Tak Ada Dokter RSCM yang Terlibat Perdagangan Ginjal

dr H Soejono mengatakan pihaknya yakin bahwa tidak ada dokter di RSCM yang terlibat dalam kasus dugaan perdagangan ginjal

oleh Liputan6 diperbarui 05 Feb 2016, 16:30 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2016, 16:30 WIB
20160205-Heriawan-Soejono-FF
Direktur Utama RSCM Dr Heriawan Soejono memberikan keterangan terkait kasus mafia ginjal di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Jumat (5/2/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Dirut Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dr H Soejono mengatakan pihaknya yakin bahwa tidak ada dokter di RSCM yang terlibat dalam kasus dugaan perdagangan ginjal yang baru-baru ini diungkap polisi.

"Saya tidak mencurigai dokter," kata Dirut RSCM, Dr. H. Soejono, di RSCM, Jakarta, Jumat.

Dokter Soejono menyatakan siap untuk bekerja sama dengan kepolisian dalam mengusut kasus dugaan perdagangan ginjal. "Kami kooperatif terhadap penyelidikan Bareskrim Polri. Kami dukung antijual ginjal," katanya.

Sementara dalam upaya melengkapi bukti dalam kasus ini, pada Kamis (4/2), polisi menggeledah ruang rekam medis di Gedung Kencana RSCM. Dalam penggeledahan yang memakan waktu hampir delapan jam itu, penyidik Polri keluar dengan membawa sebuah boks besar berisi sejumlah dokumen.

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap sindikat penjualan organ ginjal dan menangkap tiga tersangka kasus tersebut. "Tersangkanya HS alias H, AG alias A dan DD alias D," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana.

HS ditangkap polisi di Jakarta. Sementara AG dan DD diringkus di Bandung, Jawa Barat. Dalam kasus ini, HS berperan sebagai penghubung ke rumah sakit. "AG dan DD berperan merekrut pendonor (korban)," katanya.

Kombes Umar menjelaskan, HS menginstruksikan AG dan DD untuk mencari korban pendonor ginjal. Pendonor ginjal diberi imbalan Rp70 juta hingga Rp90 juta bila bersedia mendonorkan ginjalnya.

Ia mengatakan, dalam kasus ini, penerima ginjal dikenakan biaya Rp225 juta - Rp300 juta untuk pembelian satu ginjal dengan uang muka sebesar Rp10 juta - Rp15 juta. "Sisa pembayaran dilakukan setelah operasi transplantasi dilakukan," katanya. 

Biaya tersebut, menurut Kombes Umar, tidak termasuk biaya operasi transplantasi yang harus ditanggung oleh penerima ginjal. Dalam kasus ini, HS menerima keuntungan Rp100 juta - Rp110 juta.

Sementara AG mendapat bayaran Rp5 juta - Rp7,5 juta setiap mendapatkan pendonor. Sedangkan DD mendapatkan upah Rp10 juta - Rp15 juta.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang isinya "Organ dan atau Jaringan Tubuh Dilarang Diperjualbelikan dengan Dalih Apa pun".

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya