Teleskop James Webb Temukan Misteri Lubang Hitam Supermasif di Alam Semesta Awal

Jika lubang hitam memang berkembang lebih cepat dalam lingkungan awal yang padat gas dan debu, maka ini bisa mengubah pemahaman kita tentang evolusi galaksi.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 04 Feb 2025, 03:00 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2025, 03:00 WIB
Ilustrasi lubang hitam raksasa atau supermassive black hole
Ilustrasi lubang hitam raksasa atau supermassive black hole yang berjarak 13 miliar tahun cahaya dari Bumi (Robin Dienel/Carnegie Institution for Science)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) menemukan lubang hitam supermasif yang jauh lebih besar daripada teori dan perkiraan di galaksi awal alam semesta. Lubang hitam ini memiliki massa yang jauh lebih besar 10 hingga 100 kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah massa bintang di galaksi tempat mereka berada.

Melansir laman Live Science pada Senin (03/02/2025), umumnya lubang hitam supermasif biasanya memiliki massa sekitar 0,01 persen dari total massa bintang di galaksi inangnya. Artinya, untuk setiap 10.000 massa bintang, ada sekitar satu massa bintang yang terdapat dalam lubang hitam supermasif di pusat galaksinya.

Namun, para peneliti menemukan bahwa di beberapa galaksi awal yang diamati oleh JWST memiliki lubang hitam supermasif dengan massa yang mencapai 10 persen dari total massa bintang di galaksi tersebut. Meski penelitian ini masih dalam tahap awal dan belum diterbitkan di jurnal ilmiah peer-review, hasilnya telah diposting di arXiv untuk didiskusikan lebih lanjut oleh komunitas astronomi.

Dalam studi terbaru ini, para ilmuwan menemukan setiap 10.000 massa matahari dalam bentuk bintang, terdapat 1.000 massa matahari dalam lubang hitam supermasif, atau 1.000 kali lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Penemuan ini bisa menjadi kunci dalam memahami bagaimana lubang hitam supermasif dengan massa jutaan atau bahkan miliaran kali matahari dapat tumbuh begitu cepat di awal alam semesta.

Jika lubang hitam memang berkembang lebih cepat dalam lingkungan awal yang padat gas dan debu, maka ini bisa mengubah pemahaman kita tentang evolusi galaksi. Sejak JWST mulai mengirimkan data pada 2022, teleskop ini telah membantu astronom memahami lebih dalam tentang alam semesta awal.

 

Little Red Dots

Salah satu temuan menarik adalah adanya galaksi kecil berwarna merah yang disebut "titik merah kecil" atau "little red dots". Galaksi ini, yang terbentuk hanya 1,5 miliar tahun setelah Big Bang.

Galaksi ini memiliki warna merah yang diduga berasal dari cakram akresi di sekitar lubang hitam supermasif yang aktif menghisap materi. Proses ini menghasilkan energi elektromagnetik dalam jumlah besar dari inti galaksi yang disebut Active Galactic Nucleus (AGN).

Para astronom masih berusaha memahami lebih jauh sifat galaksi ini. Salah satu hal yang membingungkan adalah kecerahan dalam spektrum inframerah dan kelemahan dalam emisi sinar-X.

Biasanya, AGN memancarkan banyak sinar-X, tetapi galaksi "titik merah kecil" tampaknya memiliki karakteristik yang tidak biasa. Untuk menyelidiki lebih lanjut, para peneliti menggunakan data dari survei "All the Little Things (ALT)" tahun kedua JWST untuk membuat peta 3D dari distribusi galaksi di wilayah tertentu di langit.

Dari sini, mereka menemukan tujuh galaksi 'titik merah kecil' yang sangat jauh. Cahaya mereka telah menempuh perjalanan sekitar 12,5 miliar tahun untuk mencapai kita.

Salah satu penjelasan yang mungkin adalah lingkungan kaya gas di alam semesta awal memungkinkan lubang hitam supermasif tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan saat ini. Kepadatan gas yang tinggi memungkinkan tabrakan bintang dan lubang hitam kecil secara berulang, yang akhirnya membentuk lubang hitam supermasif.

Jika teori ini benar maka pembentukan bintang dan lubang hitam supermasif saling berkaitan. Awalnya, lubang hitam tumbuh lebih cepat, tetapi akhirnya pembentukan bintang akan menyusul, menghasilkan rasio massa 1:100 yang kita lihat di alam semesta saat ini.

Untuk mengonfirmasi temuan ini, para astronom akan mencari lebih banyak galaksi "titik merah kecil" dan memastikan bahwa hasil yang mereka dapatkan bukan karena kesalahan pengukuran atau bias pemilihan data.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya