Liputan6.com, Denmark - Salah satu keinginan yang gagal terwujud saat menginjak Copenhagen, Denmark, pada Minggu, 7 April 2019 adalah bersepeda.
Padahal, bayangan mengayuh sepeda berkeliling kota muncul begitu saja kala Visa Schengen dinyatakan lolos, sehingga saya bisa terbang ke Denmark bersama para rombongan peternak guna memenuhi undangan Arla Foods pada Sabtu, 6 April 2019.
Baca Juga
Yang saya tahu selama ini, Copenhagen itu masuk ke dalam jejeran kota terbaik di Eropa untuk bersepeda. Posisinya bahkan selalu bertengger di urutan pertama.
Advertisement
Namun, keterbatasan waktu membuat rencana bersepeda harus dikubur dalam-dalam. Apalagi mengingat biaya sewa sepeda di sana tidak murah. Setidaknya harus merogoh kocek kira-kira 100 sampai 125 Krone, yang setara dengan Rp312.500 (1 Krone = Rp2.500)
Menurut hemat saya, sayang sekali jika uang dengan nominal sebesar itu digelontorkan untuk menyewa sepeda yang tidak bisa dilakukan seharian. Andai biayanya beda tipis seperti harga sewa ontel di Monas, mungkin tak jadi soal.
Ya, harap maklum. Segala sesuatu yang ada di Denmark itu serba mahal.
Sehingga uang untuk menyewa sepeda bisa dialokasikan untuk tambahan biaya lainnya. Beli sepatu, misalkan.
Jalan Kaki di Denmark Sama Serunya
Akan tetapi kekecewaan itu terbayarkan oleh aktivitas jalan kaki yang tidak kalah menyenangkan. Meski saya tidak bisa menempuh jarak yang sama seperti halnya bersepeda.
Sebab, pesepeda dan pejalan di Copenhagen adalah 'raja' yang selalu diutamakan setiap kali menyebrang jalan.
Dari pantauan Liputan6.com selama berada di sana, kendaraan roda empat akan berhenti tanpa membunyikan klakson jika ada pejalan atau pesepeda yang melintas di depannya.
Jangan kaget jika melihat para pesepeda ada yang mengenakan pakaian dan tas branded. Konon, harga sepeda yang mereka punya bisa-bisa jauh lebih mahal dari segala hal yang menempel di badannya.
"Di sini ada sepeda yang harganya mencapai Rp50 juta," kata Rinatania Fajriani, mahasiswi Indonesia yang tengah menempuh S3 Cross-cultural and Regional Studies, Faculty of Humanities, University of Copenhagen saat berbincang dengan Liputan6.com .
Rina menjadi pemandu rombongan Arla Fam Trip selama dua hari; Minggu, 7 April 2019 dan Jumat, 12 April 2019.
Advertisement
Naik Sepeda bukan karena Ongkos yang Mahal
Menurut Rina, alasan orang Denmark senang naik sepeda, semata-mata bukan karena ongkos moda transportasi umum yang mahal. Bukan pula tidak mampu beli mobil.
Saat ditanya berapa ongkos bus di Copenhagen, Rina, menjawab,"Untuk 2 zona (yang paling murah), single DKK 24 (Rp51.213) dan monthly DKK 398 (Rp849.283)."
Namun, dia menekankan bahwa alasan sebenarnya bukan karena pertimbangan ekonomi. Banyak orang Denmark tergolong sangat mampu, tetap memilih dan nyaman bersepeda.
"Memang karena self-awareness mereka soal kesehatan dan emisi CO2 sangat tinggi," Rina menjelaskan.
Contoh kecilnya adalah profesornya. Rina, mengatakan, sang profesor yang berusia 55 setiap harinya selalu naik sepeda. Dia bisa menempuh jarak 16 km dari rumah ke kampus lalu ke rumah lagi.
"Padahal ya secara ekonomi dia mampu," kata Rina.
Tidak heran jika di sana produk sepeda dan gaya hidup organik laku keras. "Bahkan pesepeda itu punya airbag, lho," Rina menjelaskan.
Dikutip dari situs Bikesport dk pada Senin, 15 April 2019, airbag yang Rina maksud dibanderol dengan harga DKK 1.795,00 atau setara Rp3,8 juta. Airbag itu akan mengembang kalau kena benturan, tapi cuma bisa dipakai sekali.
"Orang sini lebih peduli soal kualitas daripada harga," kata Rina merespons kata 'mahal' yang keluar dari mulut saya.