Liputan6.com, Jakarta Meski laporan Kementerian Kesehatan menunjukkan sejumlah ibu hamil dapat menyelamatkan bayinya dari HIV dengan mengonsumsi obat antiretroviral (ARV), sebagian ibu hamil justru merasa malu bila ketahuan terinfeksi HIV oleh suami.
Hal ini tentu sangat disayangkan oleh Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Menurutnya, cakupan tes HIV yang dilakukan pada ibu hamil semakin tinggi dan bisa menyelamatkan bayinya dari HIV. Tapi yang ikut tes tak sampai setengahnya atau sekitar 6 persen.
Baca Juga
"Jumlah ibu hamil yang HIV positif dari tahun ke tahun meningkat. Tapi ibu hamil yang mau mendapat obat antiretroviral menurun di 2013. Data menunjukkan, hingga akhir Desember 2013 dari 3.135 ibu hamil HIV positif, hanya 1.544 yang mau diberi obat atau sekitar 6 persen," kata Menkes saat temu media di Kantor Kementerian Kesehatan, ditulis Jumat (25/4/2014).
Advertisement
Padahal Menkes melanjutkan, obat antireroviral dapat menekan angka bayi lahir dengan HIV. Bahkan bila dibandingkan dengan tahun 2012, bayi HIV positif hanya ada 86 dari 1.070 ibu hamil yang mau ARV. Sedangkan di 2013, dari 1.544 ibu hamil yang mau ARV ada sebanyak 106 bayi saja ternyata HIV.
"Kalau pakai ARV, banyak bayi bisa terhindar dari HIV positif saat lahir. Tapi ini merisaukan karena banyak ibu merasa malu dan takut suami tahu kalau dirinya HIV. Padahal tanpa ia tahu, HIV yang ia terima akibat ditularkan suami," jelas Menkes.
Selain itu, Menkes juga menyebutkan alasan ibu hamil menolak ARV karena masalah akses. Kebanyakan ibu khawatir tidak bisa memeriksakan dirinya kembali karena akses yang jauh. Kemudian takut diskriminasi dan ketidakmampuan konselor dalam meyakinkan ibu yang bisa menyelamatkan anaknya.