Liputan6.com, Singapura Tony Chua Yam Chek, 27 tahun, meninggal karena pendarahan otak pada 1991. Kematian Chua Yam Chek membuat sang ibu, Madam Tan Sock Lian, sangat sedih.
Baca Juga
Advertisement
Namun, kematian Chua Yam Chek bukan akhir dari segalanya. Ia tetap "hidup". Empat organ tubuhnya berhasil menyelamatkan empat pasien lain yang membutuhkan.
Hatinya disumbangkan ke satu pasien, ginjal disumbangkan ke dua pasien, dan jantungnya disumbangkan ke satu pasien. Sebelum organ tubuh Chua Yam Chek disumbangkan, Madam Tan sempat tidak menyetujuinya.
"Awalnya, saya menolak untuk menyetujui organ tubuh dia untuk disumbangkan. Saya sudah membesarkan dia sejak kecil. Saya tidak mungkin tahan kalau organ tubuh anak saya disumbangkan. Tapi, dokter bilang kalau organ tubuh anak saya masih bagus dan layak untuk disumbangkan ke pasien yang membutuhkan," kata Madam Tan, 83 tahun, yang kini tinggal di Singapura, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (28/9/2017).
Dokter yang menangani Tony Chua Yam Chek pun terus memohon kepada Madam Tan agar menyetujui organ tubuh anaknya disumbangkan. Hati Madam Tan akhirnya luluh. Ia menandatangani persetujuan donor organ anaknya.
Â
Â
Simak video menarik berikut:
Penerima transplantasi hati
Cerita pun mengalir dari Tan Chwee Suan, 37 tahun, yang menerima hati Chua Yam Chek. Ia adalah wanita pertama di Singapura yang menerima transplantasi hati. Madam Tan pertama kali bertemu Chwee Suan pada tahun 2011.
Chwee Suan kehilangan kaki akibat kanker tulang saat berusia 18 tahun. Sejak menerima transplantasi jantung, ia merasa bahagia dan diberkati karena bisa bangun pagi pada keesokan harinya.
Masih bisa bernapas membuatnya bersyukur. Namun, pada 28 Maret 2017, tepat 26 tahun setelah transplantasi, hati Chwee Suan berhenti berfungsi.
Ia ditemukan tewas di rumahnya. Seorang perawat yang dekat dengannya menemukan tubuh Chwee Suan tak bernyawa.
Advertisement
Sedih untuk kedua kalinya
Ketika mendengar Chwee Suan meninggal, Madam Tan sangat sedih. Ia merasa kehilangan dua anaknya. Pertama, anak kandungnya sendiri. Kedua, Chwee Suan.
"Dia (Chwee Suan) sangat dekat dengan hatiku. Dia seperti anak saya. Karena hati anak laki-laki saya ada di dalam dirinya. Jadi, dia juga seperti anak saya. Dia menelepon saat Tahun Baru Imlek kemarin. Dia bilang, dia ingin mengunjungi saya dan saya juga menyuruhnya untuk datang. Tapi dia sekarang sudah tidak datang," ungkap Madam Tan sambil menangis.
Air mata Madam Tan mulai mengalir saat ia teringat bagaimana anaknya meninggal. Sepulang dari tamasya, Chua Yam Chek mengeluh sakit kepala. Madam Tan memberinya dua pil Panadol sebelum tidur.
"Tapi dia tidak pernah terbangun lagi. Dokter bilang, tidak bisa menyelamatkan anak saya yang sudah mati otak," lanjutnya.
Selama lebih dari 20 tahun setelah organ tubuh anaknya disumbangkan, Madam Tan masih tidak yakin, apakah dirinya telah membuat keputusan yang tepat untuk menyumbangkan organ anaknya.
Akan tetapi, saat ia akhirnya mendengar Chwee Suan bekerja keras menjaga agar hatinya tetap berfungsi dan bagaimana dia juga menghargai hidupnya, Madam Tan tidak menyesal menyetujui organ tubuh anaknya disumbangkan.