Liputan6.com, Nyamutiri - Dua wanita yang dituduh melakukan sihir dan menyebabkan kematian beberapa orang dirajam di depan umum, dan tubuh mereka kemudian dibakar di bagian timur Republik Demokratik (RD) Kongo, kata penduduk setempat, Senin 4 Maret 2024.
Kedua wanita tersebut (yang dituding sebagai penyihir), berusia 60 dan 65 tahun, ditangkap pada Minggu (3/3) malam di Desa Nyamutiri di Kivu Selatan, kata Andre Byaduniya, ketua masyarakat sipil di daerah tersebut seperti dikutip dari AFP, Selasa (5/3).
Timothee Bakanirwa, seorang pejabat di wilayah yang berdekatan, mengatakan: "Polisi dan tentara tidak dapat melakukan intervensi tepat waktu untuk menyelamatkan kedua wanita ini".
Advertisement
Nelly Adidja dari Association of Women in Media (AFEM) atau Asosiasi Perempuan di Media mengatakan 33 perempuan telah dibunuh di Kivu Selatan tahun 2023 lalu karena tuduhan sihir.
"Banyak orang lain yang diusir dari desanya," kata Nelly Adidja.​
Kronologi Tragedi
Mengutip situs BNN Breaking, berikut ini kronologi kejadian tragedi di RD Kongo tersebut:
- Kedua korban ditangkap oleh penduduk desa, dituduh mengatur kematian beberapa penduduk setempat melalui sihir
- Tuduhan itu menyebabkan mereka dieksekusi di depan umum.
- Metode kematian mereka, yaitu dengan dirajam dan kemudian dibakar, menyoroti sistem kepercayaan yang mengakar kuat yang sering kali mengakibatkan akibat yang tragis.
Insiden ini bukan satu-satunya hal yang terjadi, namun mencerminkan isu yang lebih luas mengenai tuduhan santet yang berujung pada kekerasan, terutama terhadap perempuan, di beberapa belahan dunia.​
Penyebab yang Mendasari dan Dampak Sosial
SItus BNN Breaking menyebut, tuduhan mengenai ilmu sihir sering kali muncul dari takhayul yang mengakar dan kurangnya pemahaman tentang penyebab alami di balik penyakit dan kematian.
Di wilayah-wilayah yang dilanda kemiskinan, penyakit, dan terbatasnya akses terhadap pendidikan, tuduhan-tuduhan tersebut dapat dengan cepat meningkat menjadi kekerasan.
Peristiwa tragis di Nyamutiri menggarisbawahi pentingnya program pendidikan dan reformasi hukum yang bertujuan untuk memberantas praktik-praktik berbahaya ini.
Selain itu, laporan ini menyoroti peran pemerintah daerah dan tokoh masyarakat dalam mencegah tindakan tersebut dan memberikan keadilan bagi para korban.
Advertisement
Advokasi dan Aksi
Menanggapi tindakan biadab ini, organisasi hak asasi manusia dan kelompok advokasi lokal menyerukan tindakan segera.
Mereka menuntut tidak hanya keadilan bagi para korban, namun juga upaya bersama untuk mengatasi keyakinan mendasar yang memicu kekerasan tersebut.
Edukasi, kampanye kesadaran, dan perlindungan hukum yang lebih kuat merupakan beberapa langkah yang diusulkan untuk mencegah insiden serupa di masa depan. Peran komunitas internasional dalam mendukung inisiatif ini sangat penting untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan.​
Dituduh Penyihir, Perempuan di Pedalaman Peru Dibakar Hidup-Hidup
Kasus serupa juga pernah terjadi di pedalaman Peru. Seorang perempuan dituduh menjalankan praktik sihir. Akibatnya, ia dibakar hidup-hidup hingga tewas.
Jaksa Peru, Hugo Mauricio mengatakan kelompok masyarakat Shiringamazu Alto menghukum bakar hidup-hidup Rosa Villar Jaronca hingga tewas. Menurut komunitas itu, Jaronca dituduh telah menyebabkan sakit kelompok itu lewat karena ilmu hitam.Â
Perempuan malang berusia 73 tahun itu dibakar hingga meninggal pada 20 September 2016 lalu. Namum, pihak otoritas baru mengendus kematiannya akhir-akhir ini karena wilayah komunitas itu berada di pedalaman hutan.
Dilansir dari The Guardian, Kamis (29/9/2016), jaksa Mauricio mengatakan bukti Jaronca tewas dibakar didapat dari sebuah rekaman ponsel. Dalam video itu terlihat, Jaronca terikat di sebuah batang kayu. Seorang pria menyiramnya dengan bensin, lalu seorang pria lainnya memantik korek api. Api pun menjalar menjilat tubuh renta itu. Dalam rekaman terdengar suara jeritannya.
"Perempuan itu dibakar hidup-hidup karena masyarakat menuduhnya penyihir," kata Mauricio.
Ia menambahkan, para warga desa itu membakar tubuh perempuan malang itu selama tiga hari berturut-turut untuk menghilangkan jejak. Namun, otoritas setempat menemukan beberapa tulang-belulang. Mauricio mengatakan ia dan 20 petugas polisi lantas mendatangi lokasi tersebut dan kembali dengan barang bukti yang mereka kumpulkan.
Sebuah buku berisi persetujuan membakar Jaronca juga ditemukan di lokasi. Ditulis dalam tulisan tangan, diindikasikan bahwa mayoritas penduduk desa setuju untuk membakarnya. Keputusan membakar perempuan itu juga disetujui oleh pemimpin desa.
Dalam dokumen itu tertulis hukuman kepada Jaronca agar orang lain tidak mengikuti cara dia menjadi penyihir yang membuat warga sakit.
Menurut Mauricio, di jantung hutan basah Peru terdapat 300 komunitas pribumi di mana tuduhan penyihir adalah hal lazim.
Pada 2015, seorang wanita hamil dituduh penyihir. Warga desa menghukumnya dengan pukulan yang membuatnya keguguran.
Mauricio mengatakan, daerah-daerah terpencil langka dengan kehadiran pemerintah sehingga masyarakat pribumi tak terjangkau akses hukum, pendidikan hingga kesehatan.
Advertisement