Liputan6.com, Jakarta Mungkin tidak banyak orang tahu tentang penyakit bernama Thalasemia. Thalasemia merupakan penyakit karena kelainan genetik yang ditandai dengan kurangnya jumlah hemoglobin dan sel darah merah. Dengan demikian, penderita yang mengidap Thalasemia membutuhkan donor darah demi keberlangsungan hidup.
Baca Juga
Advertisement
Pada penderita Thalasemia, rantai protein alfa dan beta tidak terbentuk sebagian atau bahkan semuanya. Padahal, keduanya adalah pembentuk sel darah merah yang paling utama. Disebut kelainan genetik karena Thalasemia diturunkan oleh salah satu atau kedua orangtua dengan Thalasemia mayor.
Sel darah merah pada pasien Thalasemia mudah pecah kurang dari 30 hari. Padahal, normalnya, sel darah merah pecah dalam rentang waktu 120 hari. Lebih lanjut, Thalasemia terbagi atas Thalasemia mayor dan Thalasemia minor.
Thalasemia minor hanya berupa anemia ringan dan penderita tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Sedangkan Thalasemia mayor, penderita menjadi lemas dan tak bisa bekerja.
Gejala Penyakit Thalasemia
Penyakit Thalasemia memiliki beberapa gejala seperti kelelahan, lemas, kulit pucat, kelainan bentuk tulang wajah, pertumbuhan yang terhambat, pembengkakan perut, serta warna urin yang gelap. Alhasil, penderita Thalasemia menjadi kurang percaya diri saat bersosialisasi karena fisiknya berbeda dari kebanyakan orang.
Penderita Thalasemia cenderung berkulit hitam karena karena adanya penumpukan zat besi di kulit. Selain itu, kondisi tulang wajah juga lebih menonjol disertai beberapa gigi maju. Perut penderita Thalasemia yang membuncit berkaitan dengan proses organ tubuh yang memproduksi sel darah merah. Yaitu karena hati dan limpa ikut bekerja keras memproduksi sel darah merah, mengingat sumsum tulang tidak mencukupi produksi.
Pasien Thalasemia juga bisa merasakan rasa jenuh dan bosan karena harus menjalani pengobatan seumur hidup. Paling tidak setiap bulan pasien Thalasemia mayor harus melakukan transfusi darah dan mengonsumsi obat atau tindakan lain untuk membuang zat besi berlebih dalam tubuh.
Karena jejak rekamnya yang masih cukup membuat misteri di dunia penelitian, setiap tanggal 8 Mei diperingati sebagai Hari Thalasemia sedunia. Lalu, seperti apa pengobatan Thalasemia yang sejauh ini telah ditemukan oleh para peneliti? Selengkapnya, berikut adalah pengobatan penyakit Thalasemia yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (18/3/2019).
Advertisement
Pengobatan Penyakit Thalasemia
Penyakit Thalasemia tidak bisa disembuhkan mengingat kelainan genetik telah dibawa sejak lahir. Meski tidak bisa disembuhkan, penyebaran Thalasemia bisa dicegah. Penderita Thalasemia dapat hidup normal jika mereka diberi transfusi sel darah merah yang memadai. Bagi penderita Thalasemia minor, transfusi darah biasanya hanya dibutuhkan pada kondisi tertentu, seperti saat terserang penyakit lainnya.
Sebaliknya, bagi penderita Thalasemia mayor, penderitanya mungkin membutuhkan transfusi darah lebih sering dan lebih teratur yaitu setiap 2 hingga 4 minggu sekali. Transfusi darah membantu meningkatkan pasokan hemoglobin dan sel darah merah pada tubuh.
Selain transfusi darah, penderita Thalasemia bisa diobati dengan terapi khelasi zat besi yaitu berupa pengobatan menggunakan cairan mineral dan vitamin. Obat yang digunakan untuk cara ini adalah Deferoxamine dan Deferasirox.
Di samping itu, penderita penyakit Thalasemia juga bisa mengonsumsi suplemen asam folat yang bisa membantu membangun sel-sel darah merah sembari mendapat transfusi darah dan jenis pengobatan lainnya.
Thalasemia dikabarkan bisa disembuhkan dengan transplantasi sumsum tulang tetapi membutuhkan HLA (Human Leucocyt Antigen) yaitu antigen leukosit manusia yang cocok. Namun, sayangnya HLA yang cocok dari donor tidak selalu tersedia dan prosedur ini sangat berisiko.
Terlepas dari beberapa alternatif pengobatan Thalasemia, masyarakat umum dapat membantu penderita talasemia untuk hidup normal dengan donor darah sekali atau dua kali dalam setahun dan sedikit bantuan keuangan untuk memenuhi biaya pengobatan yang mahal.
Screening Thalasemia Sebelum Menikah
Sebelumnya telah disebutkan bahwa penyakit Thalasemia diturunkan oleh salah satu orangtua ataupun kedua orangtua penderita penyakit yang menyerang sel darah merah ini. Untuk itu, setiap pasangan yang hendak menikah dianjurkan untuk menjalani screening Thalasemia terlebih dahulu.
Screening ini digunakan untuk mencegah penyebaran Thalasemia kepada calon jabang bayi. Screening Thalasemia merupakan metode pengujian yang ditujukan untuk mengetahui gen Thalasemia di dalam darah sepasang calon suami istri.
Alasan lain perlu melakukan screening Thalasemia karena Indonesia masuk dalam 'ikat pinggang Thalasemia’ bersama dengan Italia, Yunani, Siprus, Cina, Thailand dan sederet area lainnya. Itu artinya penduduk Indonesia berisiko tinggi pembawa sifat Thalasemia seperti disampaikan dokter spesialis anak RS Cipto Mangunkusumo, Pustika Amalia Wahidayat.
Bila dari hasil pemeriksaan screening menunjukkan pria dan wanita tersebut pembawa sifat Thalasemia (Thalasemia minor) artinya ada kemungkinan 25 persen melahirkan anak Thalasemia mayor, 50 persen Thalasemia minor, dan 25 persen sehat.
Bila hasil skrining menunjukkan pasangan yang menikah itu merupakan pembawa sifat Thalasemia, dokter akan memberikan konseling. Sehingga pasangan tersebut akan memutuskan akan melanjutkan memiliki anak atau tidak.
Jika memiliki anak, pasangan yang akan menikah pun sudah tahu kemungkinan yang akan terjadi. Bila nanti saat sudah menikah dan memiliki anak dengan kondisi Thalasemia mayor, dokter bisa segera memberikan pengobatan untuk mengoptimalkan perkembangan fisik anak.
Advertisement