DK PBB Loloskan Resolusi Gencatan Senjata di Jalur Gaza, Israel Terisolasi Total?

Selain menuntut gencatan segera di Jalur Gaza, resolusi DK PBB yang disetujui pada Senin (25/3/2025), menekankan kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran bantuan kemanusiaan dan melindungi warga sipil.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 26 Mar 2024, 18:38 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2024, 09:00 WIB
Potret Anak-anak dan Pengungsi Palestina Rela Antre untuk Dapatkan Makanan Berbuka Puasa
Anak-anak menunggu sambil memegang panci kosong bersama pengungsi Palestina lainnya untuk mendapatkan makanan menjelang berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan, di Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 16 Maret 2024. (SAID KHATIB/AFP)

Liputan6.com, New York - Dewan Keamanan (DK) PBB memutuskan menuntut gencatan senjata segera di Jalur Gaza untuk pertama kalinya sejak dimulainya perang Hamas Vs Israel. Hal tersebut dimungkinkan setelah Amerika Serikat (AS) membatalkan ancaman vetonya, menjadikan Israel hampir terisolasi total di panggung dunia.

AS memilih abstain dan 14 anggota DK PBB lainnya semuanya mendukung resolusi gencatan senjata, yang diajukan oleh 10 anggota tidak tetap DK PBB, yang menyuarakan rasa frustrasi mereka terhadap kebuntuan lebih dari lima bulan antara negara-negara besar. Tepuk tangan pun merebak setelah pemungutan suara yang berlangsung pada Senin (25/3/2024).

Bunyi resolusi DK PBB tersebut adalah menuntut gencatan senjata segera di bulan Ramadan yang mengarah pada gencatan senjata yang berkelanjutan dan abadi. Mereka juga menuntut pembebasan para sandera, namun tidak membuat gencatan senjata tergantung pada pembebasan mereka seperti yang diminta AS sebelumnya.

"Resolusi ini harus dilaksanakan. Kegagalan tidak bisa dimaafkan," tulis Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di X alias Twitter.

Bagaimanapun, juru bicara Gedung Putih John Kirby kemudian menjelaskan bahwa pemungutan suara DK PBB tidak mewakili perubahan dalam kebijakan AS.

Pada hari Selasa, (26/3), mengutip laporan The Guardian, seorang pakar hak asasi manusia PBB akan menyampaikan laporan yang menyerukan agar Israel ditempatkan di bawah embargo senjata, dengan alasan bahwa mereka telah melakukan tindakan genosida di Jalur Gaza.

Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina, mengatakan dalam laporannya yang telah dilihat oleh The Guardian, ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Israel melakukan tiga dari lima tindakan yang didefinisikan sebagai genosida.

Utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour merespons hasil pemungutan suara di DK PBB dengan mengatakan, "Ini harus menjadi titik balik. Hal ini harus mengarah pada penyelamatan nyawa di lapangan. Permintaan maaf kepada mereka yang telah diabaikan dunia, kepada mereka yang seharusnya bisa diselamatkan namun tidak diselamatkan."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Respons Murka Netanyahu

Potret Anak-anak dan Perempuan di Gaza
Warga Palestina berjalan melewati puing-puing rumah yang hancur di Khan Yunis, Jalur Gaza Selatan pada 6 Maret 2024. Kementerian Kesehatan Gaza juga mengungkap sebanyak 60 ribu wanita hamil di wilayah tersebut menderita kekurangan gizi dan dehidrasi akibat perang Israel. (Foto oleh AFP)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh AS telah meninggalkan kebijakannya melalui abstain dalam pemungutan suara, memberikan harapan kepada Hamas untuk melakukan gencatan senjata tanpa menyerahkan sanderanya, dan oleh karena itu merugikan baik upaya perang maupun upaya pembebasan para sandera.

Isolasi pemerintah Israel semakin digarisbawahi pada hari Senin, ketika surat kabar Israel Hayom menerbitkan wawancara dengan Donald Trump, sekutu politik dekat Netanyahu, yang mengatakan, "Anda harus menyelesaikan perang Anda ... Israel harus sangat berhati-hati karena Anda kehilangan banyak dukungan di dunia, Anda kehilangan banyak dukungan."

Hamas sendiri menyambut baik resolusi DK PBB dan mengatakan pihaknya siap untuk segera melakukan pertukaran tahanan dengan Israel.

