PBB: Penerapan UU Moral dari Taliban Membuat Perempuan Afghanistan Makin Terisolasi

UU moral yang diberlakukan oleh Taliban mengharuskan kaum perempuan menutup bagian wajah dan tubuh perempuan di depan umum.

oleh Tim Global diperbarui 11 Sep 2024, 10:03 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2024, 10:03 WIB
Demo Perempuan Afghanistan Protes Hak Bersekolah
Sejumlah wanita yang berunjuk rasa terlibat adu mulut dengan anggota Taliban di Herat, Afghanistan, Kamis (2/9/2021). Dalam aksi protes yang jarang terjadi ini mereka mengaku siap menerima aturan burqa asal putri mereka tetap bisa bersekolah. (AFP Photo)

Liputan6.com, Kabul - Kepala hak asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (9/9/2024), menyatakan "rasa jijiknya" atas pengumuman terbaru Afghanistan yang dikuasai Taliban terkait undang-undang moral.

Undang-undang itu membungkam perempuan atau memerintahkan mereka menutupi wajah dan tubuh di depan umum.

Volker Türk mengatakan, dalam sesi Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa bahwa undang-undang baru tersebut diterapkan bersamaan dengan larangan anak perempuan Afghanistan untuk bersekolah di sekolah menengah.

Isinya, melarang mereka mengakses pendidikan universitas, dan sangat membatasi akses perempuan terhadap kehidupan publik dan kesempatan kerja, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (11/9).

"Saya ngeri membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada perempuan dan anak perempuan Afghanistan. Kontrol represif terhadap separuh populasi di negara ini tidak terjadi di negara lain saat ini," kata Komisaris Hak Asasi Manusia PBB.

Türk mengecam undang-undang moral tersebut sebagai hal yang keterlaluan dan menganggapnya sebagai penganiayaan gender yang sistematis.

Ia memperingatkan bahwa pengekangan yang semakin ketat terhadap perempuan dapat mendorong Afghanistan semakin jauh ke jalur isolasi, penderitaan, dan kesulitan.

Itu juga akan membahayakan masa depan negara itu dengan "secara besar-besaran menghambat pembangunannya," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Larangan Pelapor Khusus dari PBB Melihat HAM di Afghanistan

Potret Perempuan Afghanistan di Tengah Aturan Wajib Burqa
Seorang perempuan Afghanistan menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Korea Selatan, di Kabul, Selasa (10/5/2022). Taliban pada Sabtu pekan lalu memerintahkan semua perempuan Afghanistan menutupi seluruh tubuhnya atau mengenakan burqa tradisional di depan umum. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Richard Bennett, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia Afghanistan, juga berbicara pada kesempatan tersebut dan memberi tahu peserta sidang di Jenewa bahwa Taliban baru-baru ini melarangnya mengunjungi negara itu untuk melakukan penilaian sesuai dengan mandatnya.

Ia menambahkan bahwa undang-undang moral itu "menandai fase baru dalam penindasan berkelanjutan terhadap hak asasi manusia" sejak Taliban kembali menguasai negara itu tiga tahun lalu.

Undang-undang setebal 114 halaman dan 35 pasal yang disahkan Taliban pada bulan lalu itu menguraikan berbagai tindakan dan perilaku khusus yang dianggap wajib atau dilarang Taliban bagi pria dan perempuan Afghanistan sesuai interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam.

 


Taliban Tak Respons PBB

Demo Perempuan Afghanistan Protes Hak Bersekolah
Aksi sekelompok wanita saat berunjuk rasa di Herat, Afghanistan, Kamis (2/9/2021). Para pengunjuk rasa mendesak Taliban menghormati hak-hak kaum perempuan, termasuk menempuh pendidikan. (AFP Photo)

Para pemimpin Taliban tidak mengomentari pernyataan PBB, tetapi sebelumnya telah menolak kritik internasional terhadap undang-undang moral itu.

Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban, baru-baru ini menyatakan bahwa "non-Muslim harus mendidik diri mereka sendiri tentang hukum Islam dan menghormati nilai-nilai Islam" sebelum menolak atau mengajukan keberatan terhadap hukum tersebut.

"Kami menganggapnya sebagai penghujatan terhadap Syariah Islam kami ketika keberatan diajukan tanpa memahaminya," katanya.

Belum ada negara yang secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan, dengan alasan masalah hak asasi manusia, khususnya perlakuan keras terhadap perempuan.

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya