Liputan6.com, Jakarta - Rabu, 20 November 2024 menandai hari ke-1.000 sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Agresi Rusia selama lebih dari dua tahun terakhir telah berdampak besar bagi Ukraina.
"Sekitar 12 ribu rudal dijatuhkan ke kota-kota dan desa-desa Ukraina. 12 ribu dalam 1.000 hari, 12 rudal per hari, setiap hari, tanpa istirahat,” ujar Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, dalam acara peringatan 1.000 hari invasi Rusia ke Ukraina di Jakarta.
Advertisement
Baca Juga
“Lebih dari 13 ribu warga Ukraina, termasuk lebih dari 600 anak-anak, terbunuh sejak Februari 2022. Lebih dari 30 ribu orang luka-luka … Lebih dari 11 juta orang mengungsi,” ungkap Dubes Vasyl yang juga menambahkan bahwa statistik korban di kota-kota yang dikepung dan direbut Rusia, seperti Kota Mariupol, belum bisa dihitung.
Advertisement
Sejauh ini, menurut sang dubes, terdapat lebih dari 150 ribu kejahatan perang telah dilakukan, diadukan, dan sedang diselidiki.
Walau invasi Rusia telah berlangsung selama 1.000 hari, sejarah konflik Ukraina dan Rusia terus berlanjut selama berabad-abad.
“Kami memperingati yang kami sebut di Ukraina sebagai '1.000 hari dari perang 10 tahun yang berlangsung selama berabad-abad'. Ini adalah perjuangan untuk kemerdekaan oleh rakyat Ukraina yang berlangsung selama 300 tahun lebih,” tutur Hamianin.
Ia menjelaskan bahwa rakyat Ukraina pertama kali “diperbudak” oleh Ketsaran Rusia pada tahun 1654, di mana persatuan militer kedua negara berubah menjadi perbudakan pihak Ukraina. Lalu, perang Rusia-Ukraina di abad ke-21 bermula saat Rusia menduduki Krimea pada tahun 2014. Hamianin mengatakan bahwa 1.000 hari terakhir merupakan “serangan kepada Ukraina yang paling panas, kejam, radikal, dan tidak manusiawi.”
Acara peringatan yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Ukraina di Indonesia ini juga mengenang Holodomor, sebuah peristiwa kelaparan buatan oleh Uni Soviet yang terjadi di Ukraina pada tahun 1932-1933.
“Mungkin merupakan masa terkelam di sejarah Ukraina, pada tahun 1932-1933, genosida terhadap masyarakat Ukraina dilakukan oleh rezim komunis Uni Soviet, di mana empat sampai enam juta orang Ukraina tewas karena kelaparan yang diatur secara artifisial oleh para pemimpin komunis,” jelas Dubes Hamianin.
“Yang penting adalah kita harus mengingat ini. Melupakan masa lalu akan berisiko mengulanginya.”
Menghadapi konflik yang berkelanjutan ini, Dubes Vasyl Hamianin menyampaikan bahwa Ukraina masih semangat dalam perlawanannya.
“Bila kami berhenti melawan, kami akan hilang dari peta dan dihapuskan dari memori generasi-generasi yang akan datang. Oleh karena itu, kami melawan,” ucapnya.
"Harapan saya adalah bahwa kita, bersama dengan Indonesia, bersama dengan negara-negara lain yang beritikad baik, akan mengakhiri agresi besar ini dan juga semua kekejaman, semua perang yang terjadi di Timur Tengah, yang terjadi di Afrika, yang terjadi di seluruh dunia."