Liputan6.com, Finlandia - Protein yang terkandung dalam keringat manusia diperkirakan dapat memberi perlindungan dari penyakit Lyme, penyakit infeksi bakteri yang disebarkan oleh kutu, menurut penelitian.
Seperti dilansir dari Live Science, Kamis (28/3/2024), studi baru yang diterbitkan pada bulan Maret dalam jurnal Nature Communications, melibatkan analisis data genetik manusia yang luas, dengan tujuan untuk membandingkan gen-gen individu yang menderita penyakit Lyme dengan mereka yang tidak.
Baca Juga
Para peneliti menemukan tiga gen yang berkaitan dengan peningkatan risiko terkena infeksi Lyme, dimana dua di antaranya sudah dikenal terkait dengan penyakit tersebut sebelumnya.
Advertisement
Namun, yang membuat menarik adalah gen ketiga yang diidentifikasi ini, menghasilkan protein yang ditemukan di kulit dan keringat dan sebelumnya tidak pernah diketahui terkait dengan penyakit Lyme.
Gen mutan yang dibawa oleh penderita penyakit Lyme tampaknya meningkatkan kerentanan mereka terhadap penyakit tersebut.
Namun, para peneliti menemukan bahwa versi standar, non-varian dari gen tersebut sebenarnya dapat mencegah pertumbuhan bakteri penyebab penyakit Lyme, setidaknya dalam percobaan cawan petri dan tikus.
Para peneliti mencatat bahwa setidaknya sekitar 60% orang diyakini membawa versi standar dari gen tersebut.
Co-senior author Michal Tal, seorang ilmuwan utama di Masschusetts Institute of Technology, menjelaskan kepada Live Science bahwa jenis studi yang menyaring melalui jumlah besar genom orang untuk menemukan gen yang terkait dengan kondisi tertentu untuk penyakit Lyme belom pernah dilakukan sebelumnya.
Para peneliti mulai dengan data dari proyek FinnGen, yang berisi informasi genetik dari lebih dari 410.000 orang Finlandia, termmasuk lebih dari 7.000 individu yang didiagnosis menderita penyakit Lyme.
Proyek FinnGen
Proyek FinnGen ini mengungkapkan varian misterius dari gen yang membuat protein bernama secretoglobin family 1D member 2 (SCGB1D2).
Secretoglobin adalah protein kecil yang disekresikan oleh sel-sel, dan dalam hal ini ditemukan di kelenjar keringat.
Awalnya, para peneliti memposting penemuan ini secara daring dalam sebuah makalah pra-cetak, dan tidak lama kemudian mereka mendengar dari sebuah kelompok di Estonia yang telah menemukan varian gen yang sama saat meneliti data dari Estonian Biobank. Repositori tersebut berisi data lebih dari 210.000 orang Estonia, termasuk 18.000 orang yang mengidap penyakit Lyme.
Kedua kelompok peneliti tersebut akhirnya memutuskan untuk berkolaborasi dengan menggabungkan data tambahan ke dalam studi yang sekarang dipublikasikan di Nature Communications.Â
Dalam kedua set data tersebut, orang-orang dengan versi mutan dari secretoglobin (SCGB1D2) lebih mungkin didiagnosis dengan penyakit Lyme.Â
Advertisement
Eksperimen Telah Dilakukan
Para peneliti yang telah berkolaborasi tersebut kemudian melakukan eksperimen di cawan petri, sebuah wadah berbentuk bundar, lalu mereka mengekspos Borrelia burgdorferi, bakteri penyebab penyakit Lyme, pada versi mutan dan standar dari protein keringat.Â
Versi standar dari protein keringat tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit Lyme, sementara versi mutan dari protein tersebut memperlukan jumlah yang lebih besar dari protein tersebut untuk menghambat bakteri Borrelia burgdorferi.
Tak hanya melalui eksprerimen cawan petri saja, para peneliti juga menggunakan tikus dengan menyuntikkan versi standar dari secretoglobin (protein keringat) maupun secretoglobin lain yang biasanya ditemukan di paru-paru tikus.
Setelah itu, tikus-tikus tersebut diekspos pada bakteri penyebab penyakit Lyme. Hasilnya, tikus-tikus yang disuntik dengan secretoglobin yang biasanya ditemukan di paru-paru mengalami gejala Lyme.
Sementara tikus-tikus yang diberi versi standar dari SCGB1D2 tidak mengalami gejala penyakit tersebut, bahkan setelah diamati selama sebulan penuh oleh para peneliti untuk mencari tanda-tanda infeksi.
Janis Weis, seorang profesor di Departemen Patologi di Universitas Utah di Salt Lake City, yang tidak terlibat dalam studi tersebut, mengatakan kepada Live Science bahwa penemuan gen ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan pemahaman para ilmuwan tentang penyakit Lyme.
Masih Memiliki Keterbatasan
Secara umum, banyak secretoglobin mengelilingi paru-paru dan organ lainnya dan berperan dalam respons kekebalan tubuh.
Mengungkap peran SCGB1D2 dalam penyakit Lyme mungkin dapat membantu para peneliti untuk memahami kondisi ini dan menjawab pertanyaan mengapa sekitar 5% hingga 10% dari mereka yang terinfeksi tidak merespons baik terhadap pengobatan dan dapat mengalami masalah kesehatan jangka panjang, kata Weis.
Weis juga menambahkan bahwa studi ini masih memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya adalah uji coba yang masih terbatas hanya pada populasi dari Finlandia dan Estonia. Penelitian di masa depan bisa mencakup informasi genetik dari demografi tambahan.
Kemudian, masih ada misteri tentang peran biologis apa yang biasa dimainkan oleh protein yang terkandung dalam keringat itu pada manusia dan bagaimana interaksinya dengan kutu yang menyebarkan penyakit Lyme, kata Hanna Ollila, pemimpin kelompok di Universitas Helsinki dan instruktur di Massachusetts General Hospital.
Advertisement