Liputan6.com, Jakarta Sosok badut pada film It Chapter 2 kembali 'meneror' para penikmat film dunia. Film berdurasi nyaris tiga jam ini menawarkan kengerian badut. Perasaan penonton akan campur aduk antara takut, gelisah, dan cemas menyaksikan para karakter.Â
Di balik aksi badut mengerikan dalam film It Chapter 2, rupanya ada orang yang enggan menonton, bahkan bertemu badut pun tidak mau. Ada ketakutan berlebih terhadap badut, istilahnya fobia badut atau coulrophobia.
Advertisement
Baca Juga
Satu studi di Amerika Serikat menemukan, 1,2 persen prevalensi ketakutan terhadap badut dialami pasien anak. Lebih lebih dari 85 persen anak-anak yang takut terhadap badut berjenis kelamin perempuan.Â
Menurut para peneliti, empat dari 14 dokter anak dan pasien anak menganggap mereka takut terhadap badut. Ada juga survei yang dilakukan di rumah sakit di Inggris oleh University of Sheffield. Peneliti menemukan, semua 250 anak (usia 4 hingga 16 tahun) yang disurvei mengungkapkan rasa takut atau tidak suka badut, dilansir dari Very Well Mind, Minggu (8/9/2019).
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Ketakutan Badut Meluas
Joseph Durwin dari Universitas Trinity memaparkan bahwa ketakutan terhadap badut ada dua teori. Pertama, didasarkan pada pengalaman pribadi yang negatif dengan badut di usia muda. Kedua, media menciptakan hype di sekitar bahwa badut itu jahat sehingga anak-anak pun tidak menyukai atau takut kepada badutÂ
Sebenarnya, sejarah badut, lanjut Durwin cukup menarik. Badut yang berasal dari zaman kuno, pada masa itu, badut diberi izin untuk mewakili sisi menyimpang dari sifat manusia. Dari secara terbuka menentang norma-norma seksual hingga badut berubah menjadi si penipu, sosok yang lebih jahat.
Pada 1980-an, fobia badut mencapai puncaknya. Desas-desus tentang pelecehan ritual terhadap anak-anak merajalela. Banyak badut yang menjadi bagian dari cerita tersebut. Bahkan legenda urban mulai fokus pada badut pembunuh yang sedang menunggu pengasuh.
Advertisement
Badut Pembunuh dan Sirkus
Dalam dekade-dekade selanjutnya, badut pembunuh telah menjadi bagian dari mitos manusia. Pada acara Halloween, badut pembunuh sering menjadi bagian dari perayaan. Berbeda dengan badut pembunuh, badut sirkus yang muncul dinilai lebih menyenangkan dan memukau kaum muda.
"Sepanjang sejarah, badut telah mewakili sisi manusia yang tidak dapat diterima masyarakat. Sisi itu terbentuk dari dorongan manusia, yang tidak selalu tampil rapi atau cantik. Mungkin badut itu menarik sekaligus membuat kita takut. Ya, karena dia mengangkat cermin kepribadian yang ada dalam diri kita," Lisa menambahkan.
Hingga kini, penyebab fobia badut masih spekulasi dan belum jelas.