Liputan6.com, Yogyakarta Pemerintah dinilai berat sebelah dalam menyikapi permasalahan pengendalian tembakau. Di antara masalah ekonomi dan ketenagakerjaan dengan faktor kesehatan yang ditimbulkan oleh tingginya konsumsi rokok di Indonesia, pemerintah belum berani ambil sikap sama.
Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (PKEKK UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, pemerintah lebih khawatir pengendalian tembakau akan mengurangi penyerapan tenaga kerja.
Baca Juga
Padahal, menurutnya penyerapan tenaga kerja tidak hanya dilakukan dengan memproduksi tembakau menjadi rokok. “Pemerintah selama ini kan masih berpikir kalau tidak ada produksi rokok, maka petani tembakau akan rugi. Padahal ada solusi lain yang bisa dilakukan. Misalkan saja seperti hasil pajak bea cukai rokok yang 10 persen untuk negara, lima persennya bisa dikembalikan langsung kepada petani tembakau untuk mengasah skill atau keterampilan lain mereka, selain dari memproduksi tembakau menjadi rokok,” katanya saat menjadi keynote speaker dalam International Conference “Promoting Tobacco Control Through Policy-Relevant Research” di Hyatt Regency Hotel, Yogyakarta Senin (20/4/2015).
Advertisement
Hasbullah menyarankan agar pemerintah jeli dan tanggap terhadap pengaruh rokok karena kesadaran masyarakat Indonesia, khususnya golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, masih rendah. Ditambah harga rokok di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura.
“Inilah yang menyebabkan konsumsi rokok di Indonesia tinggi. Di Indonesia, setiap tahunnya 260 miliar batang rokok dikonsumsi. Dan yang mencengangkan pengonsumsi rokok terbesar adalah masyarakat usia produktif. Ini juga yang harusnya diperhatikan oleh pemerintah,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik IndonesiaTjandra Yoga Adiatama mengatakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah melakukan berbagai hal dalam upaya pengendalian tembakau.
“Seperti penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai fasilitas publik. Selain itu, upaya preventif yang sudah kami lakukan juga adalah dengan cara melakukan konseling untuk membangun motivasi agar orang-orang bisa berhenti merokok. Konseling ini dilakukan di puskesmas – puskesmas, dengan nama program KBM (Konseling Berhenti Merokok),” jelasnya.