Liputan6.com, Jakarta Di mata para pengidap HIV/AIDS, pandangan buruk terhadap diri mereka terjadi karena orang-orang belum tahu informasi mengenai HIV/AIDS. Akibat minim informasi soal HIV/AIDS, perlakuan diskriminasi juga dialami pengidap HIV.
Baca Juga
Advertisement
Liana (Organisasi Perubahan Sosial Indonesia), pekerja seks yang juga seorang ODHA, menyayangkan ketidaktahuan informasi HIV/AIDS. Padahal, informasi penyakit tersebut dapat diakses luas oleh siapa pun lewat internet.
"Dari smartphone, informasi HIV/AIDS banyak sekali. Bahkan saya belajar seluk-beluk HIV/AIDS dari internet. Itu amat membantu saya agar menentukan seperti apa pengobatan HIV yang dijalani," kata Liana saat menceritakan dirinya terkena HIV/AIDS di Plaza Indonesia, Jakarta, ditulis Sabtu (2/12/2016)
Liana menambahkan, selama berhadapan dengan banyak orang, informasi soal HIV/AIDS kerap ditujukan pada orang dewasa saja. Menurutnya, anak-anak wajib tahu pemahaman HIV/AIDS sejak kecil.
"Anak saya sekarang usianya 10 tahun dan tahu saya kena HIV/AIDS. Dia pernah bertanya 'Mama kena HIV dari mana? Dari siapa?' Dari situ, saya sadar, anak harus tahu informasi HIV/AIDS ya minimal beli buku HIV. Mereka jadi bisa membaca sendiri atau ada keluarga yang berikan informasi ke anak langsung," kata Ayu.
Perbedaan HIV dan AIDS
Ayu Oktariani (Ikatan Perempuan Positif Indonesia) mengatakan, orang-orang jarang mengetahui perbedaan HIV dan AIDS.
"Beda HIV sama AIDS. Kalau HIV itu virusnya, sedangkan AIDS itu kumpulan penyakitnya," katanya.
Lain halnya yang dialami Hana (Gaya Warna Lentera), seorang waria pekerja seks. Diskriminasi dari keluarganya yang tidak mengetahui informasi HIV/AIDS membuka pandangan, sikap tersebut sangat berlebihan.
"Saya mengalami diskriminasi di rumah, sabun terpisah, peralatan makan terpisah. Respons yang berlebihan. Padahal, kalau mereka tahu gimana cara risiko penularan ya tidak bersikap seperti itu," kata Ayu menekankan.