Liputan6.com, Brisbane - Sudut Adelaide Street, Sabtu malam, 1 April 2017. Tiga gadis ras Melanesia tampak menikmati malam Kota Brisbane, Australia, yang sejuk. Mereka asyik jalan santai sambil bercanda.
Tercatatlah sepotong perbincangan dengan Liputan6.com. Momennya saat sama-sama menunggu lampu tanda pejalan kaki boleh menyeberang jalan.
Kalian turis atau warga?
Advertisement
Turis, dari Papua Nugini
Oh, sama, saya dari Indonesia
Sudah tahu, dari asap rokokmu
Olala, ternyata tiga warga negeri tetangga itu mengenal rokok Indonesia. Yang dimaksud adalah rokok keretek (rokok dari tembakau campur cengkih yang umum di Indonesia) bukan rokok putih (rokok berisi tembakau saja).
Aroma rokok Indonesia, menurut mereka, unik dan khas. Menunjukkan cita rasanya. Banyak warga Papua Nugini yang menggemarinya.
Baca Juga
Tak hanya pengalaman itu saja terkait rokok yang dialami Liputan6.com dari rangkaian lawatan penerbangan perdana Malindo Air rute Denpasar-Brisbane.
Pengalaman lain lebih mengejutkan. Kejadiannya di Bandara Internasional Brisbane, Senin 3 April 2017, saat hendak balik terbang ke Denpasar lanjut Jakarta.
Di ruang khusus merokok, seorang warga Australia asal Srilanka, Thusyanta Natkunanthas, meminjam korek, dan lanjut mencoba rokok Indonesia. Sesaat kemudian matanya berbinar.
"Kalau ke sini lagi tolong bawakan, nanti kuganti, ini nomorku," katanya dalam bahasa Inggris aksen India.
Dia sudah sembilan tahun tinggal di Brisbane, dan sudah mendapatkan kewarganegaraan Australia. Menurut dia, rokok semacam rokok Indonesia merupakan barang mewah. Harganya pasti mahal.
Secara umum, rokok di Australia memang dibanderol sangat mahal, sebagai salah satu langkah pembatasan dari pemerintah setempat.
Ikhwal harga rokok di Australia yang mahal dibuktikan saat Liputan6.com coba membeli di sebuah toko 24 jam. Rokok tak dipajang terbuka, tapi diletakkan dalam rak tertutup. Tanpa menyebut merek, pesan rokok yang paling murah.
Apa yang diperoleh? Sebungkus rokok putih tanpa merek dengan gambar menjijikkan. Banderolnya 17 dolar Australia alias Rp 100 ribu lebih. Lima kali lipat dari harga rokok di Indonesia.Â
Sejak lima tahun lalu, pemerintah Australia memang mewajibkan produsen rokok menjual produk mereka dalam kemasan polos tanpa merek. Iklan tembakau telah dilarang lebih lama dari itu.
Di Australia, kemasan rokok dijual dalam warna cokelat kelam, tanpa logo produsen, dan menampilkan gambar bahaya merokok yang menakutkan pada bagian depan.Â
Sudah harganya mahal, kemasan rokok di Australia tak menarik. Pantas, dalam beberapa kesempatan, warga Australia mendekat dan minta sebatang rokok tanpa kenalan terlebih dahulu.Â
Pembatasan rokok tak berhenti di sini. Selain harga rokok yang mahal, aktivitas merokok pun terbatasi. Di ruang publik pada umumnya, merokok benar-benar "haram".
Merokok dilarang dalam radius 10 meter dari taman bermain anak-anak dan dalam jarak 4Â meter dari pintu masuk gedung umum, peron kereta, antrean taksi, dan halte bus.
Polisi patroli dengan sepeda tak segan menghardik perokok sembarangan. Di kawasan Adelaide Street itu misalnya, saat ditanya lokasi area merokok, dengan wajah tak ramah polisi menunjukkan tempat jauh di seberang jalan.
Aksi merokok juga tak bisa dilakukan di restoran-restoran, bahkan warung kopi. Hal sama dijumpai di tempat-tempat piknik. Di taman dan kebun binatang pinggiran Brisbane, area di dalam bersih dari asap rokok. Demikian juga di kawasan-kawasan belanja.
Di Brisbane, orang merokok dipinggirkan di sudut-sudut. Ditambah harga rokok selangit, yang dilakukan para perokok adalah mengurangi rokok, dan sesekali merindukan keretek Indonesia.
Australia menerapkan kebijakan ini dengan harapan akan menurunkan jumlah perokok. Berdasarkan kinerja pemerintah sebelumnya yang menaikkan pajak rokok, jumlah perokok di negara itu menurun dari 25 persen menjadi 15 persen dalam kurun 1993-2013.
Masih kurang, pemerintah Australia akan menambah pajak produk tembakau 12,5 persen mulai dari tahun 2017-2020. Jadi rokok akan dikenai pajak 69 persen. Merokok bakal makin sulit di Australia. (Harun Mahbub)