Liputan6.com, Taipei - Kementerian Pertahanan Taiwan pada hari Selasa (10/12/2024) mengatakan China mengerahkan kekuatan laut terbesar di kawasan tersebut dalam beberapa dekade terakhir, menandainya sebagai lonjakan aktivitas militer Beijing di Selat Taiwan dan Pasifik Barat.
Taiwan telah berada dalam kondisi siaga tinggi sejak Senin (8/12), mengantisipasi latihan militer yang diperkirakan akan dilaksanakan setelah Presiden Lai Ching-te memicu kemarahan China dengan melakukan kunjungan tidak resmi ke Amerika Serikat (AS), tepatnya Hawaii dan Guam, pada awal bulan ini.
Baca Juga
Pada Senin, Taiwan melaporkan bahwa beberapa formasi kapal angkatan laut dan penjaga pantai China sedang bergerak di perairan kawasan dan sekitar Selat Taiwan. China sejauh ini belum mengumumkan latihan militer atau mengakui pengerahan besar-besaran yang disebut Taiwan. Demikian seperti dikutip dari CNN.
Advertisement
Partai Komunis yang berkuasa di China mengklaim Taiwan, yang merupakan negara demokrasi yang memerintah diri sendiri, sebagai wilayah mereka, meskipun tidak pernah menguasainya dan tidak menutup kemungkinan untuk menundukkannya sekalipun dengan kekerasan. China menganggap interaksi tidak resmi antara AS dan Taiwan sebagai pelanggaran terhadap kedaulatannya.
Pemimpin Taiwan menolak klaim teritorial China atas mereka.
"Jumlah kapal China yang 'menakjubkan' telah dikerahkan dalam skala yang dapat menghalangi kekuatan eksternal," tutur Wakil Kepala Staf Umum untuk Intelijen Letnan Jenderal Hsieh Jih-Sheng dalam pengarahan Kementerian Pertahanan Taiwan pada Selasa.
Hsieh menyebutkan bahwa pengerahan angkatan laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) ini tidak hanya menargetkan Taiwan. Dia menambahkan bahwa penyebarannya meluas ke perairan di luar Rantai Pulau Pertama (istilah geostrategis). Rantai pulau strategis yang mencakup Jepang, Taiwan, sebagian Filipina dan Indonesia, ini telah lama menjadi kunci bagi AS untuk mempertahankan posisinya sebagai kekuatan dominan di Pasifik.
"Kegiatan terbaru PLA tidak hanya memberikan tekanan militer pada Taiwan. Kekuatan angkatan lautnya, khususnya, telah meningkatkan posturnya di sekitar Taiwan dan Pasifik Barat," kata Hsieh.
Kemampuan China untuk memblokir kekuatan eksternal yang mencoba memasuki rantai pulau pertama bisa menjadi ancaman terhadap kelangsungan hidup Taiwan jika terjadi invasi China, yang berpotensi memutuskan akses laut oleh kekuatan luar yang berusaha membantu Taiwan.
Menurut Kementerian Pertahanan Taiwan, pengerahan maritim ini merupakan yang terbesar sejak China mulai menggelar latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan pada pertengahan 1990-an.
Pihak berwenang Taiwan juga melaporkan peningkatan signifikan dalam jumlah pesawat PLA yang beroperasi di sekitar wilayahnya, dengan mendeteksi 47 pesawat dalam 24 jam sebelum pukul 06.00 pada Selasa.
Dalam pernyataan pada hari Senin, pihak berwenang Taiwan mengatakan PLA telah menetapkan tujuh zona ruang udara terlarang di sebelah timur Provinsi Zhejiang dan Fujian.
"Belum ada latihan tembak langsung yang dilakukan di zona-zona yang terletak di sebelah utara dan barat laut Taiwan tersebut," ungkap Kementerian Pertahanan Taiwan pada Selasa.
Kunjungan Lai Ching-te ke AS
Gerakan militer China ini terjadi beberapa hari setelah Lai Ching-te melakukan kunjungan tidak resmi ke Hawaii dan Guam selama tur seminggu di Pasifik Selatan, yang berakhir pada hari Jumat (6/12).
Kunjungan ini menjadi yang pertama bagi Lai Ching-te ke AS sejak menjabat sebagai presiden pada Mei lalu. Pemimpin yang telah lama menghadapi kecaman China karena membela kedaulatan Taiwan ini memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menunjukkan solidaritas dengan negara-negara demokrasi yang sejalan dengan pandangannya.
Pihak berwenang China menyatakan penolakan keras terhadap perjalanan Lai Ching-te, menyebutnya sebagai "separatis". Perjalanan ini berlangsung setelah AS menyetujui penjualan senjata baru ke Taiwan, yang memicu China untuk berjanji mengambil "tindakan balasan yang kuat".
Latihan militer semakin menjadi salah satu alat utama bagi China untuk menyuarakan ketidakpuasan dan kunjungan pejabat AS atau Taiwan ke wilayah masing-masing sering kali memicu latihan perang besar dari China.
Pada bulan Mei, beberapa hari setelah pelantikan Lai Ching-te, China menggelar latihan militer besar-besaran selama dua hari di sekitar Taiwan yang disebut sebagai "hukuman" untuk "tindakan separatis" yang dituduhkan kepadanya. Latihan ini dinamakan "Joint Sword-2024A".
China kemudian melanjutkan dengan latihan "Joint-Sword-2024B" pada bulan Oktober, setelah Lai Ching-te menyatakan dalam pidato Hari Nasional bahwa pulau tersebut "tidak tunduk" pada China.
Ketika ditanya tentang pergerakan militer terbaru, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam pengarahan rutin pada hari Selasa enggan memberikan komentar langsung. Namun, dia mengatakan, "Masalah Taiwan adalah urusan dalam negeri China dan China akan tegas mempertahankan kedaulatan nasionalnya."
Advertisement