Prancis Jadi Satu-satunya Negara yang Menjamin Aborsi Sebagai Hak Konstitusional

Aborsi sendiri dilaporkan mendapat dukungan luas di Prancis di sebagian besar spektrum politik dan telah legal sejak tahun 1975.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Mar 2024, 07:08 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2024, 07:00 WIB
PM Prancis Gabriel Attal berpidato di depan lebih dari 900 anggota parlemen pada Senin (4/3/2024), di mana dia meminta mereka menjadikan Prancis sebagai pemimpin dalam hak-hak perempuan dan memberikan contoh bagi negara-negara di seluruh dunia.
Menjelang pemungutan suara, PM Prancis Gabriel Attal berpidato di depan lebih dari 900 anggota parlemen yang berkumpul untuk sidang bersama di Istana Versailles pada Senin (4/3/2024). Dia meminta mereka menjadikan Prancis sebagai pemimpin dalam hak-hak perempuan dan memberikan contoh bagi negara-negara di seluruh dunia. (Dok. AP Photo/Thomas Padilla)

Liputan6.com, Paris - Anggota parlemen Prancis pada Senin (4/3/2024) secara mayoritas menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang memasukkan hak aborsi ke dalam konstitusi, menjadikannya satu-satunya negara yang secara eksplisit menjamin hak perempuan untuk mengakhiri kehamilan secara sukarela.

Langkah tersebut disetujui dengan suara 780-72. Aborsi sendiri dilaporkan mendapat dukungan luas di Prancis di sebagian besar spektrum politik dan telah legal sejak tahun 1975.

Adapun langkah bersejarah ini diusulkan oleh Presiden Emmanuel Macron sebagai cara untuk mencegah kemunduran hak aborsi sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun terakhir.

Kedua majelis di parlemen Prancis, Majelis Nasional dan Senat, secara terpisah telah menyetujui rancangan undang-undang untuk mengubah Pasal 34 Konstitusi Prancis, namun amandemen tersebut memerlukan konfirmasi akhir oleh tiga perlima mayoritas dalam sidang gabungan khusus dan inilah yang terjadi pada Senin.

Menjelang pemungutan suara, Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal berpidato di depan lebih dari 900 anggota parlemen yang berkumpul untuk sidang bersama di Istana Versailles. Dia meminta mereka menjadikan Prancis sebagai pemimpin dalam hak-hak perempuan dan memberikan contoh bagi negara-negara di seluruh dunia.

"Kita memiliki utang moral terhadap perempuan," kata Attal, seperti dilansir AP, Selasa (5/3).

Dia memberikan penghormatan kepada Simone Veil, seorang legislator terkemuka, mantan menteri kesehatan, dan tokoh feminis utama yang pada tahun 1975 memperjuangkan RUU yang mendekriminalisasi aborsi di Prancis.

"Kita mempunyai kesempatan untuk mengubah sejarah," tutur Attal. "Buatlah Simone Veil bangga."

Pidatonya disambut tepuk tangan meriah.

Dukungan 80 Persen dari Masyarakat

Ilustrasi bendera Prancis
Ilustrasi bendera Prancis (AFP/Eric Feferberg)

Tidak ada satupun partai politik besar di Prancis yang mempertanyakan hak aborsi, termasuk partai sayap kanan National Rally pimpinan Marine Le Pen dan Partai Republik yang konservatif.

Le Pen, yang memenangkan rekor jumlah kursi di Majelis Nasional dua tahun lalu, mengatakan pada Senin bahwa partainya berencana untuk memberikan suara mendukung RUU tersebut. Namun, dia menambahkan bahwa tidak perlu menjadikan ini hari bersejarah.

Sebuah jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan dukungan terhadap hak aborsi di kalangan masyarakat Prancis mencapai lebih dari 80 persen, konsisten dengan survei sebelumnya. Jajak pendapat yang sama juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat mendukung dimasukkannya undang-undang tersebut ke dalam konstitusi.

Sarah Durocher, pemimpin gerakan Keluarga Berencana, mengungkapkan pemungutan suara pada Senin adalah kemenangan bagi kaum feminis dan kekalahan bagi aktivis anti-pilihan.

"Kita meningkatkan tingkat perlindungan terhadap hak fundamental ini," kata Anne-Cecile Mailfert dari Women’s Foundation. "Ini adalah jaminan bagi perempuan saat ini dan di masa depan untuk memiliki hak melakukan aborsi di Prancis."

Disahkan Tepat pada Hari Perempuan Internasional

Ilustrasi Hari Perempuan Internasional
Ilustrasi Hari Perempuan Internasional (Dok. Pixabay/MAKY_OREL)

Dalam pendahuluan RUU, pemerintah berpendapat bahwa hak untuk melakukan aborsi terancam di AS, di mana Mahkamah Agung pada tahun 2022 membatalkan keputusan berusia 50 tahun yang dulunya menjamin hal tersebut.

"Sayangnya, peristiwa ini tidak terjadi sendirian: Di banyak negara, bahkan di Eropa, terdapat aliran opini yang berusaha menghalangi kebebasan perempuan untuk mengakhiri kehamilan jika mereka menginginkannya, dengan cara apa pun," demikian kata pengantar undang-undang Prancis tersebut.

Keputusan AS telah berdampak pada lanskap politik Eropa, memaksa isu ini kembali menjadi perdebatan publik di beberapa negara pada saat partai-partai nasionalis sayap kanan mulai mendapatkan pengaruhnya.

Amandemen konstitusi adalah proses yang melelahkan dan merupakan peristiwa langka di Prancis. Sejak diundangkan pada tahun 1958, Konstitusi Prancis telah mengalami 17 kali amandemen.

Menteri kehakiman mengatakan amandemen baru tersebut akan secara resmi dimasukkan ke dalam Konstitusi Prancis pada upacara publik di Vendome Plaza di Paris pada Jumat 8 Maret, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya