Liputan6.com, Jakarta Indonesia sedang mengalami transisi di bidang kesehatan yang serius. Proporsi jumlah penduduk usia 10-24 tahun meningkat pesat. Para pemuda ini menghadapi banyak masalah kesehatan akibat kebiasaan-kebiasaan seperti makan makanan yang tidak sehat, kurang berolahraga, merokok, mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, hingga stress berlebih yang menyebabkan gangguan mental.
Perilaku-perilaku berisiko ini biasanya terbawa hingga dewasa berakibat merebaknya penyakit-penyakit katastropik, atau berbiaya tinggi seperti kanker, jantung, dan gagal ginjal. Pada tingkat populasi, ini akan membebani produktivitas bangsa dan bagi pemerintah akan menjadi beban ekonomi kesehatan yang luar biasa.
Baca Juga
Di era teknologi informasi dan komunikasi, upaya promosi kesehatan kini semakin berinovasi dengan penggunaan strategi digital yang menarget sekitar 15 juta populasi muda Indonesia yang aktif memanfaatkan gadget. Para generasi muda bisa dengan lebih mudah mencari tahu tentang informasi kesehatan tanpa harus menemui dokter secara tatap muka.
Advertisement
“Sebuah studi membuktikan bahwa 40 persen millennials bergantung pada outlet digital untuk mencari informasi, sedangkan 23 persen memperoleh informasi dari media sosial,” ujar dr. Mochammad Fadjar Wibowo, MSc. Fakta ini diungkap Fadjar saat menghadiri forum bertajuk “Pemuda adalah Masa Depan Kita: Pencegahan dini penyakit tidak menular untuk kesejahteraan dan daya tahan ‘Generasi Emas’” yang diadakan oleh Klaster Kesehatan Australia-Indonesia Centre (AIC) pada hari Kamis, 20 September 2018.
Bertumbuhnya berbagai platform kesehatan digital seperti KlikDokter, Halodoc dan Alodokter menandai tren kesehatan digital telah dimulai dan akan terus berkembang. Situs-situs ini menciptakan wadah yang highly accessible dan ramah bagi generasi muda untuk bisa mengakses informasi seputar kesehatan. Selain itu, konsultasi yang dilakukan secara digital juga dinilai lebih nyaman untuk dilakukan. “Konsultasi daring dianggap pasien atau pengguna lebih nyaman karena aman dari prejudis yang bisa mereka terima ketika berkonsultasi di pelayanan kesehatan luring, terutama bagi para remaja dan wanita,” ujar Fadjar.
Para pelaku digital tetap terus berupaya untuk meningkatkan kredibilitas konten dan keamanan penggunaan wadah berbasis digital mengingat masih banyaknya kasus seputar penyalahgunaan privasi pengguna. Fadjar yang pernah bekerja sebagai pemimpin redaksi salah satu platform kesehatan digital mengungkapkan dirinya pernah bekerja sama dengan Google Zurich untuk memastikan hanya konten kredibel yang dapat muncul di hasil pencarian Google.
Saat itu hasil pencarian Google menunjukkan konten kesehatan yang tidak kredibel atau “hoax” mendominasi diseminasi informasi kesehatan di Indonesia karena otoritas dan institusi di Indonesia hanya sedikit mengembangkan konten kesehatan. Karena itu, kepemimpinan pemerintah perlu diperkuat. “Di Indonesia, regulasi terkait perkembangan kesehatan digital ini masih perlu disusun lebih spesifik dari sekedar regulasi e-commerce untuk memastikan manfaat terbesar bagi masyarakat, merawat ekosistem kesehatan digital yang baik dan memperkaya pengetahuan untuk pengembangannya”, tutup Fadjar.
Forum kesehatan bertajuk “Pemuda adalah Masa Depan Kita: Pencegahan dini penyakit tidak menular untuk kesejahteraan dan daya tahan ‘Generasi Emas’” diselenggarakan oleh Klaster Kesehatan Australia-Indonesia Centre (AIC) pada hari Kamis, 20 September 2018 dan berlokasi di The Hermitage Hotel, Jakarta Pusat. Forum ini bertujuan untuk mencari solusi berbagai tantangan nasional melalui penelitian kolaboratif, membina pertukaran pengetahuan, dan mempromosikan pertukaran budaya terutama antar bangsa Australia dan Indonesia.