Liputan6.com, Moskow - Ini kisah mata-mata Rusia yang akhirnya kembali ke tanah kelahiran setelah beranak-pinak di Slovenia.
Melansir Moscow Times, Jumat (9/8/2024), diketahui mereka adalah Artyom Dultsev dan Anna Dultseva. Pasangan suami istri yang menghabiskan waktu bertahun-tahun menyamar sebagai ekspatriat Argentina di Slovenia sambil bertindak sebagai "imigran gelap."
Baca Juga
Mereka kembali ke Rusia disambut bak pahlawan minggu lalu, bersama kedua anak mereka, Sofiya, 11 tahun, dan Daniil, 9 tahun.
Advertisement
Artyom Dultsev dan Anna Dultseva, dua agen rahasia yang kembali ke Rusia sebagai bagian dari pertukaran tahanan bersejarah minggu lalu, berbicara kepada televisi pemerintah tentang menyampaikan berita kepada anak-anak mereka yang berbahasa Spanyol bahwa mereka adalah orang Rusia.
Mata-mata seperti mereka tinggal di luar negeri dalam jangka panjang dengan identitas samaran. Pada tahun 2010, pasangan serupa kembali ke Rusia dalam pertukaran tahanan setelah membesarkan putra-putra mereka sebagai warga negara Kanada.
Dalam wawancara pertama mereka sejak pertukaran tersebut, pasangan Dultsev, yang dijatuhi hukuman penjara di Slovenia bulan lalu karena memata-matai, berbicara kepada saluran televisi Rossiya di sebuah fasilitas intelijen asing. "Kami memberi tahu anak-anak bahwa kami orang Rusia, bahwa mereka orang Rusia," kata Dultseva, mengingat percakapan di pesawat dari Ankara.
Sang suami, Artyom Dultsev, mengatakan putri mereka "emosi, dia mulai menangis sedikit." Putra mereka "bereaksi lebih tenang terhadap hal ini tetapi sangat positif," tambahnya.
Mengenakan kemeja merah muda dan celana jins gelap, pasangan mata-mata Rusia itu berjalan bergandengan tangan dengan anak-anak mereka, yang telah ditempatkan di panti asuhan setelah penangkapan mereka pada Desember 2022.
Anna Dultseva terlihat memuji anak-anaknya dalam bahasa Spanyol — "muy bien" — saat mereka mengucapkan frasa pertama mereka dalam bahasa Rusia. Dia mengatakan merasa sulit untuk berbicara bahasa Rusia lagi.
"Anda tidak berpikir dalam bahasa [Rusia] — Anda mengendalikan diri sepanjang waktu dan ketika kami tiba kami menyadari bahwa kami tidak dapat berbicara," kata Anna Dultseva.
Suara latar dalam wawancara televisi pemerintah menggambarkan pasangan itu sebagai "spesialis kelas atas."
"Orang-orang seperti itu memberikan seluruh hidup mereka untuk melayani tanah air dan melakukan pengorbanan yang tidak dapat dipahami oleh orang normal," kata suara latar tersebut. "Keluarga Dultsev membesarkan anak-anak mereka sebagai penganut Katolik berbahasa Spanyol... Sekarang mereka akan segera mengetahui apa itu borscht."
Pelukan dari Vladimir Putin
Saat pasangan Artyom Dultsev dan Anna Dultseva kembali ke Rusia, Presiden Vladimir Putin memeluk Dultseva, yang menangis saat menginjakkan kaki di tanah Rusia pada hari Kamis (8/8).
"Ketika saya melihat pasukan kehormatan dari jendela pesawat, saya mulai menangis dan Sofiya berkata: 'Ini pertama kalinya saya melihatmu menangis'," kata Dultseva.
Dultseva menambahkan bahwa ia merasa "sangat bersyukur kepada negara kami, sangat bersyukur kepada Vladimir Vladimirovich [Putin]."
Saat di penjara, "kami tidak ragu sedikit pun bahwa negara mengingat kami, bahwa Rusia dan dinas [rahasia] mendukung kami," kata Dultsev.
Istrinya, Anna Dultseva, berjanji bahwa mereka akan terus bekerja "untuk melayani Rusia."
Advertisement
Pakar Kecantikan Jadi Tersangka Mata-Mata Rusia di Inggris
Bicara soal mata-mata, seorang pakar kecantikan menjadi salah satu tersangka kasus mata-mata Rusia di Inggris. Wanita bernama Vanya Gaberova itu terjerat kasus bersama empat orang lainnya.
Vanya Gaberova (29) merupakan pakar kecantikan dan pernah juga menjadi juri di kompetisi bulu mata.
Dilaporkan BBC, Jumat (22/9/2023), lima tersangka itu merupakan warga Bulgaria. Mereka dituduh mengumpulkan informasi yang berguna bagi musuh Inggris. Tindakan mereka diduga dilakukan antara Agustus 2020 hingga Februari 2023.
Identitas kelima orang itu adalah Orlin Roussev, Bizer Dzhambazov, Katrin Ivanova, Ivan Stoyanov, dan Vanya Gaberova. Mereka semua akan datang ke Magistrat Westminster pada Selasa mendatang.
Mereka berlima diduga bekerja dalam sel operasional untuk layanan keamanan Rusia. Salah satu tugas mereka adalah melakukan surveilans kepada target.
Properti-properti milik Roussev (45), Dzhambazov (41), dan Ivanova (31) di London dan Norfolk telah digeledah aparat. Dokumen yang diduga paspor palsu hingga resmi ditemukan.
Roussev diduga memalsukan dokumen-dokumen palsu. Ia juga diduga sebagai link antara pihak yang menginginkan informasi dari Inggris.
Dalam pekerjaannya, Roussev disebut pernah punya urusan bisnis dengan Rusia. Ia pindah ke UK pada 2009 dan bekerja tiga tahun di sektor keuangan.
Profil LinkedIn Roussev menunjukkan bahwa ia memiliki bisnis yang menjurus ke ranah intelijen, yakni terkait intersepsi komunikasi dan sinyal elektronik.
Sementara, Bizer Dzhambazov disebut sebagai supir rumah sakit. Katrin Ivanova menulis di LinkedIn bahwa ia adalah asisten lab untuk bisnis kesehatan swasta. Keduanya pindah ke UK sekitar satu dekade lalu.
Dokumen dari pemerintah Bulgaria menyebut bahwa keduanya juga bekerja di bidang pemilu di London untuk membantu voting pemilu Bulgaria yang ada di luar negeri.
Jual Informasi Penting ke Mata-mata Rusia, Eks Pegawai Keamanan Nasional AS Terancam Penjara Seumur Hidup
Sementara itu, seorang mantan pegawai National Security Agency (NSA) atau Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) mengaku bersalah karena berupaya menjual informasi pertahanan terklasifikasi kepada seorang agen yang menyamar sebagai mata-mata Rusia. Demikian menurut informasi jaksa federal.
Berdasarkan keterangan dari Departemen Kehakiman AS, Jareh Sebastian Dalke (31) yang berasal dari Colorado Springs mengaku bersalah pada hari Senin 23 Oktober 2023 atas enam tuduhan mencoba mengirimkan Informasi Pertahanan Nasional yang terklasifikasi kepada seorang agen Rusia.
Dalke, mantan anggota Angkatan Darat Amerika Serikat, dipekerjakan sebagai pegawai sipil NSA pada Juni 2022, tetapi ia mengundurkan diri kurang dari sebulan kemudian setelah permohonannya untuk cuti sembilan bulan demi membantu anggota keluarganya yang sakit ditolak.
Melansir dari UPI, Rabu (25/10/2023), seorang agen FBI yang menjalani misi rahasia disebut mengirim email kepada Dalke pada 29 Juli. Isinya menyatakan bahwa mereka bisa membicarakan isu yang saling menguntungkan, seperti yang diatur dalam surat pengakuan bersalah.
Beberapa hari kemudian, Dalek mulai berbicara dengan agen tersebut dan mengatakan membutuhkan uang dan ingin dibayar dengan mata uang kripto atas informasi yang diambilnya dari NSA saat masih bekerja di sana.
Menanggapi permintaan pada awal Agustus untuk bukti bahwa dia telah mengambil informasi yang sangat sensitif dari mantan atasannya, Dalek mengirimkan kepada agen tersebut cuplikan dari tiga dokumen terklasifikasi, masing-masing berisi Informasi Pertahanan Nasional.
"Dalke menyatakan bahwa dia memberikan cuplikan tersebut untuk menunjukkan akses yang sah dan niatnya untuk berbagi, dan juga mencatat bahwa cuplikan itu hanyalah 'sebuah sampel kecil dari apa yang ada," demikian isi pengakuan bersalahnya.
Cuplikan-cuplikan yang dikirimkan oleh Dalke berasal dari penilaian ancaman terhadap kemampuan ofensif militer pemerintah asing yang tidak disebutkan namanya, informasi tentang kemampuan pertahanan Amerika Serikat yang sensitif, dan rencana untuk memperbaiki program kriptografi tertentu.
"Dalke dengan sengaja mengirim Excerpt 1, Excerpt 2, dan Excerpt 3 kepada [agen FBI] dengan maksud dan keyakinan bahwa informasi yang terkandung di dalamnya akan digunakan untuk merugikan Amerika Serikat dan menguntungkan negara asing, yaitu Rusia," begitu perjanjian tersebut menyebutkan.
Sebagai balasannya, agen FBI menyetorkan hampir $16.500 (sekitar Rp 261 juta) senilai mata uang kripto ke akun Dalke pada akhir bulan tersebut.
Dalke kemudian meminta agen tersebut membayar $85.000 (sekitar Rp1,3 miliar) sebagai ganti semua informasi yang diambilnya dari NSA, dan mengatur transfer informasi terklasifikasi tambahan kepada agen Rusia yang diduga di Union Station di pusat Kkota Denver.
Agen FBI menangkap Dalke pada tanggal 28 September di Union Station. Penyelidikan secara personal, tempat tinggal, dan kendaraan Dalke menemukan beberapa perangkat elektronik, senjata api, dan catatan pos-it dengan petunjuk tertulis yang sesuai dengan yang diberikan oleh agen Rusia yang diduga untuk mentransmisikan berkas-berkas tersebut.
Dalke akan disidang vonis pada 26 April 2024. Ia terancam hukuman maksimum penjara seumur hidup.
Advertisement