bureau (Code S3) yang merupakan bagian Information Department (Code S) dari NSA.

Analisis yang lebih jauh bersama Qi An Pangu Lab di Beijing menyebut serangan siber itu melelibatkan senjata siber bernama "drinking tea" yang bisa mencuri data sensitif.

INFOGRAFIS JOURNAL_Mengenal Apa Itu Cancel Culture (liputan6.com/Abdillah)
INFOGRAFIS JOURNAL_Berbagai Fakta Mengenai Gerakan Cancel Culture di Media Sosial (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya