Liputan6.com, Jakarta Dampak gizi buruk dan wabah campak di suku Asmat, Distrik Agats, Papua, kembali menelan puluhan korban. Hal yang membuat Indonesia sedih, banyak di antara korban meninggal itu adalah anak-anak. Mengapa hal nahas ini bisa terjadi di tanah Papua yang kaya emas?
Masyarakat suku Asmat sebenarnya telah terbebas dari Kejadian Luar Biasa (KLB) campak pada 2006. Setelah 12 tahun berlalu, wabah penyakit infeksi virus yang menyerang anak-anak itu kembali menghantui pada awal 2018.
Baca Juga
Mantan Direktur Rumah Sakit Umum (RSUD) Agats, Steven Langi, menduga wabah campak ini muncul saat pergelaran pesta budaya yang berlangsung pada akhir 2017. Pada acara itu, nyaris seluruh masyarakat dari lapisan distrik kumpul bersama untuk bersenang-senang.
Advertisement
"Kenapa bisa muncul lagi? Kemungkinan karena infaktor imunisasi (campak), yang tidak semua terimunisasi. Tahulah di Papua bagaimana," kata Steven Langi saat dihubungi Health-Liputan6.com pada Kamis, 11 Januari 2018.
Simak juga video menarik berikut:
Imunisasi Campak yang Belum Merata
Kemunculan wabah campak di Asmat, Papua, seperti mengorek luka yang telah lama sembuh. Imunisasi campak di Papua, termasuk Asmat, lanjut Steven, belum merata. Dalam arti, ada wilayah yang tidak terjangkau oleh imunisasi, karena imunisasi rutin dilakukan setiap bulan.
"Akan tetapi, kemungkinan ada yang tidak terjangkau, atau tidak lengkap saat diimunisasi," jelas Steven.
Ia melanjutkan bahwa antisipasi sudah dilakukan pemerintah setempat. Bupati sudah memerintahkan untuk mengirim tim kesehatan ke distrik-distrik tempat penularan wabah campak terjadi.
"Dalam beberapa hari ini, sampai satu bulan ke depan, bupati sudah memerintahkan untuk tindak lanjut, tuntaskan campak dengan komplikasinya, seperti gizi buruk," kata Steven.
Advertisement
Anggota Komisi IX DPR Desak Pemerintah untuk Gerak Cepat
Mencuatnya kasus ini memancing reaksi keras dari berbagai masyarakat. Salah satu yang paling lantang berbicara adalah Nihayatul Wafiroh, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Menurutnya, bencana kesehatan yang terjadi di Asmat telah melukai hati bangsa Indonesia dan menjadi bukti bahwa hak dasar warga Indonesia berupa akses kesehatan belum juga terpenuhi.
Melalui akun Twitternya, Nihayatul yang berasal dari daerah pemilihan Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, mendesak agar Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan bertindak cepat supaya tidak ada lagi korban berjatuhan.
“Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) di Indonesia tdk pernah mencapai 100%, paling tinggi sktr 91%, berarti masih byk Indonesia yg tdk mendpt imunisasi,” kicau Nihayatul lewat Twitter @ninikwafiroh, Sabtu (13/1/2018).
Ia sangat menyayangkan sikap lamban pemerintah dalam menangani kasus berat seperti ini. Padahal, Nihayatul berulang kali mengingatkan pemerintah agar pelayanan kesehatan harus terdistribusi merata ke seluruh warga Indonesia.
"Tdk tepat hanya menyalahkan masyarakat, coba dianalisis jg tntg tindakan yg pemerintah lakukan utk antisipasi. Selama ini pemerintah msh fokus sbg pemadam kebakaran blm pd pencegahan," sambungnya.
Tentu bukan alasan logis dan rasional ketika pemerintah hanya menyalahkan masyarakat atas lemahnya pemenuhan hak dasar kesehatan. Nihayatul berujar, langkah antisipatif pemerintah selama ini justru sangat minim, bahkan nyaris tidak optimal.
Berkaca pada kasus campak yang terjadi di Asmat, Nihayatul menyayangkan minimnya fasilitas kesehatan yang ada.
"Di asmat jumlah penduduk lbh dr 90rb jiwa dan 31.983.60 km persegi, hanya punya 1 RS dan 13 Puskesmas, mustahil masyarakat Asmat dpt terpenuhi hak dasar kesehatannya," lontarnya.