Liputan6.com, Bandung - Hari ini menjadi momen yang cukup spesial bagi para pencinta sastra khususnya pembaca setia karya Pramoedya Ananta Toer. Pasalnya hari ini menjadi peringatan 100 tahunnya yang dikemas dalam acara Festival Seabad Pram di kota kelahirannya, Blora.
Adapun festival tersebut dijadwalkan untuk digelar pada tanggal 6 hingga 8 Februari 2025. Bupati Blora, Arief Rohman melalui koordinator Festival Blora Se-Abad Pram Dalhar Muhammadun menyampaikan acara tersebut akan menggelar sejumlah kegiatan.
Advertisement
Baca Juga
“Sebagaimana di poster-poster yang mulai beredar, beberapa kegiatan utama siap untuk disuguhkan,” ucapnya kepada Liputan6.com, Selasa (28/1/2025).
Advertisement
Sementara itu, pada hari pembukaan Kamis, 6 Februari 2025 di Blora, Jawa Tengah acara seremoni akan digelar di Pendopo Bupati Blora pada pukul 09.00 WIB. Kemudian hari pertama berlanjut dengan sejumlah kegiatan.
Mulai dari peresmian Jalan Pramoedya Ananta Toer, peresmian Pameran Patung dan Sketsa, memorial lecture, hingga acara nonton bareng (nobar) film Bumi Manusia yang digelar pada malam harinya.
Kemudian di hari kedua dan ketiga dilanjut dengan beragam agenda menarik untuk diikuti oleh masyarakat. Termasuk di antaranya pemutaran film Bumi Manusia, penampilan seni, dan masih banyak lagi.
Acara tersebut digelar di empat lokasi utama di antaranya adalah Pendopo Bupati Blora, Blora Creative Space (Gedung Eks-GNI Blora), SMPN 5 Blora, hingga Lapangan Kridosono Blora.
Rangkaian Acara Festival Se-Abad Pram
Acara Festival Seabad Pram dibuka pada hari ini, Kamis, 6 Januari 2025 di Blora, Jawa Tengah. Acara seremoni digelar di Pendopo Bupati Blora sekitar pukul 09.00 dan dilanjutkan dengan prosesi peresmian Jalan Pramoedya Ananta Toer.
Selain itu, pada hari pertama juga digelar prosesi peresmian Pameran Patung dan Sketsa, memorial lecture, dan kegiatan nonton bareng (nobar) film Bumi Manusia yang digelar malam harinya.
Adapun di hari kedua acara dilanjutkan dengan kegiatan dialog kebudayaan, pementasan dramatic reading di SMP Negeri 5 Blora, pemutaran film dokumenter, serta monolog Nyai Ontosoroh di Pendopo Bupati Blora yang dibawakan oleh Happy Salma dari Titimangsa.
Selanjutnya di hari ketiga digelar sebuah talkshow bertajuk “Memori Keluarga dan Sahabat Pramoedya Ananta Toer”. Kemudian di malam hari terdapat konser “Anak Semua Bangsa” yang digelar di Lapangan Kridosono, Blora.
Advertisement
Profil Pramoedya Ananta Toer
Melansir dari beberapa sumber, Pramoedya Ananta Toer merupakan sosok sastrawan Indonesia yang telah memiliki banyak karya terbaik terutama dengan tema kemerdekaan nasional dan emansipasi manusia.
Dia juga dijuluki sebagai salah satu penulis terbaik Indonesia sehingga dalam dunia sastra sosoknya sangat dihormati. Pramoedya Ananta Toer lahir pada 6 Februari 1925 di Blora dengan nama lengkap Pramoedya Ananta Mastoer dan akrab disapa Pram.
Pram merupakan anak sulung dari delapan bersaudara dari pasangan Mastoer dan Oemi Saidah. Ayah Pram dikenal sebagai seorang guru sedangkan ibunya merupakan pedagang nasi.
Dia pernah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Institut Boedi Oetomo di Blora dan kala itu pernah tidak naik kelas sebanyak tiga kali. Ayahnya yang merupakan kepala sekolah merasa sangat malu dan pernah dianggap sebagai anak bodoh.
Setelah lulus, ayah Pram bahkan tidak mau mendaftarkannya ke jenjang sekolah berikutnya. Tetapi sang ibu akhirnya bersedia membiayai Pram dan menyekolahkannya di Radio Vakschool (sekolah telegraf).
Melalui sekolah itu, Pram sebenarnya berhasil lulus tetapi tidak sempat mendapatkan sertifikat kelulusan karena bertepatan dengan kedatangan Jepang ke Indonesia.
Menjadi Tulang Punggung Keluarga
Ketika berusia 17 tahun, Ibu Pram meninggal dunia dan disusul oleh adiknya yang masih berusia tujuh bulan bernama Soesanti. Sejak itu, dia menjadi tulang punggung keluarga karena ayahnya hobi berjudi.
Pada Mei 1942, Pram memutuskan pergi ke Jakarta membawa semua adiknya dan bekerja di Kantor Berita Domei untuk menafkahinya serta adik-adiknya. Sembari bekerja dia melanjutkan pendidikan di Taman Dewasa/Taman Siswa (1942-1943).
Kemudian mengikuti kursus sekolah Stenografi (1944-1945) untuk bisa menjadi juru ketik cepat dan menjadi stenograf. Pada 1945, Pram menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Islam untuk jurusan filsafat, sosiologi, dan sejarah.
Melalui kehidupan yang penuh perjuangan sejak usia muda membawa Pram menjadi seorang sastrawan yang peka terhadap kepedihan dan kesengsaraan rakyat kecil. Melalui karyanya yang penuh kritik sosial bahkan pernah membuat Pram sering keluar masuk penjara.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)