Liputan6.com, Jakarta - Isu perubahan iklim menjadi tantangan yang besar bagi wilayah Asia Pasifik, khususnya Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca yang merugikan lingkungan.
Teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) dianggap sebagai cara yang efektif untuk mengurangi jumlah gas rumah kaca dengan menangkap karbon dioksida (CO2) dari proses industri, terutama di pembangkit listrik, lalu menyimpannya dengan aman di dalam tanah.
Baca Juga
Jiro Tominaga, Direktur Asian Development Bank (ADB) untuk Indonesia, menyebut tentang kolaborasi antara pihaknya dan lembaga di Indonesia dalam teknologi penangkapan karbon.
Advertisement
"Melalui penelitian dan kolaborasi dengan lembaga di Indonesia, kami telah mengidentifikasi peluang dan mendukung pengembangan keahlian dalam teknologi penangkapan karbon," ujar Jiro dalam forum kerja sama Korea-Indonesia dalam rangka peringatan 50 tahun hubungan diplomatik dengan RI bertajuk “Together for The Future K-Wave and I-Wave" di Hotel Mulia Senayan Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Selain itu, Jiro mengungkapkan tentang pentingnya kolaborasi dengan ahli Korea untuk melawan perubahan iklim.
"Kolaborasi dengan para ahli Korea juga membantu dalam mengeksplorasi potensi keterkaitan antara sistem perdagangan karbon Korea-Indonesia, yang akan menjadi aspek kunci dalam upaya global melawan perubahan iklim," jelas Jiro.
Jiro kemudian mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menyokong pendanaan proyek terkait iklim untuk Indonesia.
"Kami telah berkomitmen untuk mendanai proyek-proyek terkait iklim antara tahun 2019 dan 2030, serta mengalokasikan sumber daya tambahan untuk membantu pembangunan di Indonesia," tutur Jiro.
Komersialisasi CCUS, Langkah Mengurangi Emisi Karbon
Cho Won-dong, penasihat karbon Korea, membahas tentang komersialisasi CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage), teknologi inovatif yang mampu menangkap emisi karbon dioksida (CO2) dari sektor industri dan pembangkit listrik, menghindarkan pelepasan gas tersebut ke atmosfer.
Menurutnya, ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam komersialisasi CCUS, yaitu:
- Biaya penangkapan karbon yang cukup kompetitif
- Lokasi penyimpanan yang cukup dekat dalam batas negara
- Perdagangan Certified Emission Reduction (CER) secara internasional
Ia berkata bahwa tiga hal itu harus diperhatikan karena menurutnya hal itu berpengaruh untuk mengurangi emisi karbon yang menjadi tantangan yang besar.
"Kita harus memerangi emisi karbon, ini sudah menjadi tantangan yang besar," ujar Cho Won-dong.
Advertisement
Hambatan dan Solusi Menuju Dampak Positif terhadap Lingkungan
Sementara Zaky Naufal, Partnership and Offset Solution Lead Fairatmos, menyoroti beberapa masalah yang menghambat manusia dalam menghasilkan dampak positif bagi lingkungan.
"Ada beberapa masalah utama yang masih dihadapi oleh kita semua. Banyak perusahaan, komunitas, dan individu merasa bingung mengenai langkah awal karena ketidakpastian dalam memilih saluran dan media yang tepat untuk menghasilkan dampak positif terhadap lingkungan," tutur Zaky.
Masalah yang kedua yang disebutkan oleh Zaky adalah tentang investasi yang memerlukan biaya tinggi.
"Masalah kedua yang kita temui adalah bahwa berinvestasi dalam proyek-proyek untuk mendukung perkotaan dan berkontribusi pada kesejahteraan memiliki biaya awal yang tinggi serta memerlukan investasi besar."
Selanjutnya Zaky menyebutkan tentang greenwashing, "Ada skeptisisme terhadap beberapa upaya yang dianggap sebagai greenwashing dalam inisiatif keberlanjutan."
Oleh karena itu, Zaky menilai bahwa transparansi, kejujuran, dan kejelasan memegang peran penting dalam semua upaya terkait karbon dan keberlanjutan yang dilakukan.