Lakukan Riset Pelayanan Kesehatan Dasar, BPJS Kesehatan Gandeng IDI

BPJS Kesehatan menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) guna melakukan riset untuk pelayanan kesehatan dasar.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 17 Des 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 17 Des 2019, 17:00 WIB
BPJS Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia
BPJS Kesehatan menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) guna melakukan riset untuk pelayanan kesehatan dasar. (Foto: Giovani Dio Prasasti/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - BPJS Kesehatan melakukan kerja sama dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di bidang riset dan inovasi pelayanan kesehatan dalam rangka perbaikan dan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

BPJS Kesehatan dan IDI bersepakat untuk melakukan riset bersama terkait kebutuhan dasar kesehatan, penghargaan di bidang inovasi optimalisasi program JKN-KIS, serta kerja sama lain yang disepakati kedua lembaga.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa sesuai perundangan, program JKN-KIS menjamin kebutuhan dasar kesehatan. Namun, dalam implementasinya, perlu dilakukan kajian serta evaluasi berkala terkait layanan kesehatan dasar.

"Evaluasi ini harus berbasis evidence based dan riset. Kami harapkan melalui kerja sama dengan PB IDI akan memperkuat apa saja kebutuhan dasar tersebut," kata Fachmi di kantor PB IDI, Jakarta pusat pada Selasa (17/12/2019).

 

Kata IDI SOal Pelayanan Kesehatan

Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia
dr. Daeng Muhammad Faiq, MH, Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan Dokter yang Memeriksakan Kesehatan Capres-Cawapres Sebanyak 50 orang Dokter yang Terdiri dari 14 Spesialis

Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih mengatakan, selama ini, terkait pelayanan kesehatan, Indonesia masih mengikuti hasil evidence based yang sudah diteliti oleh negara lain.

"Kita mencoba agar evidence based kita punya sendiri. Karena kami yakin, pelayanan kesehatan itu meskipun secara universal sama, tapi ada hal-hal yang secara antropologis, biologis, itu sedikit agak berbeda," kata Daeng dalam sambutannya.

Daeng menambahkan, riset dibutuhkan bagi pemangku kepentingan di bidang kesehatan, untuk menelurkan kebijakan, khususnya kesehatan yang berbasis bukti. Ia menambahkan, selama ini juga belum ada acuan untuk kendali mutu dan biaya manfaat tanpa ada batasan tertentu.

"Makanya ada yang bilang JKN kita sangat baik dibandingkan negara lain karena tidak ada penentuan mana yang esensial untuk masyarakat mana yang tidak. Apakah yang di-cover esensial untuk masyarakat, ini yang akan kita nilai," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya