Liputan6.com, Jakarta Meskipun operasi pengangkatan usus buntu telah lama menjadi pengobatan standar. Sebuah studi baru menemukan, pengobatan dengan antibiotik bisa mengurangi risiko peradangan pada usus buntu (apendisitis).
Pemimpin penulis studi, Dr. Paulina Salminen, dari Turku University Hospital, Finlandia mengatakan, operasi usus buntu telah menjadi pengobatan umum. Padahal 80 persen kasus tidak perlu operasi.
"Hanya sebagian kecil pasien usus buntu yang perlu operasi darurat," kata Salminen, seperti dimuat WebMD, Rabu (17/6/2015).Untuk mengetahui jenis usus buntu, kata Salminen dibutuhkan pemeriksaan CT scan secara akurat. Sebab bila usus buntu sampai pecah, pasien bisa meninggal dunia.
Temuan yang diterbitkan 16 Juni di Journal of American Medical Association ini melibatkan 530 pasien dengan usus buntu akut. Mereka memberikan antibiotik dan hasilnya cukup mengejutkan.
"Di antara pasien yang diobati dengan antibiotik dan diteliti selama satu tahun, 73 persen tidak perlu operasi. Namun, 27 persen pasien yang diobati dengan antibiotik harus melakukan operasi pengangkatan usus buntu. Tapi tidak ada komplikasi utama saat dokter menunda operasi," kata Salminen.
Advertisement
Wakil Editor The Journal of the American Medical Association (JAMA), Dr Edward Livingston mengungkapkan, kemampuan untuk mendiagnosa apendisitis telah membaik sejak 103 tahun. Bahkan saat ini pemeriksaan usus buntu hampir sempurna dengan CT scan dan kemampuan antibiotik benar-benar baik.
"Nanti, dokter hanya boleh memberikan antibiotik jika usus buntu yang dialami pasien masih ringan. Jadi jika saya diberi pilihan untuk mengambil antibiotik dan tidak operasi, saya akan memilih antibiotik," pungkasnya.