Setelah pemungutan suara, kantor Netanyahu membatalkan kunjungan dua menterinya ke Washington, yang dimaksudkan untuk membahas rencana serangan Israel di Kota Rafah yang ditentang oleh AS. Gedung Putih mengatakan sangat kecewa dengan keputusan tersebut. Namun, kunjungan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant yang telah direncanakan sebelumnya tetap dilaksanakan.

Di Washington, Gallant bersikeras Israel akan terus berperang sampai para sandera dibebaskan.

Kami tidak punya hak moral untuk menghentikan perang sementara masih ada sandera yang ditahan di Gaza," kata Gallant sebelum pertemuan pertamanya dengan penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan. "Kurangnya kemenangan yang menentukan di Gaza mungkin membawa kita lebih dekat pada perang di wilayah utara."

"Perang di utara" diyakini mengacu pada konflik yang akan terjadi dengan Hizbullah di Lebanon.


Pernyataan Utusan AS

Operasi Darat Israel di Jalur Gaza
Sebelumnya, Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober lalu dan menewaskan 1.200 orang di Israel serta membawa 240 orang sandera ke Jalur Gaza. (AP Photo/Victor R. Caivano)

Abstainnya AS menyusul tiga veto resolusi gencatan senjata sebelumnya pada Oktober, Desember, dan Februari. Hal ini menandai semakin besarnya perselisihan AS dengan pemerintahan Netanyahu, yang mencerminkan meningkatnya frustrasi di Washington atas rencana Israel menyerang Rafah dan hambatan dalam pengiriman bantuan kemanusiaan.

Beberapa menit sebelum pemungutan suara pada Senin pagi, AS meminta amandemen atas resolusi yang menambahkan kecaman terhadap Hamas atas serangannya terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, namun membatalkan permintaan tersebut ketika sudah jelas bahwa amandemen tersebut akan ditentang. Namun, akhir pekan lalu, AS berhasil mengganti kata "permanen" dengan "awet" dalam menggambarkan gencatan senjata yang merupakan tujuan akhir dari resolusi tersebut.

Utusan AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menuturkan, "Beberapa perubahan penting diabaikan, termasuk permintaan kami untuk menambahkan kecaman terhadap Hamas, dan kami tidak setuju dengan semua yang ada dalam resolusi tersebut. Oleh karena itu, sayangnya kami tidak dapat memilih ya. Namun, seperti yang saya katakan sebelumnya, kami sepenuhnya mendukung beberapa tujuan penting dalam resolusi yang tidak mengikat ini."

Klaimnya bahwa perjanjian tersebut tidak mengikat dengan cepat ditentang oleh para pakar PBB. Resolusi yang disahkan oleh DK PBB pada umumnya dianggap mengikat secara hukum, terutama ketika resolusi tersebut menuntut tindakan, yang mencerminkan keinginan tegas komunitas internasional. Dalam resolusinya yang gagal pekan lalu, AS menghindari kata "tuntutan", namun menyebutnya "penting" untuk melakukan gencatan senjata dan pembebasan sandera.


Inggris Berubah Sikap

Potret Anak-anak Pengungsi Palestina Antre Pembagian Makanan di Kamp Jabaliya Jalur Gaza
Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan, blokade Israel telah menyebabkan sedikitnya 27 orang tewas akibat kekurangan gizi dan dehidrasi di Gaza. (AP Photo/Mahmoud Essa)

Resolusi gencatan senjata, yang berhasil setelah tiga upaya sebelumnya gagal, dirancang oleh 10 anggota tidak tetap DK PBB, yaitu Aljazair, Ekuador, Guyana, Jepang, Malta, Mozambik, Republik Korea, Sierra Leone, Slovenia, dan Swiss. Beberapa perwakilan mereka mengeluhkan kebuntuan panjang antara negara-negara besar yang telah melumpuhkan DK PBB terkait perang di Jalur Gaza sejak Oktober.

Inggris abstain pada tiga resolusi gencatan senjata sebelumnya, namun mendukung resolusi yang dibuat pada hari Senin. Duta Besar Inggris Barbara Woodward tidak menjelaskan dengan jelas apa yang menyebabkan perubahan dalam pemungutan suara di Inggris.

"Resolusi ini perlu segera dilaksanakan," kata Woodward ketika ditanya apakah resolusi tersebut mengikat. "Ini mengirimkan pesan DK PBB yang jelas, pesan DK PBB yang bersatu, dan kami berharap semua resolusi DK PBB dapat dilaksanakan."

Resolusi DK PBB yang disetujui pada Senin juga menekankan kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan melindungi warga sipil.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya