Liputan6.com, Teheran - Iran dinilai mengisyaratkan ingin menghindari perang habis-habisan dengan Israel, bahkan saat mengancam akan membalas pembunuhan pemimpin Hamas di ibu kotanya pada 31 Juli 2024.
Teheran, yang telah bersumpah membalas dendam atas pembunuhan Ismail Haniyeh, mengatakan pihaknya bertujuan mencegah Israel mengulangi tindakan serupa. Israel sejauh ini tidak membenarkan atau membantah bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh.
Baca Juga
"Memperkuat stabilitas dan keamanan di kawasan akan dicapai dengan menghukum agresor dan menciptakan pencegahan terhadap Israel ," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani pada hari Senin (5/8) di Teheran, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (6/8).
Advertisement
Iran memiliki hak dalam kerangka hukum internasional, sebut Kanaani, untuk menghukum Israel, namun tidak ingin meningkatkan ketegangan di Timur Tengah.
"Pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan diadakan pada hari Rabu (7/8) atas permintaan Iran untuk membahas pembunuhan Haniyeh dan tanggapan Iran," kata Kanaani.
Kementerian Luar Negeri Iran memanggil duta besar dan kepala misi yang tinggal di Teheran untuk bertemu dengan penjabat Menteri Luar Negeri Ali Bagheri-Kani pada hari Senin demi menegaskan kembali keinginan Iran merespons Israel.
Sementara itu, pada hari Minggu (4/8), Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengakui bahwa Israel sedang dalam perang multi-front melawan apa yang disebutnya poros kejahatan Iran.
"Kami siap untuk skenario apa pun - baik secara ofensif maupun defensif," tutur Netanyahu.
De-eskalasi
Amerika Serikat (AS), yang memindahkan sejumlah aset penting ke Timur Tengah untuk membantu Israel, mendesak Netanyahu melipatgandakan upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. AS dan negara-negara Arab meyakini bahwa berakhirnya pertempuran di wilayah Palestina akan menenangkan kawasan.
Menteri luar negeri G7 pada hari Minggu menyinggung tentang risiko perang regional. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pun mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk de-eskalasi.
Haniyeh tewas beberapa jam setelah serangan udara Israel ke Beirut membunuh Fuad Shukr, seorang komandan senior Hizbullah. Israel mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dan menyalahkan Shukr karena mengatur serangan roket di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, menewaskan 12 anak-anak sedang bermain sepak bola.
Hizbullah, yang telah saling tembak dengan Israel sejak perang di Jalur Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, juga mengancam akan membalas Israel. Tidak menutup kemungkinan mereka bertindak atas koordinasi dengan Iran.
Sementara itu, Iran dan Israel saling serang pada bulan April ketika Teheran menuduh musuh bebuyutnya menyerang gedung konsulatnya di Suriah. Iran meluncurkan 300 pesawat nirawak dan rudal ke Israel setelah itu.
Namun, Iran secara efektif telah memberi tahu tindakan tersebut sebelumnya, membantu Israel dan sekutunya mencegat hampir semua proyektil dan memastikan bahwa proyektil tersebut hanya menimbulkan sedikit kerusakan. Israel, yang mendapat tekanan dari AS dan Eropa untuk tidak menanggapi secara agresif, melancarkan serangan terbatas ke pangkalan udara Iran.
Kali ini, pembalasan Iran mungkin lebih dahsyat, mengingat rasa malu yang sangat besar karena seorang pejabat asing terbunuh di jantung ibu kotanya. Pilihannya berkisar dari serangan langsung lainnya ke Israel hingga meminta proksinya untuk meningkatkan serangan ke negara tersebut hingga menyerang target Israel di seluruh dunia.
Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Hossein Salami pada hari Senin mengulangi ancaman bahwa Israel "akan menerima hukuman pada waktunya".
Advertisement