Erdogan: Lebih dari 1.000 Anggota Hamas Dirawat di Rumah Sakit Turki

Benarkah pernyataan Erdogan bahwa Turki menampung lebih dari 1.000 anggota Hamas yang terluka?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 16 Mei 2024, 07:04 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2024, 07:04 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Dok. AP/Yasin Bulbul)

Liputan6.com, Ankara - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Senin (13/5/2024) bahwa lebih dari 1.000 anggota Hamas dirawat di rumah sakit di seluruh Turki, menegaskan kembali pendiriannya bahwa kelompok itu adalah gerakan perlawanan.

Berbicara dalam konferensi pers usai pembicaraan dengan Perdana Menteri (PM) Yunani Kyriakos Mitsotakis di Ankara, Erdogan juga mengaku sedih dengan pandangan Yunani yang menganggap Hamas sebagai organisasi teroris.

Seorang pejabat Turki, yang enggan disebutkan namanya, kemudian mengatakan bahwa Erdogan bermaksud merujuk pada warga Palestina dari Jalur Gaza secara umum, bukan anggota Hamas.

"Presiden Erdogan salah bicara, yang dia maksud adalah 1.000 warga Jalur Gaza yang dirawat, bukan anggota Hamas," kata pejabat Turki itu, seperti dilansir Al Arabiya, Kamis (15/5).

Yunani dan Turki tidak dapat menyepakati semua isu terkait perang di Jalur Gaza. Namun, PM Mitsotakis mengatakan keduanya sepakat bahwa kekerasan harus diakhiri dan gencatan senjata jangka panjang diperlukan.

Sementara itu, Erdogan dilaporkan mengatakan kepada Mitsotakis bahwa tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan antara Ankara dan Athena.

Turki dan Yunani, sekutu NATO dan musuh bersejarah, telah lama berselisih mengenai berbagai isu termasuk perbatasan maritim, sumber daya energi di Mediterania timur, penerbangan di atas Laut Aegea, dan perpecahan etnis di Siprus.

Setelah bertahun-tahun mengalami ketegangan yang membawa keduanya ke ambang konflik, mereka mulai mengambil langkah-langkah penting untuk memperbaiki hubungan, terutama sejak kedua pemimpin tersebut terpilih kembali tahun lalu.

"Meskipun ada perbedaan pendapat, kami fokus pada agenda positif dengan menjaga saluran dialog tetap terbuka," kata Erdogan pada konferensi pers bersama dengan Mitsotakis.

Mitsotakis menuturkan pertemuan yang sering dilakukan para pemimpin dalam beberapa bulan terakhir telah membuktikan bahwa dua tetangga dapat membangun pendekatan saling pengertian.

"Hari ini kami menunjukkan bahwa di samping ketidaksepakatan ... kami dapat memetakan kesepakatan yang paralel," tambahnya.

Erdogan mengunjungi Athena pada bulan Desember lalu dan kedua negara menandatangani "Deklarasi Athena" yang bertujuan menetapkan dasar peta jalan untuk memulihkan hubungan.

Mereka sepakat meningkatkan perdagangan, menjaga saluran komunikasi tetap terbuka, melakukan langkah-langkah membangun kepercayaan militer untuk mengurangi ketegangan, dan mengatasi masalah-masalah yang membuat mereka berjarak.

Perselisihan Tetap Ada

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meresmikan bekas gereja Bizantium di Istanbul sebagai masjid pada hari Senin (6/5/2024), empat tahun setelah pemerintahnya menetapkan gereja tersebut sebagai tempat ibadah umat Islam.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meresmikan bekas gereja Bizantium di Istanbul sebagai masjid pada hari Senin (6/5/2024), empat tahun setelah pemerintahnya menetapkan gereja tersebut sebagai tempat ibadah umat Islam. (AP Photo/Emrah Gurel)

Pada hari Minggu (12/5), Mitsotakis mengatakan kepada harian Turki, Milliyet, bahwa kunjungannya ke Ankara – yang pertama dalam lima tahun – adalah kesempatan untuk mengevaluasi kemajuan dan menegaskan kembali komitmen Athena untuk meningkatkan hubungan.

Erdogan, ketika berbicara kepada harian Yunani, Kathimerini, pada hari Minggu, mengungkapkan tujuan utamanya adalah meningkatkan level hubungan bilateral kita ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dia menambahkan kedua tetangga memiliki banyak masalah yang dapat mereka sepakati sambil mencari solusi untuk setiap persoalan.

Bagaimanapun, kedua negara tersebut masih berselisih mengenai beberapa masalah termasuk yurisdiksi maritim.

Rencana Yunani untuk membangun taman laut di Laut Aegea, yang dikatakan bertujuan untuk menjaga lingkungan, telah membuat marah Turki, sementara Yunani kesal dengan keputusan Turki untuk mengubah gereja kuno Chora, yang merupakan museum selama beberapa dekade, menjadi masjid.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya