Beredar Petisi yang Desak Kemenkes Tindak Grup Antivaksin

Beredar petisi yang meminta agar Kementerian Kesehatan dan Kepolisian menindak grup antivaksin.

oleh Nilam Suri diperbarui 15 Des 2017, 15:35 WIB
Diterbitkan 15 Des 2017, 15:35 WIB
Petisi Antivaksin
Beredar petisi yang meminta agar Kementerian Kesehatan dan Kepolisian menindak grup antivaksin.

Liputan6.com, Jakarta Sehubungan dengan kasus difteri yang semakin mewabah, beredar petisi yang meminta agar Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek untuk mengambil tindakan terhadap grup dan pihak-pihak antivaksin.

Petisi yang muncul melalui situs petisi Change.org ini ditujukan juga kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian.

Dalam petisi tersebut, yang dibuat oleh Alumni Farmasi Institut Teknologi Bandung 2002, dimasukkan juga pernyataan dari juru bicara Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi.

"...munculnya KLB Difteri dapat terkait dengan adanya immunity gap, yaitu kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah," tulis laman petisi tersebut, dikutip oleh Health-Liputan6, Jumat (15/12/2017).

Petisi itu berargumen kini semakin banyak penolakan terhadap imunisasi di Indonesia. Hal ini membuat ada kelompok tertentu yang pada akhirnya jadi rentan terhadap difteri.

"Penolakan ini merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi dan kualitas layanan imunisasi yang baik sangat menentukan keberhasilan pencegahan berbagai penyakit menular, termasuk difteri," ungkap Oscar.

Mengacu pada argumen di atas, pihak pembuat petisi meminta diambilnya tindakan tegas kepada kelompok-kelompok antivaksin yang banyak eksis di media sosial. 

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

 

Permenkes No.12/2017 pasal 33

Difteri
Ekspresi Mahasiswi saat disuntik vaksin difteri di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Kamis (14/5). Ratusan mahasiswa/wi yang berusia di bawah 19 tahun mendapatkan imunisasi (Td) sebagai antisipasi mewabahnya penyakit difteri. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pihak pembuat petisi menggunakan Permenkes No. 12/2017 Pasal 33, yang berisi: Seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindakan menghalang-halangi penyelenggaraan Program Imunisasi dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permenkes ini juga digunakan sebagai landasan permintaan petisi mereka.

Mereka memasukkan juga beberapa link yang mengacu pada beberapa akun Facebook pihak-pihak yang mereka anggap sebagai kelompok antivaksin.

Salah satu link yang dimasukkan adalah akun Facebook Aisha Maharani, mantan anggota staf LPPOM MUI. Namun, berdasarkan penelurusan tim Health-Liputan6, dalam akunnya Aisha tidak pernah melarang orang untuk melakukan imunisasi.

Dalam unggahannya hari ini, Aisha mengatakan setiap orang bisa menjalani hidup dengan pilihannya masing-masing.

Wabah Difteri

Difteri
Seorang paramedis menyiapkan vaksin difteri untuk diberikan kepada siswa di sebuah sekolah dasar pada hari pertama sebuah kampanye di Tangerang, Senin (11/12). (AP Photo / Tatan Syuflana)

Menurut penjelasan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis akibat aktivasi eksotoksin.

Saat ini, Indonesia tengah menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di beberapa daerah, termasuk di wilayah ibu kota negara Indonesia, DKI Jakarta.

Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan melakukan respons cepat KLB dengan langkah outbreak response immunization (ORI) pada 12 kabupaten/kota di tiga provinsi yang mengalami KLB, yakni Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

Laporan kasus difteri, sejak 1 Januari s.d 4 November 2017 menunjukkan telah ditemukan sebanyak 591 kasus difteri dengan 32 kematian di 95 kabupaten/kota di 20 provinsi di Indonesia.

Menkes juga menekankan, difteri bisa dicegah. “Imunisasi ini upaya preventif yang spesifik terhadap penyakit. Imunisasi difteri dimulai sejak anak usia 2, 3, dan 4 bulan. Lalu untuk meningkatkan antibodinya lagi, harus diulang di usia 2 tahun, 5 tahun dan usia sekolah dasar”, ucap Menkes.

Pemerintah menjamin baik keamanan maupun ketersediannya. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya