Liputan6.com, Doha - Hamas dan Israel telah mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata di Jalur Gaza, yang mencakup pembebasan sandera. Kesepakatan ini menyusun gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan bertahap pasukan Israel dari Jalur Gaza. Sandera yang diculik oleh Hamas akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina yang ada di Israel.
Dalam konferensi pers di Doha, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan bahwa gencatan senjata akan mulai berlaku pada hari Minggu (19/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
"Kesepakatan ini akan menghentikan pertempuran di Jalur Gaza, mempercepat bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina, dan menyatukan para sandera dengan keluarga mereka setelah lebih dari 15 bulan dalam penahanan," kata Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Washington, seperti dikutip dari CNA, Kamis (16/1).
Advertisement
Warga Palestina merespons kabar tentang kesepakatan ini dengan merayakannya di jalanan Jalur Gaza. Di Khan Younis, kerumunan sesak memenuhi jalan-jalan dengan suara klakson, mereka bersorak, mengibarkan bendera Palestina, dan menari.
"Saya sangat bahagia, ya, saya menangis, namun ini adalah air mata kebahagiaan," kata Ghada, seorang ibu yang terlantar dengan lima anak.
Di Tel Aviv, keluarga sandera Israel dan teman-teman mereka bergembira mendengar kabar ini. Mereka merasakan kegembiraan dan kelegaan yang luar biasa atas kesepakatan untuk membawa orang yang mereka cintai pulang.
"Penerimaan Israel terhadap kesepakatan ini belum resmi sampai disetujui oleh Kabinet Keamanan dan pemerintah Israel, dengan pemungutan suara yang dijadwalkan pada Kamis," kata seorang pejabat Israel.
Kesepakatan ini diperkirakan akan disetujui meskipun ada penolakan dari beberapa pihak di pemerintahan koalisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang kembali mengutuk kesepakatan tersebut pada hari Rabu (15/1).
Presiden Israel Isaac Herzog meminta kabinet dan pemerintah Israel untuk menerima dan menyetujui saat kesepakatan ini diajukan.
"Dengan mengorbankan banyak darah, melalui upaya keamanan, diplomatik, dan sosial yang sangat besar, kita telah menciptakan sebuah momen kesempatan. Kita harus memanfaatkannya," ungkap Herzog, seperti dikutip dari kantor berita NPR.
Kantor PM Israel mengungkapkan bahwa Netanyahu menelepon Biden dan presiden terpilih AS Donald Trump untuk mengucapkan terima kasih dan mengatakan dia akan segera mengunjungi Washington. Dalam sebuah pernyataan di media sosial yang mengumumkan gencatan senjata, Hamas menyebut kesepakatan sebagai "sebuah pencapaian bagi rakyat kami" dan "sebuah titik balik".
Mengurangi Ketegangan Regional
Jika berhasil, gencatan senjata akan menghentikan pertempuran yang telah meratakan sebagian besar Jalur Gaza yang sangat padat penduduk dan memaksa sebagian besar penduduk asli wilayah kantong ini, yang sebelumnya berjumlah 2,3 juta orang, untuk mengungsi.
Hal ini dapat mengurangi ketegangan di seluruh Timur Tengah, di mana perang telah memicu konflik di Tepi Barat yang diduduki Israel, di Lebanon, Suriah, Yaman, dan Irak, serta meningkatkan kekhawatiran akan perang besar-besaran antara musuh bebuyutan: Israel dan Iran.
Seorang sumber menyebutkan, tahap pertama dari kesepakatan ini melibatkan pembebasan 33 sandera Israel, termasuk semua perempuan, anak-anak, dan pria di atas 50 tahun. Dua sandera asal AS, Keith Siegel dan Sagui Dekel-Chen, termasuk di antara mereka yang akan dibebaskan dalam fase pertama.
Kesepakatan mencakup pula peningkatan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan bahwa "prioritas saat ini harus untuk meredakan penderitaan luar biasa yang disebabkan oleh konflik ini."
Baik PBB maupun Komite Palang Merah Internasional mengatakan mereka sedang mempersiapkan untuk meningkatkan operasi bantuan mereka secara besar-besaran.
Kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera tercapai menyusul berbulan-bulan negosiasi yang rumit dan berulang yang dilakukan oleh mediator Mesir dan Qatar, dengan dukungan dari AS, dan datang tepat menjelang pelantikan Trump pada Senin (20/1).
Di akun media sosialnya, Trump menyebutkan kesepakatan ini tidak akan terjadi jika dia tidak memenangkan Pilpres AS 2024.
Utusan Timur Tengah Trump, Steve Witkoff, hadir di Qatar bersama utusan Gedung Putih untuk negosiasi dan seorang pejabat senior pemerintahan Biden menyatakan kehadiran Witkoff sangat penting untuk mencapai kesepakatan setelah 96 jam negosiasi intensif.
Biden mengatakan kedua tim "telah berbicara sebagai satu kesatuan" meskipun pemerintahan Trump akan menangani sebagian besar pelaksanaan kesepakatan ini.
Advertisement
Pertanyaan yang Belum Terjawab
Jalan ke depan akan kompleks, dengan kemungkinan adanya ranjau politik. Keluarga sandera Israel mengungkapkan kekhawatiran bahwa kesepakatan ini mungkin tidak akan sepenuhnya dilaksanakan dan beberapa sandera akan tertinggal di Jalur Gaza.
Negosiasi untuk melaksanakan fase kedua dari kesepakatan ini akan dimulai pada hari ke-16 dari fase pertama dan tahap ini diharapkan mencakup pembebasan semua sandera yang tersisa, gencatan senjata permanen, dan penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Tahap ketiga diharapkan akan membahas pemulangan semua jenazah yang tersisa dan dimulainya rekonstruksi Jalur Gaza yang diawasi oleh Mesir, Qatar, dan PBB.
Trump mengatakan dia akan menggunakan kesepakatan gencatan senjata ini sebagai momentum untuk memperluas Abraham Accords – kesepakatan yang didukung AS yang mengnormalisasi hubungan Israel dengan beberapa negara Arab pada masa kepresidenannya 2017-2021.
Jika semua berjalan lancar, Palestina, negara-negara Arab, dan Israel masih harus menyepakati visi untuk Jalur Gaza pasca-perang, sebuah tantangan besar yang melibatkan jaminan keamanan bagi Israel dan investasi miliaran dolar untuk rekonstruksi.
Salah satu pertanyaan yang belum terjawab adalah siapa yang akan memerintah Jalur Gaza setelah perang?
Israel telah menolak keterlibatan Hamas, yang telah memerintah wilayah itu sejak 2007 dan secara resmi berjanji menghancurkan Israel. Namun, Israel hampir sama keras menolak pemerintahan oleh Otoritas Palestina, badan yang dibentuk berdasarkan perjanjian perdamaian sementara Oslo tiga dekade lalu yang memiliki kekuasaan terbatas di Tepi Barat.
Pasukan Israel menginvasi Jalur Gaza setelah kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Hamas menembus penghalang keamanan dan menyerbu komunitas-komunitas di dekat perbatasan Israel pada 7 Oktober 2023. Israel mengklaim 1.200 orang tewas dan lebih dari 250 orang diculik pada hari itu.
Perang udara dan darat Israel di Jalur Gaza telah membunuh lebih dari 46.000 orang, menurut angka otoritas kesehatan Jalur Gaza, dengan ratusan ribu orang yang terlantar berjuang menghadap dinginnya musim dingin di tenda dan tempat penampungan darurat.