Liputan6.com, Jakarta Lebih dari 1,7 juta orang di Indonesia berpotensi mengalami gangguan tiroid. Sayangnya, tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang gangguan tiroid ini masih sangat rendah. Data yang dikumpulkan oleh Unit Koordinasi Kerja Endokrinoligi Anak Kemenkes RI dari tahun 2000-2013, Indonesia mempunyai kasus positif gangguan tiroid pada bayi yang baru lahir sebanyak 1:2.736. Jumlah ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio global yaitu 1:3000 kelahiran.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr, dr. Aman Bakti Pulungan, Sp(A)K mengatakan Hipotiroid Kongenital adalah kondisi di mana kerja kelenjar tiroid pada anak menurun atau tidak berfungsi sejak lahir, yang mengakibatkan bayi kekurangan hormon tiroid. Hal ini juga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan disik dan mental anak melambat.
"Bayi atau anak yang kekurangan hormon tiroid bisa mengalami hambatan pertumbuhan seperti, perkembangan motorik dan mental yang tidak seimbang, tubuh cedol, lidah besar, kesulitan bicara, hingga keterbelakangan mental," kata dokter Aman di Hotel Sanur Paradise, Senin (25/5/2015).
Advertisement
Dokter Aman menuturkan, bayi yang menderita hipotiroid kongenital bisa saja mengalami gejala yang berbeda satu dengan yang lain. "Gejala dan tanda yang dapat muncul pada bayi dengan gangguan tiroid adalah menjadi kurang aktif, menguning dengan waktu lama, lidah menjadi besar (makroglosi), perut bucit, kulit kering dan burik, dan mudah kedinginan," ucapnya.
Semetara itu, Ketua Unit Kelompok Kerja Endokrin Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dokter I Wayan Bikin Suryawan, Sp(A)K menjelaskan bahwa gejala penyakit ini tidak disadari dan sangat sulit dikenali. Maka dari itu untuk semua bayi yabng baru lahir disarankan untuk melakukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK), karena jika terlambat terdeteksi akan berakibat sangat fatal.
"Gejala Hipotiroid tidak mudah dikenali. maka, untuk bayi baru lahir agar segera melakukan SHK. agar tidak berakibat fatal," Kata Wayan Bikin saat temu media di Hotel Sanur Paradise Sanur, Senin (25/5/2015).
Wayan Bikin melanjutkan, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) itu adalah satu satu cara untuk mendeteksi hormon tiroid. Pada kasus tertentu, hipotiroid kongenital tidak menimbulkan gejala. Jika setelah dilakukan SHK bayi didiagnosis terkena gangguan tiroid, maka segera dilakukan pengobatan dan pencegahan.
"Setelah didiagnosa, bayi yang terkena Hipotiroid Kongenital segera dilakukan pengobatan dan pencegahan agara bayi tidak cacat atau meninggal, serta mengoptimalkan potensi tumbuh kembang," terang Wayan Bikin.
Wayan Bikin mengatakan bahwa saat ini SHK untuk bayi yang baru lahir sudah disosialisasikan di 14 provinsi di Indonesia yakni, Sumetera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Aceh, Kalimantan Timur, dan Lampung. Bahkan, ada landasan hukum yang dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan SHK dan standar laboratorium SHK.
"Pemerintah mengeluarkan Permenkes Nomor 25 Tahun 2014, tentang upaya kesehatan anak, serta Permenkes Nomor 78 Tahun 2014 tentang Skrining Hipotiroid Kongenital," papar Wayan Bikin. (Dewi Divianta)