Liputan6.com, Jakarta Indonesia memiliki ribuan tanaman yang dipercaya berkhasiat bagi kesehatan. Namun sayang, tidak banyak tanaman herbal yang digunakan sebagai bahan baku industri obat herbal modern.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat baru ada 8.000 produk jamu terdaftar. Jamu artinya tanaman tradisional yang diyakini secara turun temurun bermanfaat bagi kesehatan.
Baca Juga
Baru 45 yang masuk kategori Obat Herbal Terstandar (OHT) atau khasiatnya sudah dibuktikan melalui uji pra-klinis (pada hewan). Lalu, baru delapan produk dengan enam produk sedang dalam proses yang masuk kategori fitofarmaka alias menjalani uji klinis.
Advertisement
Menanggapi hanya sedikitnya produk yang masuk kategori OHT dan fitofarmaka, menurut pakar, dana yang jadi kendala. Tak dipungkiri uji pra klinis dan terutama klinis membutuhkan dana tidak sedikit.
"Untuk menaikkan dari jamu menjadi OHT itu ada uji pra klinis, itu memang ada biaya. Lalu untuk fitofarmaka ada uji klinis yang butuh biaya lebih besar," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Drs. Ondri Dwi Sampurno di diskusi Percepatan Pengembangan Obat Herbal Modern Asli Indonesia melalui JKN, Jakarta, ditulis Kamis (17/11/2016).
Hadir dalam acara yang sama, Executive Director of Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences, Raymond Tjandrawinata mengungkap uji klinis pada satu pasien membutuhkan dana sekitar Rp10 juta-an, sementara uji klinis melibatkan ratusan pasien.
"Butuh (dana) beberapa ratus juta hingga miliar bila kita berbicara mengenai fitofarmaka," kata Raymond.
Uji ilmiah, baik pra klinis maupun klinis merupakan hal penting dalam penelitian obat-obatan. Sehingga tidak boleh dilewatkan seperti disampaikan Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sangkot Marzuki di kesepatan yang sama.
"Kalau bicara clinical test itu memang tidak bisa dilewati begitu saja. Tujuan kehadiran obat ini kan untuk menolong pasien yang membuthkan sehingga ya harus menghindarkan dari efek-efek samping yang ada. Uji klinis harus ada. Itu standar," kata Sangkot berbicara mengenai fitofarmaka.