Liputan6.com, Manila - Ribuan sekolah di Filipina meliburkan kelas tatap muka pada Jumat (5/4/2024). Menurut Departemen Pendidikan Filipina, langkah ini diambil karena sebagian wilayah negara tropis tersebut mengalami suhu yang sangat tinggi.
Angka resmi menunjukkan 5.288 sekolah di seluruh Filipina beralih ke pembelajaran jarak jauh, yang berdampak pada lebih dari 3,6 juta siswa.
Baca Juga
Bulan Maret, April, dan Mei biasanya merupakan bulan terpanas dan terkering di negara kepulauan ini, namun kondisi ini diperburuk oleh fenomena cuaca El Nino. Banyak sekolah tidak memiliki AC, sehingga siswa harus kepanasan di ruang kelas yang berventilasi buruk dan penuh sesak. Demikian seperti dilansir CNA, Sabtu (6/4).
Advertisement
Departemen pendidikan telah mengeluarkan nasihat yang memberikan wewenang kepada kepala sekolah untuk memutuskan kapan harus beralih ke pembelajaran jarak jauh "jika terjadi cuaca panas ekstrem dan bencana lainnya".
Beberapa sekolah telah mengurangi jam pelajaran untuk menghindari pengajaran pada waktu-waktu terpanas dalam sehari.
"Ruang kelas kami tidak tahan terhadap cuaca seperti ini. Kita punya rasio satu berbanding 60-70 siswa di ruang kelas yang tidak memiliki ventilasi yang baik," kata ketua serikat pengajar Aliansi Guru Peduli (ACT) di Kawasan Ibu Kota Negara Ruby Bernardo, seperti dilansir The Guardian.
Dalam survei yang dilakukan serikat pekerja baru-baru ini, 90 persen guru mengatakan mereka hanya memiliki dua kipas angin di ruang kelas agar tetap sejuk.
Guru juga melaporkan mengalami pusing dan sakit kepala, serta mengatakan siswa tidak dapat fokus bahkan, yang paling parah, mengalami masalah kesehatan, termasuk mimisan. ACT pun menyerukan agar jadwal sekolah diubah kembali ke jadwal sebelum pandemi, sehingga siswa bisa mendapat waktu istirahat selama bulan-bulan terpanas – sesuatu yang diterapkan pemerintah secara bertahap.
Selama Minggu Paskah di Manila, anak-anak dilaporkan bermain di kolam portabel yang disediakan di jalan-jalan agar tetap sejuk.
Dipicu Perubahan Iklim hingga El Nino
Ahli iklim dan sejarawan cuaca Maximiliano Herrera menuturkan gelombang panas bersejarah sedang dialami di seluruh Asia Tenggara. Dalam unggahannya di X alias Twitter, dia mengatakan suhu panas yang belum pernah terjadi sebelumnya pada awal April telah tercatat di stasiun pemantauan di seluruh wilayah pada pekan ini, termasuk di Minbu, Myanmar, yang tercatat mencapai 44 derajat Celsius – pertama kalinya dalam sejarah iklim Asia Tenggara bahwa suhu setinggi itu telah dicapai pada awal bulan.
Di Hat Yai, ujung selatan Thailand, suhu mencapai 40,2 derajat Celsius, sebuah rekor sepanjang masa, sementara Yen Chau di barat laut Vietnam suhu mencapai 40,6 derajat Celsius, yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang tahun ini.
Cuaca ekstrem terbaru ini menyusul peringatan bulan lalu oleh Organisasi Meteorologi Dunia bahwa wilayah ini telah diserang oleh kondisi panas yang parah pada Februari ketika suhu sering kali melonjak hingga mencapai angka 30 derajat Celsius – jauh di atas rata-rata musiman. Cuaca terik tersebut dikaitkan dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia, serta peristiwa El Nino, yang menyebabkan kondisi lebih panas dan kering.
"Tingkat panas yang dialami Bumi selama 12 bulan terakhir, baik di darat maupun di lautan telah mengejutkan ilmu pengetahuan," kata Direktur Earth Observatory Singapura Benjamin Horton.
"Kita selalu tahu bahwa kita akan menuju ke arah ini dengan meningkatnya gas rumah kaca, namun fakta bahwa kita akan memecahkan semua rekor ini pada tahun 2023 dan 2024, mungkin masih terlalu dini. Kita hanya belum siap. Hanya ada sedikit, kalaupun ada, tempat di dunia yang tahan terhadap panas seperti ini," katanya, seraya menambahkan bahwa masyarakat perlu beradaptasi.
Advertisement