Sayuran, Sampah Makanan Terbanyak di Indonesia?

Terungkap yang menjadi sampah makanan di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Okt 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2019, 17:00 WIB
Sayuran hijau dan Buah
Sayuran hijau dan Buah (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Anda mungkin tidak asing lagi dengan sampah sayuran yang tercecer di jalanan. Namun, tahukah Anda bahwa sampah sayuran ternyata menjadi salah satu penyumbang sampah makanan (food waste) terbesar di Indonesia?

"Food waste bukan hanya timbul karena kebiasaan tidak menghabiskan makanan di piring. Tetapi karena hasil pertanian yang tidak diolah kembali dan akhirnya menjadi food waste," kata Coorporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin di Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/10/2019).

Menurut Food and Agricultural Organization, saat ini terdapat lebih dari delapan milyar penduduk bumi. Tetapi kenyataannya masih ada 800 juta orang yang kelaparan di dunia.

"Kelaparan bisa terjadi karena pendistribusian makanan yang tidak merata. Tetapi, Indonesia sendiri malah menjadi negara tertinggi nomor dua soal sampah makanan," Arif menambahkan dalam acara Jelajah Gizi 2019.

Artinya, makanan seharusnya dapat memiliki masa hidup yang lebih panjang. Agar nantinya tidak berakhir menjadi food waste dan membantu mengurangi potensi kekurangan makanan.

"Itu mengapa kalau seandainya harga cabai naik, kita kelabakan. Karena kita tidak punya stok pangan dan manajemen pangannya belum begitu baik," Arif menjelaskan.

Arif menambahkan, jika seandainya masyarakat Indonesia bisa menanam makanannya sendiri, maka masalah pangan seperti food waste dan kekurangan makanan bisa diatasi.

 

Pertanian Organik

Sayur Kubis Ungu
Ilustrasi Foto Kubis Ungu (iStockphoto)

Salah satu teknik menanam yang menarik untuk dicoba adalah pertanian organik. Selain menghasilkan tanaman yang lebih aman, pertanian organik juga baik bagi lingkungan.

"Menanam pangan organik memang tidak mudah. Para petani mungkin akan menemukan kesulitan bahkan kegagalan di tiga tahun pertama," kata John Tumiwa, pemilik kebun organik Boja Farm, Bogor, Jawa Barat.

Kondisi tersebut disebabkan karena pertanian organik tidak mengizinkan Anda menggunakan pestisida. Maka itu tanah perlu mengalami penyesuaian dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Perbedaan pangan organik

Anda mungkin bertanya-tanya apa yang membedakan pangan hasil tanaman organik dan tidak. Jika dilihat dari hasil pangannya, maka Anda dapat melihat dari segi tampilan.

"Tanaman organik itu mungkin ada lubang-lubang, ada sedikit layunya, ada noda cokelatnya. Jadi kalau seandainya kita lihat sayuran yang berkilau sekali, itu harus dipertanyakan," jelas John.

John menjelaskan, ulat sangat senang dengan sayuran dan dedaunan. Jadi apabila ulat saja tidak ingin menyentuhnya, kenapa manusia masih mau?

Penulis: Diviya Agatha

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya