Israel Bersumpah Intensifkan Serangan terhadap Rafah, Bantah Tuduhan Lakukan Genosida

Netanyahu menyebut bahwa Rafah adalah benteng terakhir Hamas.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 18 Mei 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2024, 07:00 WIB
Didesak Israel, 80.000 Pengungsi Palestina Tinggalkan Rafah
Badan PBB yang membantu pengungsi Palestina mengatakan pada 9 Mei 2024 sekitar 80.000 orang meninggalkan Rafah dalam tiga hari sejak Israel mengintensifkan operasi militer di kota Gaza selatan. (Foto: AFP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Israel bersumpah mengintensifkan serangan daratnya di Rafah, bertentangan dengan peringatan global yang menentang langkah tersebut.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan "pasukan tambahan akan memasuki" wilayah Rafah dan "kegiatan akan meningkat".

"Ratusan sasaran telah diserang dan pasukan kami sedang bermanuver di daerah tersebut," kata Gallant pada hari Rabu, seperti dilansir CNA, Sabtu (18/5/2024).

Sekutu utama Israel, Amerika Serikat (AS), bergabung dengan negara-negara besar lainnya dalam menyerukan agar Israel menahan serangan darat penuh terhadap Hamas di Rafah, kota terakhir di Jalur Gaza yang sejauh ini terhindar dari pertempuran sengit perkotaan.

Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada hari Kamis menegaskan bahwa serangan darat di Rafah adalah bagian penting dari misi menghancurkan Hamas dan mencegah terulangnya serangan 7 Oktober 2023 yang memicu perang saat ini di Jalur Gaza.

"Pertempuran di Rafah sangat penting … Ini bukan hanya sisa batalion mereka, ini juga seperti saluran oksigen bagi mereka untuk melarikan diri dan menyuplai kembali," ujar Netanyahu.

Banyak dari mereka yang melarikan diri dari Rafah menuju wilayah pesisir Al-Mawasi yang telah dinyatakan Israel sebagai "zona kemanusiaan".

"Para pengungsi kelelahan, ketakutan, dan tidak punya sumber daya," tutur kepala tanggap darurat Korps Medis Internasional di Jalur Gaza Javed Ali.

Ali, yang bekerja di rumah sakit lapangan di Al-Mawasi dan merupakan veteran bantuan di berbagai zona perang, menuturkan situasi di Jalur Gaza "jauh lebih dahsyat" dibandingkan apa pun yang pernah dia lihat sebelumnya.

"Jumlah besar kasus trauma, kurangnya sumber daya, terputusnya rantai pasokan … ini adalah sesuatu yang belum pernah saya lihat," ujarnya.

Seruan Liga Arab

Didesak Israel, 80.000 Pengungsi Palestina Tinggalkan Rafah
Sebelumnya, Rafah merupakan salah satu wilayah pengungsian yang aman bagi warga Palestina sejak perang antara milisi Hamas dan Israel berkecamuk pada 7 Oktober 2023 lalu. (Foto: AFP)

Sementara itu, pertempuran sengit dilaporkan mengguncang kamp pengungsi Jabalia di Gaza Utara, di mana Israel kehilangan lima tentaranya pada Rabu (15/5).

"Kami tidak akan membiarkan Hamas bangkit kembali dan mereka akan menanggung akibatnya," ujar panglima militer Israel Herzi Halevi.

AS telah berulang kali mendesak Israel untuk mengambil langkah lebih besar demi melindungi warga sipil dan membuat rencana pascaperang bagi Jalur Gaza.

Merespons permintaan AS, Netanyahu pada Rabu menekankan bahwa setiap rencana pasca perang untuk Jalur Gaza hanyalah "omong kosong" kecuali Hamas dikalahkan.

Di lain sisi, permintaan Gallant kepada Netanyahu agar Israel tidak melakukan kontrol sipil atas Jalur Gaza disebut menunjukkan perpecahan kabinet perang Israel.

"Hari setelah Hamas hanya akan tercapai jika entitas Palestina mengambil kendali atas Jalur Gaza, didampingi oleh aktor-aktor internasional, membangun pemerintahan alternatif," tutur Gallant.

Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menegaskan gerakannya akan tetap ada, sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyudutkan Hamas atas perang di Jalur Gaza.

Dalam pertemuan puncak Liga Arab di Bahrain pada Kamis (16/5), Abbas mengatakan bahwa "keputusan sepihak" Hamas untuk melancarkan serangan pada 7 Oktober telah memberi Israel lebih banyak dalih dan pembenaran untuk menyerang Jalur Gaza.

Hamas menyesalkan pernyataan Ababs.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan puncak, Liga Arab menuntut gencatan senjata segera dan permanen di Jalur Gaza.

Blok yang beranggotakan 22 orang itu juga menyerukan pengerahan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah pendudukan Palestina sampai solusi dua negara diterapkan.

Upaya Afrika Selatan Stop Kebrutalan Israel

Potret Antrean Warga untuk Dapatkan Makanan di Rafah
Lebih dari 1,2 juta orang Palestina mengungsi di Rafah. (AP Photo/Fatima Shbair)

Dalam kasus yang diajukan ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Afrika Selatan pada hari Kamis menuduh Israel meningkatkan apa yang mereka sebut sebagai "genosida" di Jalur Gaza. Afrika Selatan mendesak pengadilan memerintahkan Israel menghentikan serangan terhadap Rafah.

"Sebagai pusat kemanusiaan utama untuk bantuan kemanusiaan di Gaza, jika Rafah jatuh maka Gaza juga akan jatuh," tegas Afrika Selatan.

"Dengan menyerang Rafah, Israel menyerang 'perlindungan terakhir' di Gaza dan satu-satunya wilayah yang tersisa di Jalur Gaza yang belum dihancurkan secara signifikan oleh Israel."

Israel pada Jumat (18/5) dengan tegas membantah tuduhan terkait genosida. Kepada Mahkamah Internasional mereka mengaku melakukan segala yang bisa dilakukan untuk melindungi warga sipil selama operasi militernya di Jalur Gaza.

Tamar Kaplan-Tourgeman, salah satu tim hukum Israel, membela tindakan negara tersebut, dengan mengklaim bahwa Israel mengizinkan bahan bakar dan obat-obatan masuk ke Jalur Gaza.

"Israel mengambil tindakan luar biasa untuk meminimalkan kerugian terhadap warga sipil di Gaza," katanya di hadapan Mahkamah Internasional.

Hakim Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan yang luas untuk memerintahkan gencatan senjata dan tindakan lainnya, meskipun mereka tidak memiliki aparat penegak hukum sendiri. Tengok saja bagaimana perintah Mahkamah Internasional pada tahun 2022 yang menuntut Rusia menghentikan invasi besar-besaran ke Ukraina sejauh ini tidak diindahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya