Partai Berkuasa Kalah Pemilu, Jepang Terjerumus Ketidakpastian Politik

LDP kehilangan mayoritas parlemen untuk pertama kalinya dalam 15 tahun.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 28 Okt 2024, 14:01 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2024, 14:01 WIB
Shigeru Ishiba
Shigeru Ishiba terpilih sebagai Ketua Partai Demokrat Liberal (LDP), membuka jalan baginya untuk menggantikan Fumio Kishida sebagai perdana menteri Jepang. (Dok. AP Photo/Hiro Komae, Pool)

Liputan6.com, Tokyo - Koalisi penguasa Jepang kehilangan kursi mayoritasnya di parlemen menyusul kekalahan telak dalam pemilu nasional pada hari Minggu (27/10/2024), meningkatkan ketidakpastian atas susunan pemerintahan berikutnya dan prospek ekonomi terbesar keempat di dunia.

Perusahaan penyiaran Jepang, NHK, melaporkan Partai Demokrat Liberal (LDP) yang telah memerintah Jepang hampir sepanjang sejarah pascaperangnya dan mitra koalisi juniornya Komeito memperoleh 215 kursi di majelis rendah parlemen.

Perolehan itu turun dari 279 kursi yang mereka peroleh sebelumnya sekaligus menandai hasil pemilu terburuk koalisi tersebut sejak sempat kehilangan kekuasaan pada tahun 2009.

"Pemilu ini sangat sulit bagi kami," kata Perdana Menteri (PM) Shigeru Ishiba, seperti dilansir CNA, Senin (28/10).

Keiichi Ishii dari Komeito, yang mengambil alih sebagai pemimpin baru partai tersebut bulan lalu, kalah di distriknya.

Pemenang terbesar malam itu, oposisi utama Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ), memperoleh 148 kursi, naik dari 98 kursi sebelumnya.

Kekalahan LDP digambarkan sebagai "hukuman" atas skandal penggelapan dana partai dan inflasi.

Hasil pemilu akan memaksa partai-partai untuk membuat kesepakatan pembagian kekuasaan yang penuh gesekan untuk memerintah, berpotensi membawa ketidakstabilan politik saat negara tersebut menghadapi tantangan ekonomi dan situasi keamanan yang tegang di Asia Timur.

"Ini bukan akhir, namun awal," kata pemimpin CDPJ Yoshihiko Noda dalam konferensi pers, seraya menambahkan bahwa partainya akan bekerja sama dengan partai-partai oposisi lainnya untuk mengupayakan perubahan pemerintahan.

PM Ishiba telah menyerukan pemilu dadakan segera setelah terpilih menjadi ketua partai bulan lalu, dengan harapan memenangkan mandat publik untuk jabatan perdana menterinya. Pendahulunya, Fumio Kishida, mengundurkan diri setelah dukungannya turun akibat kemarahan atas krisis biaya hidup dan skandal yang melibatkan pendanaan yang tidak tercatat kepada anggota parlemen.

Pemilu Jepang berlangsung sembilan hari sebelum Pilpres Amerika Serikat - sekutu terdekat Jepang - pemungutan suara lainnya yang tidak dapat diprediksi.

Partai-partai yang lebih kecil, seperti Partai Demokratik untuk Rakyat (DPP) atau Partai Inovasi Jepang, menjadi kunci untuk membentuk pemerintahan.

Menurut NHK, DPP memenangkan 28 kursi dan Partai Inovasi Jepang 38 kursi. Namun, kebijakan keduanya bertentangan dengan garis LDP.

Ketua DPP Yuichiro Tamaki tidak mengesampingkan kemungkinan kerja sama dengan koalisi yang dipimpin LDP, namun Ketua Partai Inovasi Jepang Nobuyuki Baba menolak gagasan tersebut.

Bagaimana dengan Masa Depan Ishiba?

Jika bertahan, Ishiba akan memimpin pemerintahan minoritas, yang berarti dia harus mencari dukungan dari partai lain berdasarkan kasus per kasus.

Hal tersebut membuatnya rentan terhadap tantangan dari dalam partainya sendiri.

Spekulasi berkembang bahwa Ishiba mungkin dipaksa mengundurkan diri dan jika itu terjadi dia akan tercatat sejarah sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah pascaperang Jepang.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya