Menikah Hindarkan Anda dari Serangan Jantung?

Meski pernikahan belum tentu seindah apa yang ditampilkan dalam dongeng, hidup bersama pasangan hingga usia senja bisa membuat Anda terhindar dari penyakit jantung dan stroke, kata peneliti.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jul 2018, 19:35 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2018, 19:35 WIB
Pertemuan di Balik Dinding Perbatasan AS-Meksiko
Rogelio memasangkan cincin kawin pada jari istrinya, Miriam saat menikah melalui dinding perbatasan antara Meksiko dan Amerika Serikat di Ciudad Juarez, 10 Desember 2017. Mereka dipisahkan karena undang-undang imigrasi yang ketat. (Herika MARTINEZ/AFP)

 

Liputan6.com, Jakarta Meski pernikahan belum tentu seindah apa yang ditampilkan dalam dongeng, hidup bersama pasangan hingga usia senja bisa membuat Anda terhindar dari penyakit jantung dan stroke, kata peneliti.

Dilansir AFP, survey yang berlangsung selama dua dekade terhadap lebih dari dua juta orang berusia 42 hingga 77 tahun menemukan bahwa menikah secara signigikan mengurangi risiko dari dua penyakit itu, seperti dilaporkan dalam jurnal medis Heart.

Studi tersebut meneliti populasi etnis bervariasi di Eropa, Amerika Utara, Timur Tengah dan Asia.

Dibandingkan orang yang hidup dengan suami atau istri mereka, duda atau janda atau orang yang tak pernah menikah punya risiko terkena penyakit kardiovaskular 42 persen lebih besar, juga 16 persen berisiko kena penyakit jantung koroner.

RIsiko kematian juga lebih tinggi pada orang yang tidak menikah, 42 persen dari risiko penyakit jantung dan 55 persen dari stroke.

Hasilnya serupa untuk perempuan dan laki-laki, kecuali stroke, yang lebih rentan menimpa kaum Adam.

"Penemuan ini menunjukkan bahwa status perkawinan harus dipertimbangkan dalam menilai risiko penyakit kardiovaskular," tim yang dipimpin Chun Wai Wong, peneliti di departemen kardiologi Royal Stoke Hospital, Inggris, menyimpulkan.

Empat perlima penyakit kardiovaskular bisa dikaitkan dengan faktor risiko seperti usia lanjut, laki-laki, tekanan darah tinggi, merokok dan diabetes.

Pernikahan, dengan kata lain, bisa jadi bagian penting dari 20 persen yang tersisa. Lebih tepatnya, tinggal bersama --tanpa atau dengan ikatan pernikahan -- mungkin faktor yang berpengaruh.

Namun sebagian besar dari 34 studi yang ditinjau oleh Wong dan koleganya tidak mengidentifikasi pasangan di luar pernikahan atau pasangan sesama jenis, jadi tidak mungkin mengetahui, secara statistik, apakah kehidupan seperti itu juga sama dampaknya seperti menikah.

Karena penelitiannya bersifat observasional ketimbang eksperimen terkontrol, seperti apa yang dilakukan peneliti terhadap tikus percobaan, tidak ada kesimpulan jelas yang bisa ditarik sebagai sebab dan akibat.

Ini menimbulkan pertanyaan untuk mengulik mengapa pernikahan bisa "melindungi" dari penyakit itu.

"Ada banyak teori," kata peneliti dalam pernyataan.

Punya pendamping yang bisa mengurus dan menjaga kesehatan satu sama lain mungkin jadi nilai tambah, begitu juga pendapatan atau uang pensiun yang lebih besar karena bersumber dari dua orang.

Selain itu, hidup bersama orang lain juga dianggap baik meningkatkan semangat kerja, juga stimulasi saraf. Orang yang hidup bersama pasangannya, berdasarkan penelitian sebelumnya, juga menunjukkan tingkat demensia yang lebih rendah. (Antara/ Nanien Yuniar)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya