Akankah Kita Bisa Berhenti Menggunakan Plastik di Kehidupan Sehari-hari?

Meskipun upaya untuk mengurangi emisi karbon dioksida mendorong munculnya alternatif pengganti minyak bumi di sektor lain, penghapusan plastik secara bertahap, terutama untuk aplikasi medis, akan sangat sulit.

oleh Santi Rahayu diperbarui 29 Jun 2024, 20:19 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2024, 20:19 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan upaya kita untuk mencegah pemanasan global yang semakin tak terkendali, banyak masyarakat secara bertahap mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. 

Namun, ada satu industri yang penggunaan bahan bakar minyaknya terus meningkat, yaitu produksi plastik.

Kilang-kilang minyak yang dirancang untuk menghasilkan bahan bakar untuk mobil sedang dialihfungsikan untuk memproduksi lebih banyak bahan kimia, termasuk prekursor plastik. 

Mengutip Live Science, Sabtu (29/6/2024) kilang-kilang baru yang tengah dibangun di Timur Tengah, Asia Pasifik, dan China merupakan fasilitas produksi bahan kimia yang terintegrasi. 

Menurut laporan tahun 2018 dari Badan Energi Internasional, Petrokimia, bahan kimia yang diperoleh dari minyak bumi selama penyulingan dan digunakan untuk menghasilkan ribuan produk, termasuk plastik akan menjadi pendorong terbesar permintaan minyak global dan menyumbang hampir setengah dari total pertumbuhan pada tahun 2050, 

Dalam sebuah pernyataan saat itu, direktur eksekutif IEA, Fatih Birol mengatakan bahwa petrokimia adalah "Titik buta dalam perdebatan tentang energi global." 

Salah satu alasan mengapa penggunaan plastik sulit dihapuskan di berbagai sektor adalah karena harga produksi yang sangat murah.

Namun, itu bukan satu-satunya keunggulan plastik. Mereka memiliki sifat kimiawi yang membuatnya sangat diperlukan dalam sektor medis. Plastik steril, fleksibel, dan cukup murah untuk dibuang setelah sekali pakai, yang merupakan keuntungan untuk pengendalian infeksi.

Industri Medis Beralih dari Peralatan yang Bisa Digunakkan Kembali ke Peralatan Sekali Pakai

Sampah Laut di Pesisir Jakarta Kian Mengkhawatirkan
Banyaknya sampah plastik di wilayah pesisir Marunda Jakarta Utara belum dapat di tangani oleh pemerintah secara maksimal. (merdeka.com/Imam Buhori)

Dalam penelitiannya, Dr. Jodi Sherman, direktur pendiri Yale Program on Healthcare Environmental Sustainability, menemukan bahwa industri medis yang sebelumnya menggunakan peralatan yang dapat digunakan kembali ke perangkat sekali pakai.

Menurut sebuah artikel yang diterbitkan pada tahun 2022 oleh AMA Journal of Ethics, plastik menyumbang antara 20% dan 25% dari limbah yang dihasilkan oleh fasilitas perawatan kesehatan di Amerika Serikat (AS). 

Sementara itu, penggunaan plastik sekali pakai dalam perawatan kesehatan mungkin akan terus meningkat, walaupun seberapa besar jumlahnya masih sulit untuk ditentukan, kata Sherman.

"Tidak ada cara yang tepat untuk mengukurnya," katanya. "Dan kami melihat perubahan yang begitu cepat (terhadap penggunaan plastik sekali pakai) sehingga pada garis besarnya kami tidak tahu."

Untuk mengatasi ketergantungan terhadap minyak, para peneliti perlu menemukan cara untuk membuat plastik dari sumber non-migas dalam skala besar.

 

 

 

Penggunaan Bioplastik Juga Tidak Bebas Dampak Negatif

Sampah plastik.
Ilustrasi sampah plastik cemari lautan. (Foto: Shutterstock)

Di Amerika Serikat, pertanian kedelai telah meningkat secara besat-besaran, sebagian karena penggunaannya sebagai bahan bakar nabati. 

Hal serupa dapat terjadi jika kita beralih ke bioplastik, atau plastik yang terbuat dari biomassa terbarukan, seperti pati jagung atau polihidroksialkanoat (PHA), yang merupakan poliester alami dan dapat terurai oleh mikroorganisme.

Namun, penggunaan bioplastik bukan tanpa risiko. Tidak semua bioplastik dapat terurai, dan sebagian besar yang dapat terurai membutuhkan proses industri untuk mengembalikannya ke alam. 

Dibandingkan dengan pembuatan plastik tradisional, produksi bioplastik menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah. Namun, seperti halnya plastik tradisional, bioplastik juga menghasilkan mikroplastik saat terurai.

Masalah lainnya, bioplastik juga jauh lebih mahal untuk diproduksi, dan tidak selalu memiliki sifat yang ideal untuk setiap penggunaan. 

Di fasilitas rumah sakit, misalnya, peralatan medis yang awet harus tahan lama dan dapat digunakan kembali, jadi fakta bahwa bioplastik lebih mudah terurai adalah masalah, bukan nilai tambah. 

Bioplastik sudah digunakan di beberapa sektor medis, tetapi tingkatnya "sangat rendah," kata Robert Langer, Profesor Institut David H. Koch di Departemen Teknik Biologi MIT.

"Daya tahan adalah masalah yang dapat dipecahkan," kata Langer, "tetapi tantangan yang lebih besar adalah bahwa apa pun yang digunakan dalam lingkungan medis harus diuji keamanannya sebelum digunakan, dan itu sangat mahal," tambahnya.

Perangkat Medis Harus Menggunakan Bahan yang Kuat

Ilustrasi mikroplastik di lautan (dok. Samsung Electronics)
Ilustrasi mikroplastik di lautan (dok. Samsung Electronics)

Jan-Georg Rosenboom, seorang insinyur kimia di MIT, mengatakan kepada Live Science bahwa regulasi kesehatan dan keselamatan mengharuskan bahan yang digunakan dalam perangkat medis untuk bertahan dalam kondisi yang sangat keras. 

Plastik yang digunakan harus berulang kali menahan panas dan tekanan tinggi yang diperlukan untuk sterilisasi, misalnya. 

"Plastik yang dapat terurai secara hayati mungkin tidak tahan terhadap kondisi ini dan mungkin tidak memiliki waktu stabilitas yang dibutuhkan," katanya. 

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa perawatan kesehatan akan menjadi bagian yang menggunakan plastik konvensional tanpa batas waktu. Sebaliknya, apa yang terjadi di industri petrokimia yang lebih luas akan menentukan bagaimana plastik digunakan. 

Frdric Bauer, Dosen senior di Universitas Lund di Swedia juga menjelaskan "Jika pasar berubah dan permintaan plastik berbasis minyak menurun secara signifikan di sektor lain, Industri medis kmeungkinan besar akan mengikutinya,"

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya