Kesaksian Keluarga Pasien Meninggal COVID-19 dan Cara Mereka Isolasi Diri

CD (nama disamarkan), seorang wanita paruh baya membagikan kisahnya tentang sang kakak yang meninggal akibat COVID-19.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 31 Mar 2020, 16:38 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2020, 16:38 WIB
Livestreaming
Livestreaming: Kesaksian Keluarga Pasien Positif COVID-19

Liputan6.com, Jakarta CD (nama disamarkan), seorang wanita paruh baya membagikan kisahnya tentang sang kakak yang meninggal akibat COVID-19. Cerita ini ia ungkap dalam siaran langsung Facebook Liputan6.com Selasa (31/3/2020).

Sang kakak yang tinggal di luar kota awalnya melakukan perjalanan dari luar kota ke Bogor untuk dinas. Setelah itu, ia berkunjung ke kediaman CD di Jakarta, kemudian sempat bertolak ke Yogyakarta.

“Sekitar tanggal 1 atau 2 Maret, almarhum sudah mulau batuk-batuk. Ia bilang batuknya tidak biasa. Sempat sembuh kemudian di tanggal 4 Maret merasa gak enak badan,” ujar CD dalam siaran.

Setelah masuk rumah sakit, sang kakak sempat sembuh dan kembali bekerja. Namun, lagi-lagi kondisinya menurun di tanggal 14 Maret. Satu hari kemudian ia dinyatakan suspek COVID-19 dan harus dikarantina.

“Setelah kakak saya pulang, suami daya sempat demam, anak saya, dan saya pun mengalami peradangan tenggorokan. Memang rasanya beda, lebih panas.”

Pada 19 Maret, sang kakak dikabarkan poisitif corona menurut hasil tes dari dinas kesehatan. Pada 22 Maret, ia menutup usia.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak Video Berikut Ini:

28 Hari Isolasi Diri

Mendengar sang kakak wafat akibat corona, CD dan keluarga mengaku terpukul dan harus menerima kenyataan bahwa mereka adalah Orang Dalam Pengawasan (ODP). Beberapa gejala mulai timbul di seluruh anggota keluarga.

Gejala tersebut mulai dari batuk kering, radang tenggorokan, hingga demam. Mulai saat itu, CD dan keluarga memutuskan untuk menghisolasi diri di rumah selama 28 hari.

“Tanggal 31 Maret ini adalah tepat 28 hari kami karantina di rumah.”

Ada beberapa hal yang dilakukan CD sekeluarga untuk tetap sehat. Menurutnya, yang paling penting adalah menjaga pola pikir agar tetap positif dan tidak terlalu panik.

Ia membatasi konsumsi berita kematian akibat COVID-19 dan membangun suasana bahagia di rumah. CD menambahkan, tidur yang cukup dan berkualitas juga sangat penting.

“Kami mematuhi imbauan pemerintah untuk social distancing, membiasakan makan makanan sehat,   dan mempertahankan karantina hingga masa inkubasi 28 hari.”

Menurut penuturannya, untuk menjaga kesehatan, mereka rajin mengonsumsi suplemen dengan kandungan vitamin C. Tidak belanja berlebihan dan lebih memilih belanja secara daring.

“Sempat saya terpaksa ke pasar untuk membeli bahan makanan karena saat itu gak bisa online, kami jaga tubuh agar tetap steril. Saat pulang semprot disinfektan di teras rumah. Ganti baju, mandi, keramas, dan cuci barang belanjaan.”

Membunuh Jenuh

Bagi CD dan keluarga, masa karantina bukan berarti kehidupan berhenti. Semua hal masih bisa dilakukan di rumah.

Suaminya masih bisa bekerja dari rumah. Anak-anaknya pun masih bisa belajar secara daring. Sedapat mungkin mereka mengisi waktu di rumah dengan kegiatan yang menyenangkan, seperti nonton, main kartu, dan permainan lainnya.

“Nikmati masa di rumah, kami beryukur dengan ini kami sekeluarga jadi punya waktu berkualitas, ngobrol, nonton, main kartu, dan bersenang-senang.”

Tak dapat dimungkiri, CD masih merasa sedih jika mengenang kakaknya yang sudah wafat. Terlebih, pemakaman sang kakak tidak bisa dihadiri oleh keluarga dan langsung diurus oleh petugas rumah sakit.

“Tapi hal ini bukan membuat kami down tapi kekuatan bagi kami bahwa segala apapun yang terjadi semuanya dalam tangan Tuhan.”

Tak lupa CD mengimbau semua keluarga Indonesia untuk saling mendukung. “Jangan terlalu pusing dengan mengkoplain, kita semua tahu sekarang situasinya serba sulit,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya